Banyak dari kita yang selalu mencari seseorang pemimpin yang baik dan
the best dech pokoknya. Tapi, kita belum tau gimana ciri-ciri pemimpin
yang baik itu.
Biar kita gak pada salah milih pemimpin yang nantinya bikin kita
menyesal telah memilihnya. Mari kita baca terlebih dahulu ciri-ciri
pemimpin yang baik dan layak menjadi seorang pemimpin sejati.
1.Bertanggung Jawab
Biasanya seorang pemimpin memiliki rasa tanggung jawab yang besar di dalam dirinya.
Karena dia merasa bahwa apa yang telah diamanahkan kepadanya adalah
sebuah tanggung jawab yang harus di dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
Dan ia akan merasa bersalah jika amanah tersebut di tak dilaksanalkan.
2.Optimisme
Seorang pemimpin akan memandang masa depan adalah suatu kebaikan bagi
dirinya dan orang lain. Dan ia yakin bahwa masa depan jauh akan lebih
baik. Orang yang memiliki sifat optimisme akan sangat mempengaruhi
lingkungannya. Dan bisa mengajak lingkungannya. Sebab orang-orang akan
mau mengikuti seseorang yang bisa melihat masa depan dan memberitahukan
pada mereka bahwa di depan sana terbentang tempat yang lebih baik dan
mereka dapat mencapai tempat itu.
3.Integritas
Integritas adalah melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang Anda
katakan dengan Anda lakukan. Jadi Integritas bukan omong kosong atau
Bukan Bualan. Integritas membuat Anda dapat dipercaya. Integritas
membuat orang lain mengandalkan Anda. Integritas adalah penepatan
janji-janji Anda. Satu hal yang membuat sebagian besar orang enggan
mengikuti Anda adalah bila mereka tak sepenuhnya merasa yakin bahwa Anda
akan membawa mereka kepada tujuan yang Anda janjikan.
4.Menyukai perubahan
Pemimpin adalah mereka yang melihat adanya kebutuhan akan perubahan,
bahkan mereka bersedia untuk memicu perubahan itu. Sedangkan pengikut
lebih suka untuk tinggal di tempat mereka sendiri. Pemimpin melihat
adanya kebaikan di balik perubahan dan mengkomunikasikannya dengan para
pengikut mereka. Jika Anda tidak berubah, Anda takkan berkembang. Itulah
pola pikir seorang pemimpin yang menyukai perubahan.
5.Ulet dan pantang Menyerah
Kecenderungan dari pengikut adalah mereka menyerah saat sesuatunya
menjadi sulit. Ketika mereka mencoba untuk yang ke dua atau ke tiga
kalinya dan gagal, mereka lalu mencanangkan motto, “Jika Anda gagal di
langkah pertama, menyerahlah dan lakukan sesuatu yang lain.” Jelas saja
mereka melakukan itu, karena mereka bukan pemimpin. Para pemimpin itu
tahu apa yang ada di balik tembok batu, dan mereka akan selalu berusaha
menggapainya. Lalu mereka mengajak orang lain untuk terus berusaha. Dan
jelas seorang tidak akan menyerah begitu saja. Ia tidak gentar dengan
apa yang ia hadapi.
6.Berani menghadapi resiko
Kebanyakan orang menghindari resiko. Padahal, kapan pun kita mencoba
sesuatu yang baru, kita harus siap menghadapi resiko dan tidak takut
gagal. Keberanian untuk mengambil resiko adalah bagian dari pertumbuhan
yang teramat penting. Para pemimpin menghitung resiko dan keuntungan
yang ada di balik resiko. Sifat berani tersebut membuat ia selalu
memanadang setiap kejadian adalah peluang dan kesempatan.
7.Berdedikasi dan komit
Para pengikut menginginkan seseorang yang lebih mencurahkan perhatian
dan komitmen ketimbang diri mereka sendiri. Pengikut akan mengikuti
pemimpin yang senantiasa bekerja dan berdedikasi karena mereka melihat
betapa pentingnya pencapaian tugas-tugas dan tujuan
Jumat, 31 Agustus 2012
10 Kriteria Pemimpin Menurut Ajaran Islam
10 Kriteria Pemimpin Menurut Ajaran Islam
Setiap manusia yang terlahir dibumi dari yang pertama hingga yang terakhir adalah seorang pemimpin, setidaknya ia adalah seorang pemimpin bagi dirinya sendiri. Bagus tidaknya seorang pemimpin pasti berimbas kepada apa yang dipimpin olehnya. Karena itu menjadi pemimpin adalah amanah yang harus dilaksanakan dan dijalankan dengan baik oleh pemimpin tersebut,karena kelak Allah akan meminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya itu.
Dalam Islam sudah ada aturan-aturan yang berkaitan tentang pemimpin yang baik diantaranya :
1.Beriman dan Beramal Shaleh
Ini sudah pasti tentunya. Kita harus memilih pemimpin orang yang beriman, bertaqwa, selalu menjalankan perintah Allah dan rasulnya. Karena ini merupakan jalan kebenaran yang membawa kepada kehidupan yang damai, tentram, dan bahagia dunia maupun akherat. Disamping itu juga harus yang mengamalkan keimanannya itu yaitu dalam bentuk amal soleh.
2.Niat yang LurusHendaklah saat menerima suatu tanggung jawab, dilandasi dengan niat sesuai dengan apa yang telah Allah perintahkan.Karena suatu amalan itu bergantung pada niatnya, itu semua telah ditulis dalam H.R bukhari-muslimDari Amīr al-Mu’minīn, Abū Hafsh ‘Umar bin al-Khaththāb r.a, dia menjelaskan bahwa dia mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: “Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang hijrahnya karena urusan dunia yang ingin digapainya atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya tersebut” Karena itu hendaklah menjadi seorang pemimpin hanya karena mencari keridhoan ALLAH saja dan sesungguhnya kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan beban, bukan kesempatan dan kemuliaan.
3.Laki-Laki
Dalam Al-qur'an surat An nisaa' (4) :34 telah diterangkan bahwa laki laki adalah pemimpin dari kaum wanita.
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri (maksudnya tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya) ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara “(mereka; maksudnya, Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik).
Ayat ini menegaskan tentang kaum lelaki adalah pemimpin atas kaum wanita. Menurut Imam Ibnu Katsir, lelaki itu adalah pemimpin wanita, hakim atasnya, dan pendidiknya. Karena lelaki itu lebih utama dan lebih baik, sehingga kenabian dikhususkan pada kaum lelaki, dan demikian pula kepemimpinan tertinggi. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang wanita.”(Hadits Riwayat Al-Bukhari dari Hadits Abdur Rahman bin Abi Bakrah dari ayahnya).
4.Tidak Meminta JabatanRasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu,”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin.Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
5.Berpegang pada Hukum Allah.
Ini salah satu kewajiban utama seorang pemimpin.Allah berfirman,”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (al-Maaidah:49).
6.Memutuskan Perkara Dengan AdilRasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.” (Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).
7.Menasehati rakyat
Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya).”
8.Tidak Menerima HadiahSeorang rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati.Oleh karena itu, hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya.Rasulullah bersabda,” Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat Thabrani).
9.Tegas
ini merupakan sikap seorang pemimpin yang selalu di idam-idamkan oleh rakyatnya. Tegas bukan berarti otoriter, tapi tegas maksudnya adalah yang benar katakan benar dan yang salah katakan salah serta melaksanakan aturan hukum yang sesuai dengan Allah, SWT dan rasulnya.
10.Lemah LembutDoa Rasullullah,’ Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya.
Selain poin- poin yang ada di atas seorang pemimpin dapat dikatakan baik bila ia memiliki STAF. STAF disini bukanlah staf dari pemimpin, melainkan sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin tersebut. STAF yang dimaksud di sini adalah Sidiq(jujur),Tablig(menyampaikan),amanah(dapat dipercaya),fatonah(cerdas)
Sidiq itu berarti jujur. Bila seorang pemimpin itu jujur maka tidak adalagi KPK karena tidak adalagi korupsi yang terjadi dan jujur itu membawa ketenangan, kitapun diperintahkan jujur walaupun itu menyakitkan.Tablig adalah menyampaikan, menyampaikan disini dapat berupa informasi juga yang lain. Selain menyampaikan seorang pemimpin juga tidak boleh menutup diri saat diperlukan rakyatnya karena Rasulullah bersabda,”Tidaklah seorang pemimpin atau pemerintah yang menutup pintunya terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinan kecuali Allah akan menutup pintu-pintu langit terhadap kebutuhan, hajat, dan kemiskinannya.” (Riwayat Imam Ahmad dan At-Tirmidzi).Amanah berarti dapat dipercaya. Rasulullah bersabda,” Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka.” (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim). Karena itu seorang pemimpin harus ahli sehingga dapat dipercaya.Fatonah ialah cerdas. Seorang pemimpin tidak hanya perlu jujur, dapat dipercaya, dan dapat menyampaikan tetapi juga cerdas. Karena jika seorang pemimpin tidak cerdas maka ia tidak dapat menyelesaikan masalah rakyatnya dan ia tidak dapat memajukan apa yang dipimpinnya.
Setelah kita mengetahui sebagian ciri- ciri pemimpin menurut islam. Marilah kita memilih dan membuat diri kita mendekati bahkan jika bisa menjadi seperti ciri- ciri pemimpin diatas karena kita merupakan Mahasiswa dan sebagai penerus bangsa.
Kriteria Memilih Pemimpin Dalam Islam
Kriteria Memilih Pemimpin Dalam Islam
Memilih pemimpin dalam islam bukanlah perkara sederhana, ia merupakan
hajat besar kehidupan manusia. Memilih pemimpin tidak sekedar perkara
cabang dalam agama, namun bagian dari masalah prinsip.
Firman
Allah : "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi
agama bagimu." (QS Al-Maidah :3)
Ayat tersebut turun beberapa bulan sebelum Rasulullah wafat, tepatnya pada waktu haji wada' (haji perpisahan). Yang mana dengan turunnya ayat tersebut menunjukan bahwa agama Islam ini telah sempurna tidak kurang sedikitpun.
Ayat tersebut turun beberapa bulan sebelum Rasulullah wafat, tepatnya pada waktu haji wada' (haji perpisahan). Yang mana dengan turunnya ayat tersebut menunjukan bahwa agama Islam ini telah sempurna tidak kurang sedikitpun.
Agama Islam adalah agama yang universal (syamil), yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia baik yang berhubungan dengan Allah (Hablu minallah) atau pun yang berhubungan dengan manusia (Hablu minannas). Mengatur manusia dari tata-cara masuk toilet sampai tata cara memilih pemimpin.
Memilih pemimpin dalam islam bukanlah perkara sederhana, ia merupakan hajat besar kehidupan manusia. Memilih pemimpin tidak sekedar perkara cabang dalam agama, namun bagian dari masalah prinsip. Dalam komunitas kecil saja kita diperintahkan untuk memilih seseorang menjadi pemimpin, sebagaimana Rasulullah bersabda : “Tidak boleh bagi tiga orang berada dimanapun di bumi ini, tanpa mengambil salah seorang diantara mereka sebagai amir (pemimpin) ”. (HR Ahmad), apalagi memilih pemimpin untuk mengurus ummat ini.
Sungguh, penisbatan berkhianat kepada Allah , Rasul-Nya dan kaum mukminin, merupakan ancaman keras bagi siapapun yang tidak bertanggung jawab dalam memilih pemimpin, sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas: “Barangsiapa memilih seseorang menjadi pemimpin untuk suatu kelompok, yang di kelompok itu ada orang yang lebih diridhai Allah dari pada orang tersebut, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.” (HR. Hakim)
Dalam hadits lain Rasulullah. bersabda, sebagaimana
dituturkan oleh Abu Hurairah.: “Dulu Bani Israil selalu dipimpin dan
dipelihara urusannya oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal,
ia digantikan oleh nabi yang lain. Sesungguhnya tidak akan ada nabi
sesudahku. Akan tetapi, nanti akan ada banyak khalifah. “Para sahabat
bertanya, “Apakah yang Engkau perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab,
“Penuhilah baiat yang pertama dan yang pertama itu saja. Berikanlah
kepada mereka haknya, karena Allah nanti akan menuntut
pertanggungjawaban mereka atas rakyat yang dibebankan urusannya kepada
mereka.” (HR Muslim).
Dari hadis di atas, tampak bahwa Islam memiliki ciri khas tersendiri dalam perkara kepemimpinan. Yaitu keharusan adanya seorang pemimpin dalam seluruh perkara, apalagi perkara besar seperti negara. Sebab, tidak akan ada gunanya pelaksanaan suatu sistem apabila tidak ada orang yang memimpin pelaksanaan sistem tersebut.
Seorang pemimpin adalah pribadi yang sangat menentukan bagi suatu umat atau bangsa.
Menentukan karena dengannya sebuah Negara bisa maju atau mundur. Bila seorang pemimpin tampil lebih memihak kepada kepentingan dirinya, tidak bisa tidak rakyat pasti terlantar. Sebaliknya bila seorang pemimpin lebih berpihak kepada rakyatnya, maka keadilan pasti ia tegakkan.
Dari hadis di atas, tampak bahwa Islam memiliki ciri khas tersendiri dalam perkara kepemimpinan. Yaitu keharusan adanya seorang pemimpin dalam seluruh perkara, apalagi perkara besar seperti negara. Sebab, tidak akan ada gunanya pelaksanaan suatu sistem apabila tidak ada orang yang memimpin pelaksanaan sistem tersebut.
Seorang pemimpin adalah pribadi yang sangat menentukan bagi suatu umat atau bangsa.
Menentukan karena dengannya sebuah Negara bisa maju atau mundur. Bila seorang pemimpin tampil lebih memihak kepada kepentingan dirinya, tidak bisa tidak rakyat pasti terlantar. Sebaliknya bila seorang pemimpin lebih berpihak kepada rakyatnya, maka keadilan pasti ia tegakkan.
Sungguh
benar perumpamaan yang mengatakan bahwa pemimpin adalah nakhoda bagi
sebuah kapal. Sebab Negara ibarat kapal yang didalamnya banyak
penumpang. Para penumpang seringkali tidak tahu apa-apa. Maka selamat
tidaknya sebuah kapal tergantung nakhodanya. Bila nakhodanya berusaha
untuk menabrakkan kapal ke sebuah karang, tentu bisa dipastikan bahwa
kapal itu akan tenggelam dan semua penumpang akan sengsara.
Oleh karena Untuk dapat menghasilkan pemimpin yang dapat memikul amanah yang dipercayakan kepadanya. Dalam memilih pemimpin Alquran dan Hadits telah memberikan petunjuk, baik secara tersirat maupun tersurat.
Diantara kriteria pemimpin yang harus kita pilih adalah :
1. Seorang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
Karena ini merupakan jalan kebenaran yang membawa kepada kehidupan yang damai, tentram dan bahagia dunia maupun akherat. Disamping itu juga harus yang mengamalkan keimanannya itu yaitu dalam bentuk amal saleh. Allah berfirman : “Dan jadikanlah kami sebagai imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Furqan : 74). Dalam ayat lain Allah berfirman : “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).” (QS Ali Imran )
2. Berilmu
Yang dimaksud dengan ilmu tidaklah hanya terbatas pada al-tsaqafah (wawasan). Wawasan hanyalah sarana menuju ilmu. Ilmu pada dasarnya adalah rasa takut kepada Allah. Karena itulah Allah berfirman,”Yang takut kepada Allah diantara para hamba-Nya hanyalah para ulama” (QS. Faathir: 28). Ibnu Mas’ud pun mengatakan,”Bukanlah ilmu itu dengan banyaknya riwayat, akan tetapi ilmu adalah rasa takut kepada Allah”.Marilah kita tengok bagaimanakah kriteria para penguasa yang digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Dalam hal ini kita akan mengamati sosok Raja Thalut (QS. Al-Baqarah: 247), Nabi Yusuf (QS. Yusuf: 22), Nabi Dawud dan Sulaiman (Al-Anbiya’: 79, QS Al-Naml: 15).
3. Memiliki kekuatan Fisik (sehat jasmani dan rohani)
Ini terungkap dalam Alquran surat Al-Qashash ayat 26 : “Sesungguhnya orang yang paling baik engkau tugaskan adalah yang kuat…”. Kekuatan fisik merupakan syarat utama dalam memegang tanggung jawab berat mengurus umat. Dengan stamina yang prima pemimpin akan maksimal mencurahkan tenaga, pikiran dan waktunya mengurus umat. Bukan sebaliknya, umat yang memikirkan dan mengurus pemimpin yang sakit-sakitan. Kriteria kuat fisik ini menjadi salah satu alasan Nabi untuk tidak memberikan jabatan kepada Abu Dzar. “Wahai Abu Dzar, aku melihat engkau lemah. Aku suka untukmu apa yang aku suka untuk diriku. Karena itu, jangan memimpin (walau) dua orang dan jangan pula menjadi wali bagi harta anak yatim” (HR Bukhari Muslim).
4. Bersikap adil, jujur dan dapat dipercaya
Allah berfirman : “Sesungguhnya engkau menurut penilaian kami adalah orang yang kuat lagi terpecaya” (QS. Yusuf: 54). Sifat terpercaya berkaitan dengan kemampuan mengendalikan diri, tidak menyelewengkan jabatan untuk mencari keuntungan secara tidak sah. Allah berfirman : “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh) apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia, supaya menetapkan dengan adil” (Qs. An-Nisa : 59). Rasulullah bersabda tentang pemimpin yang adil : “Orang yang bakal paling dikasihi oleh Allah dan yang paling dekat di sisi-Nya kelak pada hari berhisab ialah pemimpin yang adil, dan orang yang bakal paling dibenci Allah pada hari berhisab dan bakal menerima siksa azab yang sangat pedih adalah para pemimpin yang dzalim.” (HR Tirmidzi)
5. Konsekuen memikul tanggung jawab (Amanah
Maksudnya adalah melaksanakan aturan-turan yang ada dengan sebaik-baiknya dan bertanggungjawab terhadap peraturan yang telah dibuat. Dan tentunya peraturan yang dibuat itu yang berpihak kepada rakyat dan tidak bertentangan dengan hukum Allah dan rasul-Nya.
6. Memiliki keberanian (tegas) menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar
Syarat terakhir yaitu keberanian karena tanpa keberanian, segala sifat-sifat terdahulu tidak akan dapat dijalankan secara efektif. Tegas bukan berarti otoriter, tapi tegas maksudnya adalah yang benar katakan benar dan yang salah katakan salah serta melaksanakan aturan hukum yang sesuai dengan hukum Allah dan rasul-Nya.
Oleh karena Untuk dapat menghasilkan pemimpin yang dapat memikul amanah yang dipercayakan kepadanya. Dalam memilih pemimpin Alquran dan Hadits telah memberikan petunjuk, baik secara tersirat maupun tersurat.
Diantara kriteria pemimpin yang harus kita pilih adalah :
1. Seorang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
Karena ini merupakan jalan kebenaran yang membawa kepada kehidupan yang damai, tentram dan bahagia dunia maupun akherat. Disamping itu juga harus yang mengamalkan keimanannya itu yaitu dalam bentuk amal saleh. Allah berfirman : “Dan jadikanlah kami sebagai imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS Al-Furqan : 74). Dalam ayat lain Allah berfirman : “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).” (QS Ali Imran )
2. Berilmu
Yang dimaksud dengan ilmu tidaklah hanya terbatas pada al-tsaqafah (wawasan). Wawasan hanyalah sarana menuju ilmu. Ilmu pada dasarnya adalah rasa takut kepada Allah. Karena itulah Allah berfirman,”Yang takut kepada Allah diantara para hamba-Nya hanyalah para ulama” (QS. Faathir: 28). Ibnu Mas’ud pun mengatakan,”Bukanlah ilmu itu dengan banyaknya riwayat, akan tetapi ilmu adalah rasa takut kepada Allah”.Marilah kita tengok bagaimanakah kriteria para penguasa yang digambarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Dalam hal ini kita akan mengamati sosok Raja Thalut (QS. Al-Baqarah: 247), Nabi Yusuf (QS. Yusuf: 22), Nabi Dawud dan Sulaiman (Al-Anbiya’: 79, QS Al-Naml: 15).
3. Memiliki kekuatan Fisik (sehat jasmani dan rohani)
Ini terungkap dalam Alquran surat Al-Qashash ayat 26 : “Sesungguhnya orang yang paling baik engkau tugaskan adalah yang kuat…”. Kekuatan fisik merupakan syarat utama dalam memegang tanggung jawab berat mengurus umat. Dengan stamina yang prima pemimpin akan maksimal mencurahkan tenaga, pikiran dan waktunya mengurus umat. Bukan sebaliknya, umat yang memikirkan dan mengurus pemimpin yang sakit-sakitan. Kriteria kuat fisik ini menjadi salah satu alasan Nabi untuk tidak memberikan jabatan kepada Abu Dzar. “Wahai Abu Dzar, aku melihat engkau lemah. Aku suka untukmu apa yang aku suka untuk diriku. Karena itu, jangan memimpin (walau) dua orang dan jangan pula menjadi wali bagi harta anak yatim” (HR Bukhari Muslim).
4. Bersikap adil, jujur dan dapat dipercaya
Allah berfirman : “Sesungguhnya engkau menurut penilaian kami adalah orang yang kuat lagi terpecaya” (QS. Yusuf: 54). Sifat terpercaya berkaitan dengan kemampuan mengendalikan diri, tidak menyelewengkan jabatan untuk mencari keuntungan secara tidak sah. Allah berfirman : “Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (menyuruh) apabila kamu menetapkan hukum diantara manusia, supaya menetapkan dengan adil” (Qs. An-Nisa : 59). Rasulullah bersabda tentang pemimpin yang adil : “Orang yang bakal paling dikasihi oleh Allah dan yang paling dekat di sisi-Nya kelak pada hari berhisab ialah pemimpin yang adil, dan orang yang bakal paling dibenci Allah pada hari berhisab dan bakal menerima siksa azab yang sangat pedih adalah para pemimpin yang dzalim.” (HR Tirmidzi)
5. Konsekuen memikul tanggung jawab (Amanah
Maksudnya adalah melaksanakan aturan-turan yang ada dengan sebaik-baiknya dan bertanggungjawab terhadap peraturan yang telah dibuat. Dan tentunya peraturan yang dibuat itu yang berpihak kepada rakyat dan tidak bertentangan dengan hukum Allah dan rasul-Nya.
6. Memiliki keberanian (tegas) menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar
Syarat terakhir yaitu keberanian karena tanpa keberanian, segala sifat-sifat terdahulu tidak akan dapat dijalankan secara efektif. Tegas bukan berarti otoriter, tapi tegas maksudnya adalah yang benar katakan benar dan yang salah katakan salah serta melaksanakan aturan hukum yang sesuai dengan hukum Allah dan rasul-Nya.
Cara Sahabat Umar Memilih Khalifah Penggantinya.
Cara Sahabat Umar Memilih Khalifah Penggantinya.
Yang pasti bukan dengan demokrasi (demos= rakyat, kratos=kekuasaan). Karena prinsip demokrasi tidaklah sesuai dengan prinsip Islam, dalam Islam tidak mengenal istilah "vox populi vox dei", suara rakyat adalah suara Tuhan.
Berkenaan dengan tata cara pemilihan kepala pemerintahan, berikut ini adalah kisah bagaimana sahabat Umar ketika mengakhiri jabatannya melakukan pemilihan khalifah pengganti dirinya.
Ketika khalifah Umar sedang kritis setelah ditikam oleh Abu Lu’lu, seorang Majusi, budak dari Mughirah bin Syu’bah, ketika sedang memimpin sholat Subuh, maka beliau ditanya oleh sebagian orang Sahabat.
Mereka berkata: Berwasiatlah, wahai Amirul Mukminin, carilah pengganti.
Ia menjawab: Saya tidak mendapatkan orang yang lebih berhak dengan urusan ini daripada sekumpulan orang yang ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam meninggal dunia beliau meridhai mereka. Kemudian Umar menyebut nama Ali, Utsman, Zubair, Thalhah, Sa’d, dan Abdurrahman. [HR Bukhari]
Beliau kemudian menunjuk Ibnu Umar sebagai saksi dan tidak diperbolehkan melakukan campur tangan dalam urusan ini (yakni ikut sebagai calon pengganti Umar, Subhanallah, demikian wara’nya Umar sehingga melarang anaknya sendiri untuk ikut dalam pemilihan kekhalifahan).
Keenam sahabat tersebut, adalah para pembesar sahabat, dan mereka adalah orang-orang yang ’alim terhadap ilmu agama dan pemerintahan. Belakangan inilah yang kemudian dikenal dengan majelis Syura, yakni majelis yang beranggotakan para ahli ilmu untuk masalah pemerintahan.
Bagaimana jalannya pemilihan khalifah selanjutnya?
Masih dalam hadits riwayat Imam Bukhari dalam bab keutamaan sahabat Utsman, diceritakan proses pemilihan tersebut.
Ketika selesai dikuburkan, berkumpullah sekawanan orang tersebut.
Abdurrahman berkata,”Jadikanlah urusan (pilihanmu)kepada tiga orang dari kamu.”
Zubair menjawab,”Aku menjadikan pilihanku kepada Ali.”
Thalhah berkata,”Sungguh aku menjadikan pilihanku kepada Utsman.”
Sa’d berkata:”Aku menjadikan pilihanku kepada Abdurrahman bin Auf.”
Kemudian Abdurrahman berkata:”Siapapun (dari) kamu yang terlepas dari urusan pilihan ini, maka kami akan menjadikan urusan kepemimpinan kepadanya, semoga Allah dan Islam akan mengawasinya.
Lalu terdiamlah kedua orang tua itu (pent. Ali dan Utsman).
Abdurrahman berkata,”Apakah kalian hendak menjadikan urusan kepemimpinan kepadaku? Semoga Allah mengawasiku agar aku tidak lengah memilih kalian yang paling utama.”
Mereka berdua menjawab,”Ya.”
Kemudian ia (Abdurrahman) memegang tangan salah satunya, lalu berkata,”Engkau mempunyai ikatan keluarga dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dan lebih dahulunya pengetahuanmu dalam (masalah) Islam, semoga Allah mengawasimu. Bila aku menjadikanmu seorang amir tentu kamu akan berlaku adil dan bila aku menjadikan Utsman sebagai amir, tentu kamu akan mendengarkan dan mentaatinya.”
Kemudian ia menyendiri bersama yang lainnya, lalu berkata (seperti yang telah disebutkan). Dan ketika ia mengambil sumpah (janji), maka ia berkata,” Angkatlah tanganmu wahai Utsman.” Lalu ia membai’atnya, lalu Ali dan penduduk kampung masuk lalu membai’atnya.
[HR Bukhari]
* * * * *
Jadi ketika Umar radhiyallahu anhu memilih enam orang sahabat untuk menentukan siapa pengganti dirinya, maka keenam orang ini kemudian berkumpul untuk menentukan siapa diantara mereka yang akan menjadi pengganti Umar.
Abdurrahman kemudian mengajukan usul agar 3 (tiga) orang dari 6 (enam) orang ini mundur dari kandidat. Ini adalah siyasah syar’iyah, dimana dengan mundurnya 3 orang akan memperkecil potensi friksi yang akan terjadi diantara mereka. Maka mundurlah Zubair, Thalhah dan Sa’d bin Abi Waqqash, masing-masing memberikan dukungan kepada Ali, Utsman dan Abdurrahman dengan satu suara.
Kemudian Abdurrahman berkata kepada Ali dan Utsman, siapa diantara mereka yang mau mengindurkan diri dari pencalonan. Ternyata keduanya diam saja. Abdurrahman kemudian bertanya apakah mereka berdua mewakilkan dirinya untuk melakukan pemilihan? Maka sepakat keduanya memberikan kewenangan kepada Abdurrahman bin Auf untuk memilih antara Ali dan Utsman (karena dengan demikian Abdurrahman sekaligus mengundurkan diri dari pemilihan).
Baru kemudian pilihan dijatuhkan kepada Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga dalam sejarah Islam.
Demikianlah prosesi pemilihan khalifah ketiga yang dilakukan oleh Umar dengan memilih enam orang pembesar sahabat untuk menentukan siapa pengganti dirinya.
Kita juga mengenal cara pemilihan langsung oleh khalifah yang diganti dengan menunjuk langsung penggantinya, sebagaimana dilakukan oleh sahabat Abu Bakar Ash Shiddiq kepada Umar bin Khattab radiyallahu anhuma.
Dan patut dicatat, bahwa sistem pemerintahan dalam kekhalifahan ini berlangsung sesuai dengan umur dari sang khalifah yang artinya tidak diganti melainkan jika si pemimpin ini sudah menemui batas usianya/wafat.
Mudah-mudahan ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan kita akan bagaimana pelaksanaan mencari pemimpin ummat sepeninggal Nabi dan para Sahabatnya ridwanullah alaihim ajma’in.
Kamis, 23 Agustus 2012
pidato Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw
Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw
Assalamu
Alaikum wr.Wb
Tiada
kata yang pantas untuk diucapkan kecuali memanjatkan puji syukur kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan segala rohmat, taufiq, dan hidayahnya kepada kita sekalian.
Sehingga kita masih dapat menikmati anugrah terindahnya berupa kesehatan serta
oksigen yang kita hirup tanpa harus membayar sepeserpun.
Solawat
serta salam mudah-mudahan tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi
besar
kita Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita dari jalan yang gelap gulita menuju
jalan yang terang benderang
Bapak-bapak,
Ibu-ibu, para hadirin yang saya hormati.
Tanggal
12 Rabiul Awal 14... H, bertepatan pada tanggal … seluruh kaum muslim
merayakan maulid Nabi Muhammad SAW, tidak lain merupakan warisan peradaban
Islam yang dilakukan secara turun temurun.
Dalam
catatan historis, Maulid dimulai sejak zaman kekhalifahan Fatimiyah di bawah pimpinan
keturunan dari Fatimah az-Zahrah, putri Muhammad. Perayaan ini dilaksanakan
atas usulan panglima perang, Shalahuddin al-Ayyubi (1137M-1193 M), kepada
khalifah agar mengadakan peringatan hari kelahiran Muhammad. Tujuannya
adalah untuk mengembalikan semangat juang kaum muslimin dalam perjuangan
membebaskan Masjid al-Aqsha di Palestina dari cengkraman kaum Salibis. Yang
kemudian, menghasilkan efek besar berupa semangat jihad umat Islam menggelora
pada saat itu.
Secara
subtansial, perayaan Maulid Nabi adalah sebagai bentuk upaya untuk mengenang akan
keteladanan Muhammad sebagai pembawa ajaran agama Islam. Tercatat dalam sepanjang
sejarah kehidupan, bahwa nabi Muhammad adalah pemimin besar yang sangat
luar biasa dalam memberikan teladan agung bagi umatnya.
Dalam
konteks ini, Maulid harus diartikulasikan sebagai salah satu upaya transformasi diri
atas kesalehan umat. Yakni, sebagai semangat baru untuk membangun nilai-nilai profetik
agar tercipta masyarakat madani (Civil Society) yang merupakan bagian dari demokrasi
seperti toleransi, transparansi, anti kekerasan, kesetaraan gender, cinta lingkungan,
pluralisme, keadilan sosial, ruang bebas partisipasi, dan humanisme. Dalam
tatanan sejarah sosio antropologis Islam, Muhammad dapat dilihat dan dipahami
dalam dua dimensi sosial yang berbeda dan saling melengkapi.
Pertama,
dalam perspektif teologis-religius, Muhammad dilihat dan dipahami sebagai sosok
nabi sekaligus rasul terakhir dalam tatanan konsep keislaman. Hal ini memposisikan
Muhammad sebagai sosok manusia sakral yang merupakan wakil Tuhan di
dunia yang bertugas membawa, menyampaikan, serta mengaplikasikan segala bentuk pesan
“suci” Tuhan kepada umat manusia secara universal.
Kedua,
dalam perspektif sosial-politik, Muhammad dilihat dan dipahami sebagai sosok politikus
andal. Sosok individu Muhammad yang identik dengan sosok pemimpin yang adil,
egaliter, toleran, humanis, serta non-diskriminatif dan hegemonik, yang
kemudian mampu membawa tatanan masyarakat sosial Arab kala itu
menuju suatu tatanan masyarakat sosial yang
sejahtera dan tentram.
Tentu,
sudah saatnya bagi kita untuk mulai memahami dan memperingati Maulid
secara
lebih mendalam dan fundamental, sehingga kita tidak hanya memahami dan memperingatinya
sebatas sebagai hari kelahiran sosok nabi dan rasul terakhir yang sarat
dengan serangkaian ritual-ritual sakralistik-simbolik keislaman semata, namun menjadikannya
sebagai kelahiran sosok pemimpin.
Karena
bukan menjadi rahasia lagi bila kita sedang membutuhkan sosok pemimpin bangsa
yang mampu merekonstruksikan suatu citra kepemimpinan dan masyarakat sosial
yang ideal, egaliter, toleran, humanis dan nondiskriminatif, sebagaimana dilakukan
Muhammad untuk seluruh umat manusia.
Kontekstualisasi
peringatan Maulid tidak lagi dipahami dari perspektif keislaman saja, melainkan
harus dipahami dari berbagai perspektif yang menyangkut segala persoalan.
Misal,
politik, budaya, ekonomi, maupun agama.
Bapak-bapak,
Ibu-ibu, para hadirin yang saya cintai.
Nabi
Muhammad dilahirkan ke dunia.
Datangnya
membawa tugas.
Perginya
meninggalkan bekas.
Datangnya
membawa tugas yang diselesaikan dalam 23 tahun.
Datangnya
ke dunia diperintah untuk memperbaiki budi pekerti (sholihah Akhlak)
supaya
ummat ini menjadi umat yang sopan santun (makarimal akhlak)
Sopan
terhadap siapa?
Sopan
terhadap Alloh yang telah menciptakan kita
Sopan
terhadap Rosululloh
Sopan
terhadap agama yang
kita peluk masing-masing
Sopan
terhadap diri sendiri
Sopan
terhadap orangtua
Sopan
terhadap masyarakat
Sopan
terhadap ibu pertiwi
Sopan
terhadap negara.
Sopan terhadap Alloh.
Contohnya
bagaimana kita sebelum makan berdoa dulu bismillahirrohmanirrohim.
Dengan
nama Alloh Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah adalah bentuk kesopanan
kita
kepada Alloh.
Dalam
pembukaan UUD 1945 menyebutkan atas berkat Rohmat Alloh Yang Maha
Kuasa
merupakan bentuk kesopanan para pendahulu kita kepada Alloh. Mereka
mengakui
bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia
ini bukan karena pemberian sekutu,
bukan
pemberian Jepang dan bukan semata-mata karena perjuangan bangsa Indonesia
melawan
Belanda. Tapi adalah karena Rohmat Alloh Yang Maha Kuasa.
Ada orang yang berpidato menyebutkan
bahwa kemerdekaan bangsa Indonesia
adalah
karena
hasil perjuangan rakyat Indonesia
adalah bentuk ketidak-sopanan kepada Alloh.
Sopan terhadap Rosululloh,
Rosul
merupakan pintu gerbang agung agama. Maka sudah sepantasnya kita sopan
kepada
Rosululloh
agama,
itu adalah kebohongan. Itu adalah atas nama hawa nafsu mereka sendiri
Semua
agama mengajarkan kesucian. Karena itu kita harus sopan dalam beragama
Demonstrasi
dengan meneriakkan Allohu Akbar sambil saling memukul,
menghancurkan,
itu juga bentuk ketidak-sopanan kepada agama. Kalimat Allohu Akbar
adalah
kalimat pertama yang dibaca pada waktu sholat, bagaimana bisa digunakan
untuk
sesuatu seperti itu. Kalau tidak setuju dengan sesuatu, maka lakukan dengan
sopan
pula. Penggusuran dengan meneriakkan Allohu Akbar, ini kan pelecehan
terhadap
agama. Ketidaksopanan kepada agama. Mereka tidak menyadari bahwa
dengan
berbuat seperti itu mereka telah berbuat tidak sopan kepada agama.
Sopan kepada diri sendiri
Bagaimana
kita diperintah untuk menutup aurat adalah bentuk kesopanan pada diri
sendiri
dan sebaik-baik pakaian adalah pakaian takwa. Tujuh lapis langit dan tujuh
lapis
bumi
yang diciptakan Alloh ini ibarat sepet (kulit
sabut kelapa-red.), sedangkan
berliannya
adalah manusia, maka sopanlah kepada diri sendiri.
Sopan kepada orang tua
Jangan
sampai kita durhaka seperti kisah bagaimana seorang dari desa yang berhasil
menyekolahkan
anaknya sampai menjadi sarjana dan orang yang sukses. Tapi ketika
orang
tuanya datang tidak dihormati malah diusir. Ketidak-relaan orang tua
menyebabkan
anak itu dan keluarganya diazab Alloh dengan dihancurkan rumah dan
keluarganya.
Padahal seharusnya si anak bangga dengan orang tuanya yang tinggal di
desa
tersebut karena telah berhasil mendidik anaknya menjadi orang yang sukses
dibandingkan
dengan orang kota
yang belum tentu berhasil mendidik anaknya menjadi
orang
yang sukses.
Sopan kepada masyarakat
Dalam
kehidupan ini kita tidak bisa keluar dari masyarakat, maka kita harus sopan
kepada
masyarakat.
Sopan kepada ibu pertiwi
Hadis
Cinta tanah air bagian dari iman adalah bentuk kesopanan kepada ibu pertiwi.
Pendahulu
kita memberikan lambang negara berbentuk Garuda Pancasila
melambangkan
jiwa yang besar. Namun yang terjadi sekarang jiwa bangsa Indonesia
sedang
sakit kronis dengan semakin berkurangnya rasa Cinta Tanah Air
Di
zaman sekarang ini globalisasi adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Namun
tak
ada
satu negara pun yang mau dilibas oleh negara lain. Satu-satunya cara adalah
dengan
menumbuhkan Cinta Tanah Air. Jepang,
Korea tidak
sampai terlibas dalam era
globalisasi
karena mereka mempunyai akar yang kuat dengan Cinta Tanah Air.
Sedangkan
pada siapa kita diajar untuk santun?
Kita
diajar santun kepada anak-anak yatim
Kita
diajar santun kepada para fakir miskin
Kita
diajar santun kepada orang-orang yang teraniaya
Kita
diajar santun kepada orang-orang yang terkena bencana.
Semoga
uraian ini bermanfaat. Mohon maaf jika ada kata-kata yang kurang berkenan.
Assalamu
alaikum wr. wb.
KHUTBAH JUMAT BULAN SYAWAL
KHUTBAH PERTAMA
الحمد لله ربِّ العالمين والْعاقِبَةُ لِلْمُتَّقين ولا عُدْوانَ إلَّا عَلى الظَّالمِين وأشهد أنْ لا إله إلاالله وحده لا شريك له ربَّ الْعالمين وإلَهَ المُرْسلين وقَيُّوْمَ السَّمواتِ والأَرَضِين وأشهد أن محمدا عبده ورسوله المبعوثُ بالكتابِ المُبين الفارِقِ بَيْنَ الهُدى والضَّلالِ والْغَيِّ والرَّشادِ والشَّكِّ وَالْيَقِين والصَّلاةُ والسَّلامُ عَلى حَبِْيبِنا و شَفِيْعِنا مُحمَّدٍ سَيِّدِ المُرْسلين و إمامِ المهتَدين و قائِدِ المجاهدين وعلى آله وصحبه أجمعين
فياأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا قَوِيًّا. فقال الله تعالى في كتابه الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ،
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Kini kita tengah berada di Jum'at ke..... bulan Syawal 14... H. ..... hari sudah Ramadhan meninggalkan kita. Tanpa adanya kepastian apakah di tahun mendatang kita masih bisa berjumpa dengannya, menggapai keutamaan-keutamaannya, memenuhi nuansa ibadah yang dibawanya, ataukah justru Allah telah memanggil kita. Kita juga tidak pernah tahu dan tidak pernah mendapat kepastian apakah ibadah-ibadah kita selama bulan Ramadhan diterima oleh Allah SWT atau tidak. Dua ketidakpastian inilah yang membuat sebagian salafus shalih berdoa selama enam bulan sejak Syawal hingga Rabiul Awal agar ibadahnya selama bulan Ramadhan diterima, lalu dari Rabiul Awal hingga sya'ban berdoa agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan berikutnya.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Arti syawal adalah peningkatan. Demikianlah seharusnya. Paska Ramadhan, diharapkan orang-orang yang beriman meraih derajat taqwa, menjadi muttaqin. Hingga mulai bulan Syawal kualitasnya meningkat. Kualitas ibadah, juga kualitas diri seseorang. Bukankah orang kemuliaan seseorang tergantung pada ketaqwaannya?
...Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu ialah orang yang paling bertaqwa… (QS. Al-Hujurat : 13)
Akan tetapi, yang kita lihat di masyarakat justru sebaliknya. Syawal menjadi bulan penurunan. Penurunan ibadah, juga penurunan kualitas diri. Diantara indikatornya yang sangat jelas adalah perayaan idul Fitri dengan musik dan tarian, dibukanya tempat-tempat hiburan yang sebulan sebelumnya ditutup. Kemaksiatan seperti itu justru langsung ramai sejak hari pertama bulan Syawal. Na'udzubillah! Lalu setelah itu, masjid-masjid akan kembali sepi dari jamaah shalat lima waktu. Umpatan, luapan emosional, dan kemarahan kembali "membudaya". Bukankah ini semua bertolak belakang dengan arti Syawal? Bukankah ini seperti mengotori kain putih yang tadinya telah dicuci dengan sebaik-baiknya? Jadilah ia kembali penuh noda. Jadilah ia kembali menghitam dan semakin memburam.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Fenomena itu sesungguhnya juga menunjukkan kepada kita, bahwa puasa orang yang demikian tidak berhasil. Tidak mampu mengantarkan seseorang meraih derajat taqwa, atau mendekatinya. Fenomena itu menjadi indikator yang mudah diketahui oleh siapa saja yang mau memperhatikan dengan seksama. Kita juga bisa menggunakan hadits Nabi sebagai kaidah yang seharusnya kita perhatikan sebaik-baiknya: "Barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka celakalah ia."
Lalu bagaimana amal seorang muslim di bulan Syawal? Berangkat dari kaidah umum dari hadits Nabi tersebut, dan sekaligus sejalan dengan makna syawal, maka harus ada peningkatan di bulan ini. Dan peningkatan itu tidak lain adalah berangkat dari sikap istiqamah. Menetapi agama Allah, berjalan lurus di atas ajarannya.
Bentuk sikap istiqamah ini dalam amal adalah dengan mengerjakannya secara kontinyu, terus-menerus.
Maka amal-amal yang telah kita biasakan di bulan Ramadhan, hendaknya tetap dipertahankan selama bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya. Tilawah kita yang setiap hari. Shalat malam yang sebelumnya kita selalu melaksanakan tarawih, di bulan Syawal ini hendaknya kita tidak meninggalkan shalat tahajud dan witirnya. Infaq dan shadaqah yang telah kita lakukan juga kita pertahankan. Demikian pula nilai-nilai keimanan yang tumbuh kuat di bulan Ramadhan. kita tak takut lapar dan sakit karena kita bergantung pada Allah selama puasa Ramadhan. Kita tidak memerlukan pengawasan siapapun untuk memastikan puasa kita berlangsung tanpa adanya hal yang membatalkan sebab kita yakin akan pengawasan Allah (ma'iyatullah). Kita juga dibiasakan berlaku ikhlas dalam puasa tanpa perlu mengumumkan puasa kita pada siapapun. Nilai keimanan yang meliputi keyakinan, maiyatullah, keikhlasan, dan lainnya ini hendaknya tetap ada dalam bulan Syawal dan semakin meningkat. Bukan menipis tiba-tiba lalu hilang seketika!
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Memang tidak banyak amal khusus di bulan Syawal dibandingkan bulan-bulan lainnya. Akan tetapi, Allah telah memberikan kesempatan berupa satu amal khusus di bulan ini berupa puasa Syawal. Ini juga bisa dimaknai sebagai tool dalam rangka meningkatkan ibadah dan kualitas diri kita di bulan Syawal ini. Dan keistimewaan puasa sunnah ini adalah, kita akan diganjar dengan pahala satu tahun jika kita mengerjakan puasa enam hari di bulan ini setelah sebulan penuh kita berpuasa Ramadhan.
Rasulullah SAW bersabda:
Bagaimana pelaksanaannya? Apakah puasa Syawal harus dilakukan secara berurutan atau boleh tidak? Sayyid Sabiq di dalam Fiqih Sunnah menjelaskan bahwa menurut pendapat Imam Ahmad, puasa Syawal boleh dilakukan secara berurutan, boleh pula tidak berurutan. Dan tidak ada keutamaan cara pertama atas cara kedua. Sedangkan menurut madzhab Syafi'i dan Hanafi, puasa Syawal lebih utama dilaksanakan secara berurutan sejak tanggal 2 Syawal hingga 7 Syawal. Lebih utama. Jadi, tidak ada madzhab yang tidak membolehkan puasa Syawal di hari selain tanggal 2 sampai 7, selama masih di bulan Syawal. Ini artinya, bagi kita yang belum melaksanakan puasa Syawal, masih ada kesempatan mengerjakannya. Akan tetapi, hendaknya kita tidak berpuasa khusus di hari Jum'at tanpa mengiringinya di hari Kamis atau Sabtu karena adanya larangan Rasulullah yang juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Penurunan amal di bulan Syawal sekali lagi adalah hal yang seharusnya kita hindarkan. Bulan Syawal justru pernah menjadi bulan perjuangan yang amat menentukan bagi kaum muslimin. Itu terjadi pada tahun 5 H. Bulan Syawal kali itu merupakan bulan yang mendebarkan. Kaum muslimin dikeroyok oleh pasukan multi nasional yang merupakan gabungan dari Quraisy, Ghatafan, dan lain-lain. Karena itulah perang ini dikenal sebagai perang ahzab (gabungan/sekutu), disamping juga terkenal dengan sebutan perang khandaq yang berarti parit, karena kaum muslimin menggunakan strategi membuat parit di sekeliling Madinah untuk bertahan dan terbukti efektif, hingga pasukan ahzab tidak bisa menyerang masuk Madinah.
Penggalian parit atau khandaq ini adalah kerja keras yang luar biasa. Persatuan kaum muslimin benar-benar terasa di sana. Begitupun keimanan mereka dan doa-doa yang khusyu' semakin mendekatkan mereka kepada Allah. Ditambah dengan catatan-catatan kepahlawanan mulai dari Nu'aim yang memecah belah pasukan Ahzab dan bani Quraidzah yang berkhianat di belakang kaum muslimin, sampai keberanian dan kecerdasan Hudzaifah Ibnul Yaman yang menerobos perkemahan pasukan Quraisy untuk mencari informasi. Benar-benar peningkatan yang luar biasa paska Ramadhan. Lalu Allah menolong kaum muslimin dengan menurunkan angin topas yang memporakporandakan perkemahan pasukan Qurasiy.
Itulah contoh betapa bulan Syawal tidak sepantasnya membuat ibadah dan kualitas diri kita turun. Justru seharusnya, sesuai dengan makna syawal, maka kita harus mengalami peningkatan dengan berupaya istiqamah serta meningkatkan kualitas ibadah dan diri, diantaranya dengan puasa Syawal.
Jama'ah jum'at yang dirahmati Allah,
Jika kita istiqamah, maka Allah SWT menjanjikan tiga keistimewaan yang akan kita dapatkan. Ketiganya difirmankan Allah dalam satu ayat yang sama, yaitu dalam firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami adalah Allah" kemudian mereka istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS. Fushilat : 30)
Ketika menafsirkan ayat ini, ulama salaf merujuk pada hadits bahwa malaikat itu datang ketika seorang mukmin dalam kondisi sakaratul maut. Sedangkan ulama muta'akhirin mengatakan bahwa ketiganya -asy-syaja'ah (keberanian), al-ithmi'nan (ketenangan), dan at-tafa'ul (optimis)- juga bisa dirasakan mukmin dalam kehidupan ini.
KHUTBAH KEDUA
الحمد لله ربِّ العالمين والْعاقِبَةُ لِلْمُتَّقين ولا عُدْوانَ إلَّا عَلى الظَّالمِين وأشهد أنْ لا إله إلاالله وحده لا شريك له ربَّ الْعالمين وإلَهَ المُرْسلين وقَيُّوْمَ السَّمواتِ والأَرَضِين وأشهد أن محمدا عبده ورسوله المبعوثُ بالكتابِ المُبين الفارِقِ بَيْنَ الهُدى والضَّلالِ والْغَيِّ والرَّشادِ والشَّكِّ وَالْيَقِين والصَّلاةُ والسَّلامُ عَلى حَبِْيبِنا و شَفِيْعِنا مُحمَّدٍ سَيِّدِ المُرْسلين و إمامِ المهتَدين و قائِدِ المجاهدين وعلى آله وصحبه أجمعين
فياأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا قَوِيًّا. فقال الله تعالى في كتابه الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ،
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Kini kita tengah berada di Jum'at ke..... bulan Syawal 14... H. ..... hari sudah Ramadhan meninggalkan kita. Tanpa adanya kepastian apakah di tahun mendatang kita masih bisa berjumpa dengannya, menggapai keutamaan-keutamaannya, memenuhi nuansa ibadah yang dibawanya, ataukah justru Allah telah memanggil kita. Kita juga tidak pernah tahu dan tidak pernah mendapat kepastian apakah ibadah-ibadah kita selama bulan Ramadhan diterima oleh Allah SWT atau tidak. Dua ketidakpastian inilah yang membuat sebagian salafus shalih berdoa selama enam bulan sejak Syawal hingga Rabiul Awal agar ibadahnya selama bulan Ramadhan diterima, lalu dari Rabiul Awal hingga sya'ban berdoa agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan berikutnya.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Arti syawal adalah peningkatan. Demikianlah seharusnya. Paska Ramadhan, diharapkan orang-orang yang beriman meraih derajat taqwa, menjadi muttaqin. Hingga mulai bulan Syawal kualitasnya meningkat. Kualitas ibadah, juga kualitas diri seseorang. Bukankah orang kemuliaan seseorang tergantung pada ketaqwaannya?
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
...Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu ialah orang yang paling bertaqwa… (QS. Al-Hujurat : 13)
Akan tetapi, yang kita lihat di masyarakat justru sebaliknya. Syawal menjadi bulan penurunan. Penurunan ibadah, juga penurunan kualitas diri. Diantara indikatornya yang sangat jelas adalah perayaan idul Fitri dengan musik dan tarian, dibukanya tempat-tempat hiburan yang sebulan sebelumnya ditutup. Kemaksiatan seperti itu justru langsung ramai sejak hari pertama bulan Syawal. Na'udzubillah! Lalu setelah itu, masjid-masjid akan kembali sepi dari jamaah shalat lima waktu. Umpatan, luapan emosional, dan kemarahan kembali "membudaya". Bukankah ini semua bertolak belakang dengan arti Syawal? Bukankah ini seperti mengotori kain putih yang tadinya telah dicuci dengan sebaik-baiknya? Jadilah ia kembali penuh noda. Jadilah ia kembali menghitam dan semakin memburam.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Fenomena itu sesungguhnya juga menunjukkan kepada kita, bahwa puasa orang yang demikian tidak berhasil. Tidak mampu mengantarkan seseorang meraih derajat taqwa, atau mendekatinya. Fenomena itu menjadi indikator yang mudah diketahui oleh siapa saja yang mau memperhatikan dengan seksama. Kita juga bisa menggunakan hadits Nabi sebagai kaidah yang seharusnya kita perhatikan sebaik-baiknya: "Barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka celakalah ia."
Lalu bagaimana amal seorang muslim di bulan Syawal? Berangkat dari kaidah umum dari hadits Nabi tersebut, dan sekaligus sejalan dengan makna syawal, maka harus ada peningkatan di bulan ini. Dan peningkatan itu tidak lain adalah berangkat dari sikap istiqamah. Menetapi agama Allah, berjalan lurus di atas ajarannya.
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Maka istiqamahlah kamu, sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat beserta
kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat
apa yang kamu kerjakan. (QS. Huud : 112)Bentuk sikap istiqamah ini dalam amal adalah dengan mengerjakannya secara kontinyu, terus-menerus.
إِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ
Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus (kontinyu) meskipun sedikit (HR. Bukhari dan Muslim)Maka amal-amal yang telah kita biasakan di bulan Ramadhan, hendaknya tetap dipertahankan selama bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya. Tilawah kita yang setiap hari. Shalat malam yang sebelumnya kita selalu melaksanakan tarawih, di bulan Syawal ini hendaknya kita tidak meninggalkan shalat tahajud dan witirnya. Infaq dan shadaqah yang telah kita lakukan juga kita pertahankan. Demikian pula nilai-nilai keimanan yang tumbuh kuat di bulan Ramadhan. kita tak takut lapar dan sakit karena kita bergantung pada Allah selama puasa Ramadhan. Kita tidak memerlukan pengawasan siapapun untuk memastikan puasa kita berlangsung tanpa adanya hal yang membatalkan sebab kita yakin akan pengawasan Allah (ma'iyatullah). Kita juga dibiasakan berlaku ikhlas dalam puasa tanpa perlu mengumumkan puasa kita pada siapapun. Nilai keimanan yang meliputi keyakinan, maiyatullah, keikhlasan, dan lainnya ini hendaknya tetap ada dalam bulan Syawal dan semakin meningkat. Bukan menipis tiba-tiba lalu hilang seketika!
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Memang tidak banyak amal khusus di bulan Syawal dibandingkan bulan-bulan lainnya. Akan tetapi, Allah telah memberikan kesempatan berupa satu amal khusus di bulan ini berupa puasa Syawal. Ini juga bisa dimaknai sebagai tool dalam rangka meningkatkan ibadah dan kualitas diri kita di bulan Syawal ini. Dan keistimewaan puasa sunnah ini adalah, kita akan diganjar dengan pahala satu tahun jika kita mengerjakan puasa enam hari di bulan ini setelah sebulan penuh kita berpuasa Ramadhan.
Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
Barangsiapa berpuasa di bulan
Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, maka
ia seperti berpuasa setahun. (HR. Muslim)
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصَوْمِ الدَّهْرِ
Barangsiapa berpuasa Ramadhan, lalu mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, ia seperti puasa setahun. (HR. Ibnu Majah, shahih)Bagaimana pelaksanaannya? Apakah puasa Syawal harus dilakukan secara berurutan atau boleh tidak? Sayyid Sabiq di dalam Fiqih Sunnah menjelaskan bahwa menurut pendapat Imam Ahmad, puasa Syawal boleh dilakukan secara berurutan, boleh pula tidak berurutan. Dan tidak ada keutamaan cara pertama atas cara kedua. Sedangkan menurut madzhab Syafi'i dan Hanafi, puasa Syawal lebih utama dilaksanakan secara berurutan sejak tanggal 2 Syawal hingga 7 Syawal. Lebih utama. Jadi, tidak ada madzhab yang tidak membolehkan puasa Syawal di hari selain tanggal 2 sampai 7, selama masih di bulan Syawal. Ini artinya, bagi kita yang belum melaksanakan puasa Syawal, masih ada kesempatan mengerjakannya. Akan tetapi, hendaknya kita tidak berpuasa khusus di hari Jum'at tanpa mengiringinya di hari Kamis atau Sabtu karena adanya larangan Rasulullah yang juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani.
Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Penurunan amal di bulan Syawal sekali lagi adalah hal yang seharusnya kita hindarkan. Bulan Syawal justru pernah menjadi bulan perjuangan yang amat menentukan bagi kaum muslimin. Itu terjadi pada tahun 5 H. Bulan Syawal kali itu merupakan bulan yang mendebarkan. Kaum muslimin dikeroyok oleh pasukan multi nasional yang merupakan gabungan dari Quraisy, Ghatafan, dan lain-lain. Karena itulah perang ini dikenal sebagai perang ahzab (gabungan/sekutu), disamping juga terkenal dengan sebutan perang khandaq yang berarti parit, karena kaum muslimin menggunakan strategi membuat parit di sekeliling Madinah untuk bertahan dan terbukti efektif, hingga pasukan ahzab tidak bisa menyerang masuk Madinah.
Penggalian parit atau khandaq ini adalah kerja keras yang luar biasa. Persatuan kaum muslimin benar-benar terasa di sana. Begitupun keimanan mereka dan doa-doa yang khusyu' semakin mendekatkan mereka kepada Allah. Ditambah dengan catatan-catatan kepahlawanan mulai dari Nu'aim yang memecah belah pasukan Ahzab dan bani Quraidzah yang berkhianat di belakang kaum muslimin, sampai keberanian dan kecerdasan Hudzaifah Ibnul Yaman yang menerobos perkemahan pasukan Quraisy untuk mencari informasi. Benar-benar peningkatan yang luar biasa paska Ramadhan. Lalu Allah menolong kaum muslimin dengan menurunkan angin topas yang memporakporandakan perkemahan pasukan Qurasiy.
Itulah contoh betapa bulan Syawal tidak sepantasnya membuat ibadah dan kualitas diri kita turun. Justru seharusnya, sesuai dengan makna syawal, maka kita harus mengalami peningkatan dengan berupaya istiqamah serta meningkatkan kualitas ibadah dan diri, diantaranya dengan puasa Syawal.
Jama'ah jum'at yang dirahmati Allah,
Jika kita istiqamah, maka Allah SWT menjanjikan tiga keistimewaan yang akan kita dapatkan. Ketiganya difirmankan Allah dalam satu ayat yang sama, yaitu dalam firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ
عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا
بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami adalah Allah" kemudian mereka istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS. Fushilat : 30)
Ketika menafsirkan ayat ini, ulama salaf merujuk pada hadits bahwa malaikat itu datang ketika seorang mukmin dalam kondisi sakaratul maut. Sedangkan ulama muta'akhirin mengatakan bahwa ketiganya -asy-syaja'ah (keberanian), al-ithmi'nan (ketenangan), dan at-tafa'ul (optimis)- juga bisa dirasakan mukmin dalam kehidupan ini.
وقل رب اغفر وارحم و انت خير الراحمين
KHUTBAH KEDUA
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ
لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ } [آل عمران: 102]
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا } [الأحزاب: 70، 71].
أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ } [آل عمران: 102]
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا } [الأحزاب: 70، 71].
اللَّهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا
صَلَّيْتَ وسَلّمْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ
حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ،
وَعَنْ أَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِيْنَ، وَعَنْ سَائِرِ
الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنْ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ إِلَى
يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ.
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُوْمًا، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُوْمًا، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْمًا.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَانًا صَادِقًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا خَاشِعًا مُنِيْبًا، وَعَمَلاً صَالِحًا زَاكِيًا، وَعِلْمًا نَافِعًا رَافِعًا، وَإِيْمَانًا رَاسِخًا ثَابِتًا، وَيَقِيْنًا صَادِقًا خَالِصًا، وَرِزْقًا حَلاَلاًَ طَيِّبًا وَاسِعًا، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا احْفَظْ أَوْطَانَنَا وَأَعِزَّ سُلْطَانَنَا وَأَيِّدْهُ بِالْحَقِّ وَأَيِّدْ بِهِ الْحَقَّ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا اسْقِنَا مِنْ فَيْضِكَ الْمِدْرَارِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الذَّاكِرِيْنَ لَكَ في اللَيْلِ وَالنَّهَارِ، الْمُسْتَغْفِرِيْنَ لَكَ بِالْعَشِيِّ وَالأَسْحَارِ.
اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا وكُلِّ أَرزَاقِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
عِبَادَ اللهِ :إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُوْمًا، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُوْمًا، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْمًا.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَانًا صَادِقًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا خَاشِعًا مُنِيْبًا، وَعَمَلاً صَالِحًا زَاكِيًا، وَعِلْمًا نَافِعًا رَافِعًا، وَإِيْمَانًا رَاسِخًا ثَابِتًا، وَيَقِيْنًا صَادِقًا خَالِصًا، وَرِزْقًا حَلاَلاًَ طَيِّبًا وَاسِعًا، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا احْفَظْ أَوْطَانَنَا وَأَعِزَّ سُلْطَانَنَا وَأَيِّدْهُ بِالْحَقِّ وَأَيِّدْ بِهِ الْحَقَّ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا اسْقِنَا مِنْ فَيْضِكَ الْمِدْرَارِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الذَّاكِرِيْنَ لَكَ في اللَيْلِ وَالنَّهَارِ، الْمُسْتَغْفِرِيْنَ لَكَ بِالْعَشِيِّ وَالأَسْحَارِ.
اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا وكُلِّ أَرزَاقِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.
عِبَادَ اللهِ :إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ
Rabu, 22 Agustus 2012
Cerita pendek si Tukang Kayu
Tukang kayu ini kemudian mengemukakan keinginannya untuk pensiun. Tuannya menyetujui, tetapi dengan satu syarat. Dia meminta tolong kepada tukang kayu agar membuatkan satu rumah lagi sebelum berhenti bekerja.
“Hai Tukang kayu, sebelum berhenti, tolong buatkan saya sebuah rumah. Anggap saja ini rumah terakhir yang kamu bangun “. demikian ucapnya.
Si tukang kayu menyanggupi permintaan itu. Kemudian ia mulai mengerjakan pembuatan rumah. Selama proses membangun, ia tidak bekerja sepenuh hati. Hatinya sudah dipenuhi oleh keinginan dan angan-angan untuk pensiun . Pekerjaan menyerut, mengepas, bahkan proses finishing dikerjakan dengan asal-asalan, tidak teliti.
‘yang penting rumah ini jadi’, pikirnya. Ia juga tidak begitu peduli dengan kualitas kayu-kayu yang digunakan.
Akhirnya, setelah tiga bulan bekerja, rumah pesanan sang Tuan selesai. Dan tentu saja rumah tersebut jauh dari indah seperti yang biasa ia buat.
Si tukang kayu lalu menghadap tuannya dan mengatakan bahwa permintaan terakhir sang Tuan telah terpenuhi. Seketika, Tukang kayu sangat kaget mendengar ucapan tuannya,
“Selama ini Bapak telah membuatkan banyak rumah indah untuk saya,
dan sekarang….
saya ingin memberikan rumah terakhir yang baru saja dibangun sebagai ucapan terima kasih saya untuk Bapak” demikian ujar sang Tuan yang baik hati.
Tukang kayu menyesal sekali. Mengapa ia tidak bersungguh-sungguh ketika membuat rumah terakhirnya? Mengapa ia tidak memilih material paling baik, mengerjakan sepenuh hati, dan mendesain dengan indah seperti yang biasa ia lakukan?
Tapi nasi telah menjadi
rumah itu telah selesai dibangun, dan ia akan menempati rumah terakhirnya untuk menikmati masa pensiun. mungkin ditemani rasa penyesalan seumur hidup.
Dalam kehidupan yang sebenarnya. Tidak peduli kapan kita akan berhenti. Apapun tugas yang diberikan oleh atasan, dosen, guru, orangtua, atau bahkan perintah dari Allah SWT, harus sungguh-sungguh kita kerjakan. Karena hasil dari ‘tugas’ tersebut, pada hakikatnya akan kembali untuk diri kita sendiri.
Selamat menjalani hidup dengan semangat. :)
Langganan:
Postingan (Atom)