الحمد لله على نعمه
فى أول الشهر من السنة الهجرة التامة, الذى جعل هذا اليوم من أعظم الأيام
الرحمة, أحمده حمد الحامدين, واستعينه أنه خيرالمعين, وأتوكل عليه انه ثقة
المتوكلين أشهد أن لااله الا الله وحده لاشريك له وأشهد أن محمدا عبده
ورسوله المجتبى وسيد الورى رحمة للعالمين. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد
وعلى اله وصحبه اجمعين وسلم تسليما كثيرا...اما بعد.
Marilah pada jum’at kedua bulan Muharram ini kita lebih memanfaatkan
berbagai keutamaan yang disediakan oleh Allah guna meningkatkan
ketaqwaan kita kepada-Nya. Karena sesungguhnya Muharram adalah salah
satu bulan yang istimewa dan dimuliakan.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Bulan Muharram dalam tradisi Islam memiliki keistimewaan dan sisi
kesejarahan yang panjang. Diantara kelebihan bulam Muharram terletak
pada hari ‘asyura atau hari kesepuluh pada bulan Muharram. Karena pada
hari ‘asyura’ itulah (seperti yang termaktub dalam I’anatut Thalibin) Allah
untuk pertama kali menciptakan dunia, dan pada hari yang sama pula
Allah akan mengakhiri kehidupan di dunia (qiyamat). Pada hari ‘asyura’
pula Allah mencipta Lauh Mahfudh dan Qalam, menurunkan hujan
untuk pertama kalinya, menurunkan rahmat di atas bumi. Dan pada hari
‘asyura’ itu Allah mengangkat Nabi Isa as. ke atas langit. Dan pada hari
‘asyura’ itulah Nabi Nuh as. turun dari kapal setelah berlayar karena
banjir bandang. Sesampainya di daratan Nabi Nuh as. bertanya kepada pada
umatnya “masihkah ada bekal pelayaran yang tersisa untuk dimakan?”
kemudian mereka menjawab “masih ya Nabi” Kemudian Nabi Nuh memerintahkan
untuk mengaduk sisa-sisa makanan itu menjadi adonan bubur, dan
disedekahkan ke semua orang. Karena itulah kita mengenal bubur suro.
Yaitu bubur yang dibikin untuk menghormati hari ‘asyuro’.
Bubur suro merupakan pengejawentahan rasa syukur manusia atas
keselamatan yang Selma ini diberikan oleh Allah swt. Namun dibalik itu
bubur suro (jawa) selain simbol dari keselamatan juga pengabadian atas
kemenangan Nabi Musa as, dan hancurnya bala Fir’aun. Oleh karena itu
barang siapa berpuasa dihari ‘asyura’ seperti berpuasa selama satu tahun
penuh, karena puasa di hari ‘asyura’ seperti puasanya para Nabi.
Intinya hari ‘syura’ adalah hari istimewa. Banyak keistimewaan yang
diberikan oleh Allah pada hari ini diantaranya adalah pelipat gandaan
pahala bagi yang melaksanakan ibadah pada hari itu. Hari ini adalah hari
kasih sayang, dianjurkan oleh semua muslim untuk melaksanakan kebaikan,
menambah pundi-pundi pahala dengan bersilaturrahim, beribadah, dan
banyak sedekah terutama bersedekah kepada anak yatim-piatu.
Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah
Semua itu adalah sejarah. Masalalu yang tersisa ceritanya untuk kita
di masa kini. Sejarah memang perlu diingat dan dipelajari demi
kemaslahatan masa depan. Dalam rangka menjaga ingatan yang telah
melewati bentangan waktu yang bergitu panjang. Manusia membutuhkan
tradisi. Yaitu segala macam tata nilai yang masih tersisa hingga kini
dari masa lalu. Merawat tradisi sama artinya dengan usaha menghadirkan
masa lalu dalam kerangka kehidupan masa kini. Oleh karena itu kita
sering merasakan kehadiran tradisi di tengah-tengah kita sebagai sesuatu
yang aneh dan lain. Maklum saja karena tradisi merupakan potongan masa
lalu yang dihadirkan kembali di masa kini.
Maka menjadi wajar jika orang masa kini terheran-heran melihat
munculnya tradisi yang nampak arkaik dan kuno. Banyak sekali orang masa
kini yang mengacuhkan dan menyepelekan tradisi, karena dianggap sebagai
sesuatu yang mubadzir atau tidak rasional. Perayaan haul, maulidan, baca
diba’, dan shalawat lengkap dengan hadrohnya juga syuro-an dianggap
sebagai bid’ah dan khurafat. Hal ini sesungguhnya menunjukkan betapa
kesedaran orang tersebut akan sejarah sangat dangkal. Mereka tidak mau
mengerti dan memahami masa lalunya.
Namun, di sisi lain, tidak baik juga apabila manusia selalu
menjunjung dan terlalu silau dengan zaman keemasan masa lalu. Karena
sesungguhnya kita hidup pada masa kini. Oleh karena itu manusia masa
kini harus mampu menempatkan tradisi agar tidak menggunakannya hanya
sebagai asesoris kehidupan. Maka menjadi perlu bagi kita orang muslim
merawat tradisi dan juga memaknainya kembali untuk kontekstual masa
kini. Begitu pula pentingnya memaknai momentum hijrah Rasulullah saw
yang dijadikan pedoman penghitungan masa dalam Islam.
Jama’ah yang berbahagia
Ada tiga makna utama dari momentrum hijrah Rasulullah saw yang dapat
diterapkan dalam kehidupan masa kini. Pertama, memaknai hijrah
Rasulullah sebagai Hijrah Insaniyyah. Sebagai transformasi
nilai-nilai kemanusiaa. Perubahan paradigma masyarakat Arab setelah
kedatangan Islam dan pola pikir mereka menunjukkan betapa sisi-sisi
kemanusiaan dijadikan materi utama dakwah Rasulullah saw. bahwa semua
manusia memiliki derajat yang sama, hanya Allahlah satu-satunya Zat yang
memiliki perbedaan dengan manusia. Itulah inti kalimat Syahadat أشهد أن
لا اله الا الله bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali
Allah.
Pernyataan syahadat ini secara langsung mengeliminir segala macam
perbudakan dan penguasaan atas seseorang. Dan inilah yang paling
ditakutkan oleh para bangsawan Makkah semacam Abu Jahal pada waktu itu.
Karena misi kemanusiaan ini dapat merobohkan dominasi mereka atas para
budak belian. Dengan demikian, sungguh Islam telah meletakkan sebuah
pondasi tata nilai kemanusiaan. Sebagaimana dengan tegas disampaikan
Rasulullah saw dalam khutbahnya ketika haji wada’
إن دمائكم وأموالكم وأعراضكم عليكم حرام "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Kemudian kita harus memaknai momentum hijrah ini sebagai Hijrah Tsaqafiyyah, yaitu
hijrah kebudayaan. Hijrah dari kebudayaan jahiliyyah menuju kebudayaan
madaniyah. Kebudayaan yang sarat dengan makna dan kemuliaan sebagaimana
diperlihatkan oleh Rasulullah dalam tata krama keseharian. Dalam
pergaulannya, beliau menghargai dan menggauli semua orang dengan cara
yang sama tanpa ada perbedaan. Bahkan lebih dari itu, beliau selalu
bertindak sopan dan ramah kepada semua orang tidak pernah pandang bulu.
Sebagaimana sabda beliau إنما البعثت لأتمم مكارم الأخلاق Bahwasannya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq.
Inilah sejatinya fondasi kebudayaan dalam kacamata Islam yang
menjunjung tinggi nilai-nilai kemuliaan. Termasuk di dalamnya adalah
kebersamaan, gotong royong dan kesetia kawanan. Inilah nilai-nilai yang
kini mulai lenyap dari kehidupan kita digantikan dengan individualism
dan kapitalime.
Yang ketiga, Jama’ah Jum’ah yang Dimuliakan Allah
Adalah memaknai hijrah sebagai Hijrah Islamiyyah, yaitu
peralihan kepeasrahan kepada Allah secara total. Momentum hijrah ini
harus kita maknai sebagai upaya peralihan diri menuju kepasrahan total
kepada Allah Yang Maha Kuasa. Artinya setelah modernism menggiring kita
kepada rasionalisme yang tinggi, hingga menyandarkan kehidupan kepada
teknologi. Dan mengandalkan struktur sebuah system. Maka kini saatnya
kita berbalik kepada Allah Yang Maha Pencipta. Sadarlah bahwasannya
berbagai pertunjukan modernisme semata merupakan hasil kreatifitas
manusia belaka.
Oleh karenanya, marilah di awal tahun baru ini kita memulai hidup
baru dengan paradigma yang baru sesuai dengan makna hijrah tersebut.
اللهم ربنا اصرف عنا
عذاب جهنم إن عذابها كان غراما, إنها سائت مستقرومقاما, ربنا هب لنا من
أزواجنا وذرياتنا قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما, بَارَكَ اللهُ لِيْ
وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا
ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي
وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ
وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كِثيْرًا
اَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ
وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ
بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ
تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ
اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ
وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ
اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ
بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ
لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ
بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ
اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ
وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ
وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ
وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا
اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ
وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا
اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً
يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا
اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ
اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ
وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ
وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ
يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar