الحمد لله أحمده
وسبحانه وتعالى على نعمه الغزار, أشكره على قسمه المدرار, . أشهد ان لا اله
الا الله وحده لا شريك له. واشهد ان سيدنا محمدا عبده و رسوله النبي
المختار. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله الأطهار وأصحابه الأخيار وسلم
تسليما كثيرا. أما بعد فياأيها الناس اتقوالله حق تقاته ولاتموتن الا وأنتم
مسلمون. وقال الله تعالى : وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ
عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا
سَلَامًا
Maasyiral Muslimin Rahimakumullah
Marilah kita bersama-sama meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah
swt. sungguh hanya dengan taqwalah kita dapat mengisi kehidupan ini
dengan segala sifat-sifat kebaikan dan menghindar dari sifat tercela.
Diantara sifat baik yang dulu menjadi karakter bangsa ini dan kini
semakin menipis karena terkena erosi kehidupan materialistic adalah
tawadhu’. Dan hal ini secara otomatis menyuburkan sifat tercela yang
menjadi kebalikannya yaitu takabbur atau sombong.
Dalam kesempatan ini, khatib hendak menengok kembali kedua sifat yang
saling bertentangan ini. sekedar sebagai pengingat bagi kita semua agar
tidak semakin terjerumus dalam kesombongan-kesombongan yang menyebabkan
Allah swt membenci kita.
Hadirin Jama’ah Jum’ah yang Berbahagia
Tawadhu’ termasuk salah satu sifat terpuji yang harus dimilki oleh
seorang muslim. Tawadhu’ secara bahasa dapat dimaknai dengan
‘merendahkan diri’. Artinya sengaja memposisikan diri lebih rendah dari
posisi sebenarnya. Pada dasarnya tawadhu’ hanya ditujukan kepada Allah
Yang Maha Agung. Yakni merasa lemah dan tidak berdaya dibanding dengan
kekuasaan Allah swt. apalah kuasa manusia sampai berani mengharap
surganya Allah? apakah Allah rela memberikan surga kepada seorang hamba,
jika hamba tersebut merasa tidak memerlukan surga? Oleh karena itu
sebagian ulama mengatakan bahwa tujuan tawadhu sebenarnya adalah
mengharapkan surga (ridha-Nya) Allah swt dan menghindarkan diri dari api
neraka (thoma’an li jannatihi ta’ala wa rahban min narihi ta’ala).
Meskipun tawadhu’ ditujukan kepada Allah swt sebagai bukti adanya
hubungan fertikal, tetepi harus dibuktikan dalam praktek keseharian
ketika bermuamalah dengan seksama yang mengandaikan hubungan horizontal.
Sebagaimana di terangkan dalam surat al-Furqan ayat 63
وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا
Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang
yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang
jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung)
keselamatan.
Artinya bahwa diantara tanda-tanda orang yang memiliki sifat tawadhu’
selalu berjalan dengan menundukkan kepala. Seolah-olah tidak pernah
melihat langit. Berjalan dengan santai tanpa membusungkan dada. Meskipun
ia memiliki kuasa sebagai gubernur, jendral ataupun ulama misalnya. Hal
ini berbeda dengan orang-orang yang sombong yang berjalan dengan
mendongak ke atas tidak pernah melihat bumi. Bahkan ketika mereka disapa
dan dikomentari, mereka hanya menjawab ‘salama’, yang artinya
keselamatan atas kita semua, diantara kita tidak ada yang lebih baik,
aku juga tidak lebih baik dari kamu begitu juga sebaliknya.
Begitu spesialnya sifat tawadhu, sehingga Allah mengistimewakan mereka yang memiliki sifat tawadhu’ dengan menyebut ‘ibadurrahman’ hamba-hamba
Allah yang Maha Penyayang. Hal ini sejalan dengan janji Allah
sebagaimana disampaikan kepada Rasulullah saw dalam haditsnya
من توضع رفعه الله ومن تكبر وضعه الله
Allah akan mengangkat derajat mereka yang memiliki sifat tawadhu’, dan akan membenamkan mereka yang bersifat sombong.
Jama’ah Rahimakumullah
Lalu apakah sebenarnya pentingnya tawadhu’? selain mengharapkan
derajat dari Allah swt, tawadhu juga menghindarkan diri kita dari sifat
yang paling dibenci Allah Yang Maha Kuasa yaitu sombong. Karena
kesombongan akan menimpa mereka yang tidak memiliki ketawadhuan. Padahal
sejatinya kesombongan itu hanya pantas dimiliki-Nya. Oleh karena itu
Allah sangat membenci orang yang sombong. Hal ini terbersit dari hadits
qudsi yang disampaikan oleh Rasulullah saw
عن أبي هريرة قال :
قال رسول الله - صلى الله عليه وسلم - : ( قال الله عز وجل : الكبرياء
ردائي ، والعظمة إزاري ، فمن نازعني واحداً منهما قذفته في النار ) وفى
رواية (ولا أبالى)
Sifat sombong itu selendang-Ku, keagungan adalah busana-Ku.
Barang siapa yang merebut salah satu dari-Ku, akan Ku lempar ia ke
neraka. Dan Aku tidak peduli.
Artinya, kesombongan dan keagungan itu hanya khusus milik Allah.
Allah sungguh tidak terima bila ada hamba yang memilki sifat keduanya.
Begitu tersinggungnya Allah hingga Ia akan melempar siapapun yang
‘menggunakan’ kedua sifat itu, ke Neraka tanpa peduli. Tanpa peduli
apakah dia seorang sufi, seorang wali, seorang nabi, seorang preiden
atau juga seorang raja.
Oleh karena itu guna mempermudah diri melatih menuju ketawadhuan
kepada Allah hendaknya seorang hamba harus mengakui dan memiliki
beberapa perasaan. Pertama, merasa hina (dzlil) dan
meyakini bahwa yang mulia adalah Allah. seorang hamba harus segera sadar
bahwa ia seorang yang hina. Ia hanyalah berasal dari setetes air mani,
yang jikalau Allah swt menghendaki bisa saja mani itu tumpah dan menjadi
konsumsi semut dan lalat.
Kedua, merasa faqir selalu membutuhkan dan Allahlah yang
Maha Kaya Raya. Sekarang para hartawan dan miliyuner akan merasa bangga
atas kejayaan dan mengandalkan segala macam harta yang dimilikinya
padahal kata Allah:
المال مالي والفقراء عيالي والأغنياء وكلائي فإن بخل وكلائي على عيالي أذقتهم وبالي ولا أبالي ...
Sesungguhnya semua harta itu adalah hartaKu, orang-orang faqir
itu keluargaKu, dan para hartawan adalah wakilku. Barang siapa yang
berlaku pelit terhadap keluargaKu. Aku akan menyiksanya tanpa peduli.
Ketiga, merasa bahwa dirinya adalah orang yang bodoh dan
Allah yang Yang Maha Mengetahui. Seringkali para hamba yang dianugerahi
ilmu oleh Allah swt. melupakan bahwasannya ilmu itu hanya sekedar
titipan Allah swt yang dapat diambil kapanpun. Lihatlah ketika seorag
professor, doctor, cendekia tetapi terkena struk apa yang dapat ia
lakukan?
Keempat, merasa lemah dan hanya Allah Yang Maha Kuat.
Sebagai pelajaran betapa banyak legenda tentang kejayaan para raja yang
berkuasa begitu hebatnya, tetapi sekarang hanya tinggal dalam kenangan
dan catatan sejarah saja. Bukankah kekuatan negara adidaya di dunia juga
selalu silih berganti?
Jama’ah Jum’ah yang Dimuliakan Allah
Adapun gambaran praktek tawadhu kepada sesama dalam kehidupan sehari
sangatlah bagus berpegang pada pesan Syaikh Abdul Qadir al-Jailani
kepada muridnya bahwa
اذا لقيت أحدا من
الناس رأيت الفضل له عليك وتقول عسى أن يكون عند الله خيرا منى وأرفع درجة,
فإن كان صغيرا قلت هذا لم يعص الله وأنا قد عصيته فلا شك إنه خير منى, وإن
كان كبيرا قلت هذا قد عبد الله قبلى, وإن كان عالما قلت هذا أعطي مالم
أبلغ ونال مالم أنال وعلم ما جهلت وهو يعمل بعلمه, وإن كان جاهلا هذا أعصى
الله بالجهل وأنا عصيته بالعلم ولا أدرى بما يحتمل لى ولا يحتمل له
Jikalau kamu berjumpa dengan seseorang maka hendaklah engkau melihat
keunggulannya dibanding denganmu. Dan katkanlah (dalam hati) bahwa
“orang itu lebih baik dari pada aku di mata Allah swt”. Maka apabila
(kamu berjumpa) dengan anak kecil, hendaklah berkata (dalam hati) dia
ini belum terlalu banyak maksyiyat (karena umurnya lebih muda) dan
otomatis dia lebih baik dari pada aku. Dan apabila (kamu berjumpa)
dengan orang tua, hendaklah berkata orang ini telah lama beribadah
kepada Allah sebelum aku (karena umurnya lebih tua, maka dia lebih baik
dia dari pada aku). Apabila (kamu berjumpa) dengan seorang yang ‘alim,
hendaklah berkata (dalam hati) dia telah diberi sesuatu (pengetahuan)
yang aku belum memilikinya dan dia telah memperoleh sesuatu yang aku
belum peroleh dan dia juga telah mengerti apa yang aku tidak mengerti.
Dia beamal dengan ilmunya (pastilah lebih diterima amalnya dari padaku).
Apabila (kamu berjumpa) dengan seorang yang bodoh, hendaklah berkata
dia maksyiat karena kebodohannya, sedangkan aku melakukan maksyiat
dengan ilmuku. Sungguh aku tidak tahu apakah aku lebih baik dari pada
dia?
Demikianlah khutbah sigkat kali ini, semoga bermanfaat bagi kita
semua. Ya Allah tunjukkanlah jalan kepada hambamu yang sombong ini jalan
menuju ketawadhu’an yang engkau ridhai. Karena sesungguhnya hanya
engkaulah yang mampu menjadikan kami orang yang bertawadhu.
بَارَكَ اللهُ لِيْ
وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا
ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي
وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ
وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا
كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ
فَياَ اَيُّهَا
النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى
وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ
وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ
ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ
سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ
اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ
اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ
وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ
لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ
عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ
مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ
كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ
وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ
مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا
خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ
اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ
لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ
وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ
وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ
اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ
وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar