Minggu, 22 Desember 2013

Kala Kuingat Ibuku

Kala Kuingat Ibuku

Maaf ini repost dari yang sudah pernah ada, mengingat hari ini adalah Hari Bunda se-Indonesia tidak salah jika saya memodifikasi sedikit sugesti olah rasa dengan kalimat demi kalimat berikut :

Tariklah nafas yang dalam dan panjang
Biarkan nafas itu mengalir perlahan
dalam ritme yang agung
Alunkan syair ini mengalir dalam diri anda

BAYANGKAN
BAYANGKAN
BAYANGKAN

Wajah ibu anda sekarang
Wajah Bunda yang semakin tua
Semakin renta dirambat usia
Semakin lusuh, layu, diserap waktu

Bayangkan
Wajah ibu ANDA saat masih mudanya
Dalam bingkai pigura di masa emasnya
Berpasangan dengan Ayah ANDA yang gagah dan tampan
Mereka berdua bersanding bersama di pelaminan
Sambil tersenyum kepada ANDA
Wajah ibu ANDA gembira sekali, Bahagia sekali waktu itu
Waktu bergulir, hari berganti, masa bertambah
Bunda gembira karena tengah mengandung anaknya
Betapa bahagianya bunda dengan kandungannya ini
Dalam kandungannya itu ANDA tengah dibentuk
Tiap hari Bunda menyenandungkan alunan merdu mendayu-dayu
sambil mengelus perutnya yang semakin membesar
Pertanda Sang Jabang Bayi tengah merasakan bahagia
walau tak melihat namun turut merasa elusan Bunda
Tiba harinya, Sang Bunda gundah gulana sangat takut
Akankah Sang Jabang terlahir selamat ?
Ataukah aku yang tidak selamat (Ujar Bunda membatin)
Bunda sekuat tenaga, mengerang, merintih, berteriak, mendorong,
memaksa sesuatu yang maha dashyat
mengerahkan seluruh energinya untuk memompa
gelora darah membahana menciprat ke seluruh raga
Sampai waktunya, terdengar jerit tangis erangan tak berdaya
dari buah hati si kecil mungil yang baru tiba di dunia
lahirlah ANDA
erangan si mungil membahana ke seluruh persada jagat raya
Dalam keadaan bersimbah darah ANDA diraup oleh suster untuk dibersihkan,
dibersihkan jalan nafasnya agar bisa menghirup udara segar sebebas-bebasnya
dibersihkan dari kulit ari-ari yang menutup kulit
agar terbebas dengan leluasa bergerak di atmosfer semesta
Sementara Bunda dibiarkan telentang tak berdaya
mengumpulkan kembali jiwa dalam tumpukan raga
setelah berjuang melahirkan putranya
Dalam keadaan lemas tak bertenaga, Bunda hanya bisa berpasrah diri
menghitung dan berkira-kira
Bagaimana keadaan anakku ? Sehatkah dia ?
Bagaimanakah rupanya ? Sempurnakah dia ?
Dan akhirnya, sang bayi kecil diserahkan kembali kedekapan Ibu Tercinta
Bunda mulai meraba tangan kecil nan mungil
masih bersaput merah merona,
Tangan yang hangat dan lembut
Dimulainya dari tangan kanan sang Bayi mungil
Dihitungnya jari-jemari kecil itu, … satu, dua, tiga, empat, lima …
Ah … sempurna, pekik Bunda dalam hatinya …
Tangan mungil yang kiri kembali dilirik bunda sambil dijaga
didekapan di dadanya
Juga dihitung sempurna …

Kembali dipandangnya kedua bola mata mungil
Diciumnya kedua pelupuk mata sang Bayi Kecil
Sambil didekap mesra dan hangat
Lucunya binar sepasang bola mata kecil ini …

Tak terasa air mengalir menetes di kedua pipi Mama
Ah Tidak sia-sia aku mengandung 9 bulan 10 hari
ujar Bunda dalam hati
Sambil memandangi wajah mungil sang bayi
yang baru saja dibawa ke muka bumi
Bayangkan betapa bahagianya Bunda
memandangi ANDA yang baru tiba di dunia

Kini raut wajah bunda semakin tua,
semakin renta, semakin kusut, semakin rapuh, semakin tak berdaya,
Rona wajah Bunda penuh kesedihan, bercampur kekesalan
Mengapa anakku yang kulahirkan dulu,
Tanpa mempertimbangkan keselamatanku,
Kupertaruhkan jiwa ragaku untuk membesarkan dan melahirkannya
Sekarang berbeda, Sekarang Ia Berubah !
Sekarang Ia berani melawan aku,
Sekarang Ia berani mencaci diriku,
Sekarang Ia berani memarahi aku,
Ujar Bunda dalam hatinya!
Apakah Karena Bunda tidak pandai,
Apakah Karena Bunda tidak tinggi sekolahnya,
Apakah Karena Bunda kuno,
Apakah Karena Bunda kolot,
Apakah karena bunda kurang pergaulan, tidak modis, jadul, mainstream
Ataukah karena Bunda tidak mengerti
anak muda zaman sekarang
yang serba penuh kemajuan dan perubahan

Bunda ketinggalan zaman
Bunda pun perlahan ditinggalkan

Bunda Merana, Bunda Sengsara, Batin Bunda Meronta
Hati Bunda pilu, merintih, pedih perih layak diiris sembilu

Akankah Ananda biarkan Bunda larut dalam kesedihannya ?
Akankah Ananda  biarkan Bunda merana dalam laranya ?
Akankah Ananda bersikukuh dengan pikiran Anda ?

Sudikah Ananda memaafkan Bunda ?
Bersediakah Ananda memahami Bunda ?
Maukah Ananda  bersujud dikaki Bunda ?

Bunda yang sudah memelihara ananda
Bunda yang sudah membesarkan ananda
Bunda yang tetap memberi semangat
Bunda yang tidak surut tetap berada di samping Ananda
Bunda menjadi teman bermain ananda
Bunda menjadi sahabat terkarib ananda
Bunda tempat curahan hati kekesalan ananda
Bunda tempat sandaran hati ananda

Biarkan mengalir
Gelombang Penyesalan
Biarkan air mata permohonan mengalir deras bak hujan lebat tak berkesudahan
Biarkan batin Ananda berkecamuk, remuk redam
Jangan dilawan, biarkan lepas, biarkan bebas,
bebaskan tangisan Ananda
Bebaskan perlawanan Ananda
Hanyutlah dalam arus sungai penyesalan
Mengalirlah deru pertobatan
Biarkan kedamaian itu merasuk kalbu
Turutlah irama itu
Ikutilah gelombang kedamaian itu
Biarkan damai itu hinggap
dan jangan terlepas lagi
Jangan ….
Terlepas ….
Lagi ….

Mengingat jerih payah kaum Ibu, Kaum Perempuan yang kami hormati dan sayangi
Bertaut penyesalan dan kerinduan akan perjuangan dan perhatian mereka kepada kami
Wahai Ibu, terimalah sujud anandamu
Kasihmu tiada taranya
Selamat Hari Ibu, 22 Desember 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar