Bepergian di Hari Jum’at
Sebagaimana telah ditetapkan oleh Islam bahwa hari Jum’at adalah hari yang paling istimewa (Sayyidul Ayam) dari pada hari-hari yang lain. Hari itu adalah hari berkumpulnya umat Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dalam
masjid-masjid mereka untuk menjalankan shalat jum’at dan sebelumnya
mendengarkan dua khutbah yang berisi wasiat taqwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan nasehat-nasehat serta doa.
قال تعالى : [ يَا
أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِنْ يَوْمِ
الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ]
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk
melaksanakan shalat dihari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah
dan tinggalkanlah jual beli.
Pada ayat ini Allah telah mengingatkan kita untuk menghormati hari
Jum’at dengan meninggalkan jual beli ketika telah mendengar seruan untuk
melaksanakan shalat Jum’at. Barulah setelah selesai menjalankan shalat
Jum’at kita kembali beraktivitas seperti biasanya.
Lalu bagaimanakah kejelasan tentang bepergian di hari Jum’at?
Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Hawi Al-Kabir menjelaskan empat
ketentuan-ketentuan bepergian dihari Jum’at. Dua diantaranya
memperbolehkan bepergian dihari Jum’at, satu diantaranya tidak
diperbolehkannya berpergian dan yang terakhir terdapat perbedaan antara
boleh dan tidaknya bepergian.
Bagi seseorang yang ingin bepergian dihari Jum’at dianjurkan
bepergian sebelum terbitnya fajar, karena dianggap belum masuk hari
Jum’at (masuk hari sebelumnya). Atau hendaknya bepergian setelah shalat
Jum’at.
جَازَ السَّفَرُ
قَبْلَ طُلُوْعِ الفَجْرِ، لِأَنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْيَوْمِ. وبعد صلاة
الجمعة ليقضى الفرض، فإذا بدأ بإنشاء السفر في هاتين الحالتين جاز.
Boleh bepergian sebelum terbitnya fajar, karena bukan termasuk
hari Jum’at dan boleh bepergian setelah shalat Jum’at, maka dalam dua
waktu ini Imam Al-Mawardi memperbolehkannya.
Selanjutnya adalah waktu yang tidak diperbolehkannya bepergian adalah
mulai tergelincirnya matahari (sesudah tengah hari) dimana menunjukkan
telah masuknya waktu shalat Jum’at sampai habisnya waktu shalat Jum’at.
Sedangkan dia tahu bahwa shalat Jum’at adalah fardlu dan memungkinkan
untuk mengerjakannya karena tidak ada udzur syar’i yang membuatnya boleh
meninggalkan shalat Jum’at.
وأما الحال التي لا يجوز له إنشاء السفر فيها: فهي من وقت زوال الشمس إلى أن يفوت إدراك الجمعة، لتعين فرضها وإمكان فعلها.
Waktu yang tidak diperbolehkan bepergian adalah mulai
tergelincirnya matahari sampai habisnya waktu shalat Jum’at, karena
hukumnya wajib dan tidak berhalangan.
Sedangkan yang terakhir adalah ketentuan yang masih diperdebatkan
oleh kalangan ulama’, maka cukuplah kita mengetahui waktu yang
diperbolehkan dan waktu yang tidak diperbolehkan untuk bepergian.
Namun demikian perkembangan zaman dan teknologi seolah telah
menghanyutkan sekat ruang dan waktu. Sekarang masjid dan shalat Jum’atan
terlaksana di setiap desa bahkan di kota-kota besar masjid terletak
saling berdekatan. Jika demikian apakah pelarangan bepergian di hari
jum’at masih relevan? Jika yang dikhawatirkan adalah tertinggalnya
shalat jum’at tentu tidak lagi, tetapi jika alasannya adalah untuk
menghormati hari jum’at itu adalah dua hal yang berbeda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar