KHUTBAH JUM’AT BULAN MUHARRAM
MEMAHAMI
HAKIKAT PERJUANGAN HIDUP
MELALUI
HIKMAH HIJRAH
HADIRIN JAMA'AH
JUM’AH YANG DIMULYAKAN ALLAH ......
Marilah kembali kita pertebal dan
kita pupuk keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. dengan memahami
hakekat perjuangan hidup kita dan dengan segala tanggung jawabnya. Karena hanya
dengan bekal keimanan dan ketaqwaan itulah kita dapat menapaki proses kehidupan
kita saat ini di dunia dan kelak di akhirat.
Muhammad Rasyid Ridho dalam ‘Tafsir Al – Manar ‘ menulis : “Keimanan
membangkitkan sinar dalam akal, sehingga merupakan petunjuk jalan ketika
berjumpa dengan gelap keraguan. Dengan keimanan inilah seseorang akan memperoleh
buahnya yakni taqwa yang berarti menjaga tata krama syari’at, dengan landasan
keikhlasan melaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala larangannya.
HADIRIN SIDANG JUM’AH
RAHIMAKUMULLAH ..........
Apa sebenarnya arti “HIDUP” menurut
pandangan agama .........? Hidup bukanlah sekedar menarik dan menghembuskan
nafas. Ada
orang-orang yang telah terkubur, tetapi oleh Al Qur’an masih dinamai “Orang
hidup dan mendapat rixqi” sebagaimana disebutkan di dalam Firman Allah
Ta’ala :
169. janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah
itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki. 170.
mereka dalam Keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada
mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di
belakang yang belum menyusul mereka bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati. 171. mereka bergirang hati dengan nikmat
dan karunia yang yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan
pahala orang-orang yang beriman.
Sebaliknya, ada pula orang yang
menarik dan menghembuskan nafas, namun dianggap sebagai orang-orang mati.
Sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Allah dalam firmannya :
19. dan tidaklah sama
orang yang buta dengan orang yang melihat. 20. dan tidak (pula) sama gelap
gulita dengan cahaya, 21. dan tidak (pula) sama yang teduh dengan yang panas, 22.
dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati.
Sesungguhnya Allah memberi pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan
kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat
mendengar.
Dari sini dapatlah kita pahami bahwa
: “hidup dalam pandangan agama” adalah : kesinambungan dunia dan akherat
dalam keadaan bahagia, kesinambungan kebahagiaan yang hingga melampui usia
dunia ini. Dengan demikian tiadalah arti hidup bagi seseorang, apabila ia tidak
menyadari bahwa ia mempunyai kewajiban-kewajiban yang lebih besar dan yang
melebihi kewajibankewajibannya hari ini. Setiap orang yang beriman wajib
mempercayai dan menyadari bahwa disamping wujudnya masa kini, masih ada lagi
wujud yang lebih kekal abadi dan lebih berarti daripada kehidupan dunia ini.
HADIRIN
JAMA'AH JUM’AH YANG DIMULYAKAN ALLAH ......
Setiap pekerjaan yang dilakukan
seseorang pasti mempunyai “Motivasi atau dilandasi oleh niat”. Hal ini pernah
ditegaskan oleh nabi Muhammad Saw.,ketika seorang sahabatnya hijrah ke Madinah
: “Setiap pekerjaan harus atau pasti disertai niat. Maka, barang siapa
hijrahnya didorong karena Allah, hijrahnya akan dinilai demikian. Dan barang
siapa hijrahnya didorong oleh keinginan mendapat keuntungan duniawi atau karena
ingin mengawini wanita, maka hijrahnya dinilai sesuai dengan tujuan tersebut”.
Ketika nabi Muhammad SAW dan
sahabat-sahabat beliau berhijrah, motivasi mereka yang utama adalah guna
memperoleh ridlo Allah SWT, yang mereka yakini Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Menjelang hijrah kaum Muslimin berada
pada posisi yang sangat lemah dan teraniaya. Namun dengan tebalnya keimanan,
dengan bekal keimanan keyakinan akan datangnya kemenangan tidaklah pernah
sirna. itu pulalah yang mengantarkan mereka pada sikap optimis dan patriotisme.
Oleh karenanya kita dapat mengambil pelajaran hidup dari hikmah Hijrah Nabi
ini, yang antara lain adalah :
1. SIKAP KESEDIAAN BERKORBAN
Ketika Rasululloh menyampaikan
kepada Abu Bakar ra. bahwa Allah memerintahkannya untuk berhijrah, dan
sekaligus mengajak sahabatnya itu untuk berhijrah bersama, Abu Bakar ra.
menangis kegirangan. Dan seketika itu juga ia membeli dua ekor Unta dan
menyerahkannya kepada Rasululloh saw. agar beliau memilih, mana yang Nabi
kehendaki. Di saat itulah terjadi dialog antara keduanya : Rasulillah bersabda
: “Aku tidak akan mengendarai unta yang bukan milikku.” Sahabat Abu
Bakar ra. menimpali; “Unta ini aku serahkan untukmu.” Baiklah aku akan
membayar harganya.“ Kata Nabi.
Setelah Abu Bakar bersikeras agar
unta itu diterima sebagai hadiah, namun Nabi saw. tetap menolak, akhirnya Abu
Bakar – pun setuju untuk menjualnya. Pertanyaannya kemudian adalah : “Mengapa
beliau Nabi Muhammad bersikeras untuk membelinya ......? “Bukankah Abu Bakar
sahabat beliau ? Disinilah terdapat suatu pelajaran yang sangat berharga yakni
: Rasululloh saw. ingin mengajarkan bahwa untuk mencapai suatu usaha besar,
dibutuhkan pengorbanan maksimal dari setiap orang. Beliau bermaksud untuk
berhijrah dengan segala daya yang dimilikinya, tenaga, fikiran, dan materi,
bahkan dengan jiwa dan raga beliau. Dan salah satunya adalah dengan tetap membayar
harga onta sahabatnya, Abu Bakar. Dan tatkala Rasulillah SAW berangkat ke
Madinah, beliau berpesan kepada kemenakannya “Ali Bin Abi Thalib”, agar ia
tidur di tempat pembaringan Nabi sambil berselimut dengan selimut beliau guna
mengelabui kaum Musyrikin.
Dengan kesediaan ini. ‘Ali pada
hakikatnya mempertaruhkan jiwa raganya demi membela agama Allah. Di sini,
sekali lagi, kita harus memahami makna, tujuan dan hakekat dari tujuan hidup
kita! Mentoknya ; Inna Ilaa Robbika Al Ruj’aa : “Sesungguhnya hanya kepada
Tuhanmulah tempat kami kembali,” Telah siapkah kita .......?
2. SIKAP TAWAKKAL DAN USAHA
Ketika Rasululloh saw. bersama
sahabat Abu Bakar ra. bersembunyi di Gua Tsur dan para pengejar mereka telah
berdiri di mulut gua tersebut, Abu baker ra. sangat gentar dan gusar. Lalu
rasululloh saw. menenangkannya sambil berkata : Laa takhoofu Wa Laa Tahzanu,
Innalloha Ma’anaa, “Janganlah kuatir dan janganlah bersedih, sesungguhnya
Allah bersama kita.” Keadaan ini bertolak belakang dengan apa yang kemudian
terjadi dalam peperangan Badar, sekitar satu setengah tahun setelah peristiwa
hijrah ini. Ketika itu yang gusar dan kuatir adalah Nabi Muhammad saw., sedang
Abu Bakar ra. yang menenangkan beliau.
Mengapa terjadi dua sikap yang
berbeda dari Nabi dan sahabatnya Abu Bakar ?, Di sini, sekali lagi kita
mendapat pelajaran yang sangat dalam. Dua peristiwa yang berbeda di atas
menuntut pula dua sikap kejiwaan yang berbeda dan keduanya diperankan dengan
sangat jitu oleh Nabi Muhammad saw. Kedua prinsip sebagai hakikat keagamaan itu
adalah : “Tawakkal” dan “Usaha/Taqwa.”
Modus perbedaan pengambilan
keputusan sikap Nabi itu adalah : Bahwa perintah untuk berhijrah datangnya
adalah seketika atau tiba-tiba, oleh karenanya ia harus dilaksanakan dengan
penuh keyakinan, tiada alasan untuk takut, gentar dan bersedih. Berbeda halnya
dengan peperangan. Jauh sebelumnya beliau telah diperintahkan untuk
mempersiapkan diri menghadapi musuh. Sebagaimana terungkap dalam Firman
Allah Ta’ala, (QS. Al-Anfal ayat : 60)
60. dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan
dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu
menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan
pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak
akan dianiaya (dirugikan).
Kekhawatiran Nabi ketika itu timbul
karena keraguan beliau akan persiapan-persiapan yang dilakukannya selama ini,
jika keraguan itu benar, tentulah beliau menjerumuskan umat dan sekaligus agama
ke jurang yang sangat berbahaya, dengan kekalahan akibat kurang persiapan. Dan
beliau sadar bahwa, dalam hal ini, Tuhan tidak pilih kasih.
Sebagai satu kesimpulan, sekali lagi
kita mendapat pelajaran tentang arti “TAWAKKAL”, kapan digunakan dan
bagaimana batas-batasnya, serta arti dan pentingnya “USAHA” sebagai
pemenuhan tuntutan ketaqwaan dalam kehidupan ini. Dan tentunya masih banyak
lagi pelajaran dan hikmah yang dapat dipetik dari peristiwa hijrah nabi
Muhammad Saw sehingga wajar jika sahabat Umar Bin Khattab menjadikan
peristiwa tersebut sebagai awal dari kalender Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar