Marilah kita bersama-sama meningkatkan nilai ketaqwaan kita di hadapan Allah swt. Marilah kita saling mengingatkan dan saling bernasehat dalam kebaikan. Siapa tahu saya yang berdiri di sini melakukan sesuatu kealpaan, hendaknya tidak sungkan-sungkan kita saling mengingatkan begitu juga sebaliknya. Karena yang demikian itu menghindarkan kita dari golongan orang-orang yang merugi. Ingatlah kita bahwa banyak sekali pintu-pintu menuju ketaqwaan, tidak hanya terbatas pada sholat, puasa, zakat dan haji saja. Sesungguhnya kehidupan bermasyarakat ini memiliki berjuta pintu menuju ketaqwaan. Diantaranya adalah dengan berbuat baik, berbuat santun dan berakhlaq yang mulia, itu semua merupakan jalan menuju ketaqwaan.
Jama’ah Jum’ah yang berbahagiaMungkin diantara kita ada orang yang berprofesi sebagai pedagang, yang tentu mempunyai keinginan agar perdagangannya maju dan juga mendapatkan ridho Allah, mungkin pula diantara kita ada yang menjadi pejabat yang keputusannya ingin diterima masyarakat luas namun tidak bertentangan dengan hukum Allah, mungkin juga diantara kita ada yang menjadi petani yang ingin pertaniannya sukses tanpa ada orang lain yang dirugikan, dan mungkin sekali banyak diantara kita yang hanya menjadi rakyat jelata yang hidup dalam kemelaratan dan kesusahan
Apapun profesi kita, dan siapapun kita, tentu mencari satu hal yang dicari oleh setiap manusia berakal, yaitu kebahagiaan. Namun demikian kadang kita salah dalam mengartikan dan mengukur kebahagiaan. Ada yang beranggapan bahwa kebahagiaan bisa diraih dengan harta, kedudukan, ilmu pengetahuan dan semacamnya. Memang semua itu termasuk salah satu dari faktor yang menyebabkan manusia bahagia, namun bagi orang yang meyakini akan laa ilaha illallah ada sebuah kebahagiaan yang sifatnya abadi, karena memang datangnya dari Dzat yang maha abadi.Ketenangan yang dirasakan oleh jiwa adalah satu-satunya factor untuk meraih hakikat kebahagiaan abadi. Dan hanya untuk itulah Allah mengutus para Nabi dan Rasul. Adapun konsep kebahagiaan yang dibawa oleh junjungan kita, baginda Nabi besar Muhammad SAW terletak pada kesucian dan keindahan sebuah jiwa. Dimana istilah dari penyucian itu disebut dengan Tazkiah atau Tahsinul akhlak. Semakin dekat umat manusia dengan konsep Tazkiah tersebut, semakin dekatlah kebahagiaan itu. Tapi bila semakin jauh dari kesucian jiwa atau akhlak maka pertanda dekatnya kemerosotan dan kehancuran.Hadirin Jama’ah Jum’ah RohimakumullahMenurut Prof.Dr.Muhammad Said Ramadhan al-Buthi, Ulama’ Syiria, kehancuran umat islam saat ini bukan dikarenakan kemunduran ekonomi, politik, pendidikan dan sebagainya, namun dikarenakan hilangnya sebuah jati diri, dimana mereka tidak lagi menyadari bahwa dirinya adalah seorang hamba. Dan hal ini sangat erat kaitannya dengan akhlak didalam jiwa seseorang.
Senada dengan al-Buthi adalah Prof. Sayyid Naquib al-Attas Cendikiawan Muslim Malaysia yang berpendapat bahwa kemunduran umat islam lebih fundamental dari hanya sekedar kemunduran ekonomi, politik, dan sejenisnya. Yaitu kehancuran pada tingkat metafisis. Akibatnya umat islam kehilangan pijakannya, sehingga menyebabkan hilangnya adab/akhlak dalam diri umat islam. Ketiadaan adab inilah yang menjebloskan umat islam pada jurang kehancuran . Lantas apakah sebenarnya akhlaq itu? Jama’ah jum’ah yang dirahmati Allah...Akhlak adalah sifat-sifat dan perangai yang memberikan gambaran batin yang bersifat maknawi dan rohani pada manusia, dimana dengan gambaran itulah manusia dibangkitkan di saat hakikat segala sesuatu tampak di hari kiamat nanti. Jujur, Sabar dan Pemaaf adalah sebagian contoh dari akhlak dan sifat mulia, sementara Dusta, Pemarah dan Pendemdam menjadi gambaran sifat yang tercela.
Akhlak [akhlaq] adalah bentuk jamak dari kata khuluq yang kalau dihubungkan dengan manusia, kata khuluq adalah lawan kata khalq . Jasmani apabila tersusun dengan rapi dan baik maka disebut Husnul Khalq [baik ciptaannya, bentuknya] yaitu gambaran lahiriahnya baik. Begitu pula gambaran batin manusia, apabila tersusun dari sifat-sifat yang indah, pribadi yang baik dan perilaku yang mulia maka gambaran batinnya baik, dan itulah yang disebut Husnul Khuluq [akhlak yang baik]. Gambaran batin itulah yang dilihat oleh Allah SWT, dan dengan gambaran itu pula , manusia dibangkitkan kelak di hari Kiamat.Dari penjelasan ini tampak bahwa potret jasmani seorang manusia derajatnya sama sekali tidak sama dengan potret ruhaninya. Dengan demikian , seorang yang berakal serta beriman, wajib untuk mengerahkan segala kemampuannya untuk meluruskan akhlaknya dan berperilaku dengan perilaku yang dicintai oleh Allah SWT serta melaksanakan maksud dan tujuan dari diutusnya baginda Rasullah SAW yang bersabda :“Bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”
Jama’ah yang dimuliakan Allah...Dalam kehidupan ini manusia kadangkala memiliki tabiat yang baik dan terpuji, juga tabiat yang buruk dan tercela. Lalu apakah mungkin bagi kita untuk menghilangkan [mengubah] tabiat-tabiat buruk tersebut agar kita sampai pada kesempurnaan akhlak sebagaimana dimaksud hadits diatas ?, ternyata sangat mungkin bagi setiap orang [mukallaf] untuk mempunyai kesempatan menyucikan diri dari sifat-sifat tercela sekaligus menghiasi diri dengan sifat-sifat yang mulia, terpuji dan indah.
Hal ini bisa dicapai dengan kesungguhannya di dalam menumbuhkan keinginan/kemauan merubah sifat yang tercela serta melaksanakan keinginan tersebut. Apabila keinginan dan niat itu telah sempurna maka hendaknya dia berusaha dengan cara selalu memperhatikan apa-apa yang keluar dari dalam dirinya, baik berupa kata-kata [ucapan], tindakan [perbuatan] maupun cara bergaulnya dengan makhluk yang lain agar gambaran batinnya menjadi baik.Jama’ah yang disayangi Allah...Betapa banyak kita saksikan dari umat ini, orang-orang yang membelanjakan hartanya dan bersusah payah dalam memperindah dan menghiasi anggota badannya, jasmani dan penampilan lahirnya, padahal itu semua tidak ada artinya bila dibandingkan dengan memperindah akhlak. Seorang mukmin seharusnya memiliki kemampuan untuk menyadari Hakikat ini . Maka dari itu seorang arif dari Yaman pada abad enam belas mengatakan:
“Barang siapa hanya menyibukkan diri di dalam memberi makan jasadnya tanpa memikirkan makanan ruhnya, maka mintalah balasannya kepada ulat dan cacing-cacing yang akan menggerogoti tubuhnya”.
Hal ini disebabkan karena orang tersebut menabdikan hidupnya hanya untuk tubuh dan jasadnya, semangat dan keinginannya hanya diarahkan kepada makanan jasmani belaka tanpa menghiraukan makanan rohani dan penataan akhlaknya. Dengan demikian, dia hanya mengabdi kepada ulat-ulat yang nanti akan menyelimuti dan memakannya.Maka jelaslah bagi seorang mukmin bahwa meluruskan akhlak merupakan hal yang sangat penting untuk dipikirkan dan dilaksanakan, agar dalam hidup ini seorang mukmin bisa melaksanakan kewajibannya dengan sempurna, serta dapat menghubungkan dirinya dengan Baginda Rasulullah SAW yang memang diutus untuk menyempurnakan akhlak.Di dalam Al-Qur`an Allah SWT memuji beliau di saat orang-orang kafir mensifati beliau dengan sifat gila:“Nuun, demi qalam dan apa yang mereka tulis, berkat nikmat tuhanmu, kamu [Muhammad] sama sekali bukan orang gila, dan sesungguhnya bagimu pahala besar yang tidak akan terputus, dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti agung ”. (QS. Al-Qalam: 1-4).
Dalam ayat tersebut dengan jelas Allah menolak tuduhan orang-orang kafir atas diri Rasulullah SAW bahwa beliau gila, sekaligus Allah juga menjelaskan bahwa agungnya akhlak tidak bisa dipisahkan dengan akal yang sehat. Seandainya Rasulullah SAW gila tentu tidak akan tampak darinya akhlak yang agung. Sesungguhnya akhlak yang mulia merupakan manhaj yang lurus (cara yang pas) untuk menghadapi problematika hidup ini, dan itu tidak bisa dilakukan kecuali oleh orang yang mempunyai akal yang luas. Karena itulah akal didefinisikan dengan; Tabiat dalam jiwa yang dapat mencegah pemiliknya dari mengerjakan hal-hal yang keji. Maka kemampuan manusia untuk mencegah dirinya dari hal-hal jelek dan keji merupakan hakikat akal. Jadi, hanya orang yang berakal cerdaslah yang mampu menguasai dirinya di saat marah dan tetap berakhlak dengan akhlak yang baik. Semakin cerdas akal seseorang maka akan semakin mampu untuk menjaga dan menahan hawa nafsunya dari perbuatan yang tidak semestinya.Jama’ah Jum’ah RomikumullahAkhirnya, penjelasan ini menunjukkan bahwa kesempurnaan akhlak, merupakan ukuran baik dan tidaknya seseorang, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti. Oleh karena itu wajib bagi setiap muslim untuk memperhatikan budi pekertinya, baik kepada dirinya, keluarganya, maupun orang-orang disekelilingnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar