Minggu, 30 Maret 2025

KUMPULAN KHUTBAH IDUL FITRI

 KHUTBAH IDUL FITHRI 1446 H

Khutbah I

اللَّه أَكْبَرُ ٣×. اللَّه أَكْبَرُ ٣×. اللهُ أَكْبَرُ ٣×. اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً.  لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ. وَاللهُ أَكْبَرُ. اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ. اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الشَّافِعُ فِي الْمَحْشَرْ. نَبِيٌّ قَدْ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ أَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ أَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ الكَرِيْمِ أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ، وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.

Hadirin, jama’ah shalat Idul Fitri rahimakumullah  

Segala puji milik Allah swt, Tuhan yang telah memberikan kita kenikmatan jasmani maupun rohani, berupa kesehatan fisik, kemantapan iman dan Islam, serta keberkahan hidup, sehingga kita dapat melaksanakan shalat Idul Fitri pada hari ini, dengan keadaan penuh ketenangan, ketentraman, rasa aman dan penuh kebahagiaan.

Shalawat beserta salam, tetap kita haturkan kepada Nabi Muhammad saw, juga kepada keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya. Nabi yang membawa cahaya iman dan Islam, yang membawa kemenangan di dunia dan di akhirat. Semoga kita semua selaku umatnya mendapatkan syafaatnya fiddini waddunya hatal akhirah.

اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ     

Hadirin, jama’ah shalat Idul Fitri rahimakumullah  

Alhamdulillah, pada hari yang mulia ini, di hari kemenangan ini, kita semua, laki-laki, perempuan, tua, muda, anak-anak, remaja, semua berkumpul menjadi satu di rumah suci untuk memuji dan mengagungkan Allah swt. Karena tidak ada satu pujian pun yang pantas kita lantunkan melainkan untuk mengagungkan Allah swt. Tepat pada hari ini, 1 Syawal ...... , kita semua merayakan Hari Raya Idul Fitri, hari kemenangan dan hari yang suci bagi hamba-hamba Allah yang telah berjuang selama satu bulan penuh, dengan berpuasa di siang hari dan memperbanyak ibadah di malam hari.   

Kemenangan tersebut bukan diraih dengan biasa-biasa saja, melainkan dengan susah payah dan penuh pengorbanan, seperti menahan makan, minum dan syahwat di siang hari, kemudian memperbanyak tadarus Al-Qur’an, tarawih, tahajud, hajat dan witir di malam hari. Serta menghindari segala sesuatu yang sia-sia dan tidak berguna seperti nggibah, nanimah, fitnah dan sebagainya.   

Idul Fitri merupakan hari di mana seharusnya kita semua telah mencapai kematangan spiritual, baik berupa hubungan kita kepada Allah maupun hubungan kita kepada sesama manusia dan alam sekitar. Selama sebulan penuh kita telah ditempa dan dididik di madrasah bernama Ramadhan.  

Dari penempaan Ramadhan tersebut dengan berbagai ritual keagamaan, maka akan menjadikan umat Muslim menjadi hamba yang bertakwa, karena sesungguhnya puncak dari puasa Ramadhan adalah menjadikan manusia yang sempurna dengan takwanya. Sebagaimana firman-Nya, surat Al-Baqarah ayat 183:

يٰٓـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا كُتِبَ عَلَيۡکُمُ الصِّيَامُ کَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيۡنَ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُوۡنَ     

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS Al-Baqarah: 183).

اللهُ أَكْبَرُ ٣×، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ    .

Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah

Lalu, setelah lebaran usai, apakah kita akan tetap mempertahankan pencapaian tersebut, atau justru luntur dan menjadi manusia biasa kembali, seperti sebelum Ramadhan. Jika kita tetap meneruskan amalan-amalan yang baik selama bulan Ramadhan pada bulan-bulan yang lainnya, maka kita akan terus mencapai kemenangan tersebut.  

Ketika Ramadhan telah usai, kita seyogyanya tetap istiqomah dengan amalan-amalan baiknya, dan meninggalkan maksiat seperti ketika di bulan tersebut. Seperti tidak makan dan minum dari sesuatu yang haram dan tetap bangun malam untuk melaksanakan ibadah shalat sunnah lainnya.    

Selain itu, kita juga harus khawatir, jangan-jangan sesuatu yang kita anggap kemenangan selama Ramadhan justru amal kita tidak diterima oleh Allah swt. Maka dengan itu seharusnya kita tetap istiqomah beribadah dan berbaik sangka dengan Allah swt. Karena dengan mempertahankan ibadah setelah Ramadhan bisa menjadi penyempurna dari Ramadhan tersebut.  

Imam Al-Ghazali dalam Iya’ ‘Ulūmiddīn menyampaikan:

أَنْ يَكُوْنَ قَلْبُهُ بَعْدَ الإِفْطَارِ مُعَلَّقاً مُضْطَرِبًا بَيْنَ الْخَوْفِ وَالرَّجَاءِ إِذْ لَيْسَ يَدْرِي أَيُقْبَلُ صَوْمُهُ فَهُوَ مِنَ الْمُقَرَّبِينَ أَوْ يُرَدُّ عَلَيْهِ فَهُوَ مِنَ الْمَمْقُوتِينَ وَلْيَكُنْ كَذَلِكَ فِي آخِرِ كُلِّ عِبَادَةٍ يَفْرَغُ

Artinya: Setiap selesai berbuka puasa, seyogyanya kita merasa khawatir sekaligus menaruh harap kepada Allah. Khawatir jangan-jangan ibadah kita tidak diterima, juga berharap bahwa Allah menerimanya. Sebab, kita tidak tahu apakah puasa kita diterima sehingga termasuk hamba yang dekat di sisi Allah, atau sebaliknya ditolak sehingga kita termasuk hamba yang mendapat murka-Nya. Sikap seperti ini harus diterapkan setiap selesai melakukan ibadah apapun (Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, [2016], juz I, halaman 319).      

Imam Al-Ghazali berpesan kepada umat Muslim yang sudah beribadah maksimal saja tidak boleh berbangga diri dan terlalu percaya diri dengan amalnya. Apalagi mereka yang ibadahnya biasa-biasa saja dan bahkan tidak berpuasa di bulan suci tersebut.

اللهُ أَكْبَرُ ٣×، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ    .

Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah

Salah satu amalan yang baik dan wajib kita teruskan di bulan-bulan selanjutnya adalah rasa empati yang tinggi kepada orang lain, ikut merasakan lapar bagi orang yang kelaparan. Dan menyedekahkan harta semampunya kepada orang-orang yang membutuhkan, sebagaimana kita mengeluarkan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya.  

Dengan rasa seperti ini kita akan merasakan nasib saudara-saudara kita yang hidupnya berkekurangan harta. Untuk mencari sesuap nasi saja harus memeras keringat di bawah sengatan terik matahari, bahkan ada yang harus bekerja sepanjang malam. Barangkali lapar dan haus yang kita rasakan akan berakhir di waktu maghrib tiba, tetapi saudara kita yang hidup dengan ekonomi sangat rendah boleh jadi merasakan lapar sepanjang hayat masih dikandung badan. Bahkan untuk makan esok harinya saja masih bingung harus mencari kemana lagi.      

اللهُ أَكْبَرُ ٣×، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ    .

Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah

Puasa yang kita lakukan ini merupakan rangkaian dari ibadah yang lainnya. Sehingga memiliki keterkaitan dengan ibadah yang lainnya, baik ibadah mahdlah yang berkaitan dengan Allah secara langsung, maupun ibadah ghairu mahdlah, yang berkaitan dengan sesama manusia.   

Sibuk beribadah kepada Allah,  tetapi buruk dengan orang lain, maka itu juga akan berbahaya. Dan sebaliknya, dengan orang baik, tetapi malas beribadah kepada Allah, itu juga lebih berbahaya.   

Rasulullah saw bersabda dalam satu hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، فُلَانَةُ تَصُومُ النهار ، وتقوم اللَّيْلَ ، وَتُؤْذِي جِيرَانَهَا . قَالَ : هِيَ فِي النَّارِ . قَالُوا : فُلَانَةُ تُصَلِّي الْمَكْتُوبَاتِ ، وَتَصَدَّقُ بِالْأَثْوَارِ مِنَ الْأَقِطِ ، وَلَا تُؤْذِي جِيرَانَهَا ؟ قَالَ : هِيَ فِي الْجَنَّةِ

 Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, "Sekelompok sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, ada seorang perempuan ahli puasa dan ahli ibadah malam, tapi dia masih suka menyakiti tetangganya. Bagaimana pendapatmu?’ Rasul menjawab, ‘Dia akan masuk neraka.’ Mereka bertanya lagi, ‘Ada pula seorang perempuan yang hanya menunaikan shalat lima waktu, bersedekah dengan sepotong keju, dan tidak menyakiti tetangganya. Bagaimana pendapatmu?’ Rasul menjawab, ‘Dia akan masuk surga’" (HR Al-Hakim).      

Dari hadits di atas, dapat dipahami bahwa ibadah yang berkaitan dengan Allah langsung, seperti shalat dan berpuasa tidak menjamin kita masuk ke dalam surganya Allah, jika kita masih berbuat buruk kepada sesama manusia. Apalagi jika sudah buruk kepada orang lain ditambah malas beribadah kepada Allah, maka apa yang harus dibanggakan. Nauzubillah min dzalik.  

M اللهُ أَكْبَرُ ٣×، لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ    .

Ma’asyiral muslimin wal muslimat rahimakumullah

Demikianlah khutbah hari raya ini, semoga bisa menjadi evaluasi ibadah kita selama bulan Ramadhan dan juga bisa menjadikan kita untuk istiqomah tetap memperbanyak ibadah dan amal kebajikan di bulan-bulan selain Ramadhan. Dan semoga, kita semua dijadikan oleh Allah swt, menjadi hamba yang istiqomah dalam ibadah dan amal saleh, sehingga senantiasa kita akan menjadi hamba yang selalu dekat dengan Allah dan selalu mendapatkan kemenangan.

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ: وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ وَٱذۡكُرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَيۡكُمۡ إِذۡ كُنتُمۡ أَعۡدَآءً فَأَلَّفَ بَيۡنَ قُلُوبِكُمۡ فَأَصۡبَحۡتُم بِنِعۡمَتِهِۦٓ إِخۡوَٰنًا وَكُنتُمۡ عَلَىٰ شَفَا حُفۡرَةٍ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنۡهَاۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَكُمۡ ءَايَٰتِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَهۡتَدُونَ .بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ. ِ

Khutbah II

اللهُ اَكْبَرْ ٣× اللهُ اَكْبَرْ ٤ ×. اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ. الْحَمْدُ للهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ اِقْرَارًا بِرُبُوْبِيَّتِهِ وَاِرْغَامًا لِمَنْ جَحَدَ بِهِ وَكَفَرَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ سَيِّدُ الْبَشَرِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْمَصَابِيْحِ الْغَرَرِ. مَا اتَّصَلَتْ عَيْنٌ بِنَظَرٍ وَاُذُنٌ بِخَبَرٍ. مِنْ يَوْمِنَا هَذَا إِلَى يَوْمِ الْمَحْشَرِ. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ. وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى عَنْهُ وَحَذَّرَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلَا ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ. فَقَالَ اللهَ تَعَالَى. إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وِأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. وَعَلَيْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَاأَرْحَمَ الرَّاحِمَيْنَ. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ.  اللهُمَّ أَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْن وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ. وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُلُوبِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ. رَبَّنا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار عِبَادَاللهِ. اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ.

 

 

 

 

 

Khutbah Idul Fitri 1446 H:

Kembali Suci dengan Ampunan Ilahi dan Silaturahmi

Khutbah I

اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ   اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا، لاَ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلاَّ إِيّاَهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الكاَفِرُوْنَ.

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ   أَمَّا بَعْدُ، فَيَآ أَيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قال الله تعالى: الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ   

Jamaah Shalat Idul Fitri rahimakumullah

Jamaah Shalat Idul Fitri rahimakumullah

Pagi ini, cahaya matahari dan alunan takbir membelah langit yang tinggi. Mengiringi syukur yang mengalir deras dari dalam sanubari. Hari ini, alam semesta bertasbih. Menyaksikan wajah-wajah yang berseri nan bersih, setelah satu bulan berpuasa karena Allah, tanpa pamrih.   

Setelah satu bulan penuh kita tempuh jalan kesabaran, kini tibalah saatnya kita merayakan kemenangan dan keberkahan. Teriring kalimat doa:

جَعَلَنَا اللَّهُ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ  

“Semoga kita menjadi orang yang kembali fitri dan terjamin, serta masuk dalam golongan orang-orang muttaqin.”  

Di pagi ini, hati-hati yang haus akan rahmat Allah dipenuhi keceriaan yang mendalam. Dibasuh lautan ampunan dari Allah, Tuhan semesta alam. Di bawah langit yang bertasbih atas izin ilahi, kita berkumpul dalam kemenangan sejati. Bukan hanya karena menuntaskan puasa di bulan yang suci, tetapi karena berhasil menundukkan hawa nafsu untuk menjadikan diri jiwa-jiwa yang suci.   

Idul Fitri bukan hanya tentang pakaian dan berbagai aneka hidangan. Idul Fitri bukan hanya pergi jalan-jalan menuruti keinginan. Idul Fitri ini adalah momentum menguatkan tekat baja, menjadi hamba Allah yang patuh pada perintahNya dan sekuat tenaga meninggalkan segala yang dilarang Allah swt.   

Idul Fitri adalah tentang hati yang kembali suci, tentang ruh yang bersujud dalam damai di hati. Merasakan kelembutan kasih sayang Allah yang Maha Abadi. Idul Fitri adalah tentang panggilan untuk kembali pada kesucian, memperkuat silaturahmi dan kebersamaan. Menanamkan kasih sayang pada mereka yang selama ini bersama dalam kehidupan. Semoga kebahagiaan ini tidak hanya berhenti di hari ini, tetapi terus menyala dalam setiap langkah kehidupan ini.

اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ  

Ma’asyiral muslimin wal muslimat, jama’ah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah 

Untuk mewujudkan kesucian diri kita, ada dua hal yang perlu kita pahami dan tancapkan dalam hati dan sukma.

Pertama adalah penguatan dimensi vertikal kepada Allah SWT, melalui penguatan ibadah dan meraih ampunan atas segala dosa. Kedua adalah penguatan dimensi horisontal kepada sesama manusia, melalui kepekaan sosial dan senantiasa menebar kebaikan dan cinta. Jika dua hal ini mampu diaplikasikan dalam kehidupan kita, maka insyaallah kehidupan kita akan dinaungi kebahagiaan sampai akhir masa.  

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ  

Artinya, “Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Surat Ali Imran ayat 133).  

Dilanjutkan dengan:

   الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ  

Artinya, “(Yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (Surat Ali Imran ayat 134).  

Dari ayat ini kita diingatkan cara untuk menyucikan jiwa. Langkah pertama untuk meraihnya adalah berdasarkan ayat Al-Imran 133. Kita diperintahkan untuk bersegera meraih ampunan dan surga-Nya. Seraya menyadari bahwa kuasa Allah begitu luas bagi kita. Seluas surga yang Ia sediakan bagi orang-orang yang bertakwa.   

Bentuk ikhtiar meraih ampunan-Nya, telah kita lakukan selama satu bulan penuh. Berpuasa menjalankan perintah Allah dengan hati yang kukuh. Iman dan takwa juga terus kita semai untuk memastikan ibadah kita senantiasa utuh.   

Semoga semua ini berujung pada ampunan Allah sebagaimana hadits Rasulullah dari Abu Hurairah:

   مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ  

Artinya, “Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, dengan keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa masa lalunya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

   اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ  

Ma’asyiral muslimin wal muslimat, jama’ah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah

Langkah kedua untuk mensucikan diri adalah sesuai dengan lanjutan ayat pada surat Ali Imran ayat 134. Jika kita ingin kembali kepada kesucian dan ketakwaan yang kuat, maka kita harus menguatkan ibadah sosial dengan sedekah, infak, dan zakat. Ibadah ini tidak hanya dilakukan saat kita dalam kondisi finansial kuat, namun harus dilakukan saat kita merasa berat sebagai wujud taat kepada Allah sang pemberi nikmat.  

Kita harus yakin bahwa berbagi tidaklah sama sekali akan mengurangi harta kita. Sebaliknya, dengan berbagi maka hakikatnya Allah sedang menambah apa yang kita punya. Zakat fitrah yang kita keluarkan di bulan puasa dan zakat mal untuk menyucikan jiwa kita, adalah wujud kesadaran jiwa, bahwa semua yang kita punya adalah milik Allah swt dan akan kembali kepada-Nya.   

Hal ini sekaligus menyadarkan kita bahwa ada hak orang lain di dalamnya, semua bukan milik kita dan tak akan di bawa saat kita meninggalkan dunia. Hanya dengan cara berbuat baik dengan harta yang disedekahkan kepada sesama, harta kita akan memberi manfaat saat kita sudah kembali kepada Allah swt.

   عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه، عن رَسُولَ اللَّهِ صلّى الله عليه وسلّم قَالَ: مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زادَ اللهُ عَبْداً بعَفْوٍ إِلاَّ عِزّاً، وَمَا تَوَاضَعَ أحَدٌ للهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ  

Artinya, "Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, 'Tidaklah sedekah itu mengurangi harta, dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya kepada saudaranya,)kecuali kemuliaan di dunia dan akhirat, serta tidaklah seseorang merendahkan diri karena Allah kecuali Allah akan meninggikan derajatnya di dunia dan akhirat'." (HR Muslim).  

Ma’asyiral muslimin wal muslimat, jama’ah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah  Dalam surat Ali Imran ayat 134, Allah juga memerintahkan, agar kita senantiasa mengendalikan amarah dan suka memaafkan kesalahan. Karena Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan. Ramadhan dan Idul Fitri menjadi momentum pembuktian.   

Saat puasa, kita diwajibkan mengendalikan nafsu amarah yang sering kita lakukan. Kemudian di Hari Idul Fitri, kita diperintahkan untuk saling memaafkan. Mari semua itu kita lakukan dengan tulus tanpa kepalsuan. Perkuat silaturahmi untuk mengikat hati kita sesama penuh kedamaian.  

Mari jadikan Idul Fitri kali ini, Idul Fitri kita yang terbaik bagi kita. Mari kuatkan tekad untuk senantiasa mempertahankan kesucian ini bersama. Kita tidak tahu apakah kita akan bisa bertemu dengan Idul Fitri-Idul Fitri di masa selanjutnya. Mari kita saling memaafkan atas segala dosa yang pernah kita buat pada sesama.   

Terutama meminta maaf kepada kedua orang tua kita, yang telah melahirkan kita ke dunia. Beruntunglah yang masih memiliki kedua orang tua. Mereka adalah jimat yang harus terus kita jaga. Merekalah yang telah berjasa dalam kehidupan kita dan menghantarkan kita meraih kesuksesan kehidupan di dunia.   Saat ini usia orang tua kita terus bertambah. Fisik mereka pun semakin lemah. Raih kedua tangan mereka yang sudah mulai keriput namun penuh dengan berkah. Cium tangan mereka, peluk erat tubuhnya. Minta maaflah kepada mereka dengan setulus hati dan jiwa. Percayalah, sesukses apapun kiprah kita di dunia, tidak ada apa-apanya di hadapan mereka. Merekalah yang telah menjadikan kita mampu meraih ini semua. Allah Berfirman:

وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمً

Artinya, “Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada orang tua. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik." (Surat Al-Isra’ ayat 23).  

Dalam kitab Tafsir Marah Labid Jilid I, halaman 522,  Syekh Nawawi Banten menjelaskan bahwa anak harus menghormati dan berbakti kepada orang tua.  

Beliau mengingatkan bahwa orang tua telah memberikan kasih sayang dan berkorban tanpa batas dalam mendidik serta membesarkan anak-anak mereka. Sehingga sebagai anak, kita wajib membalas kebaikan mereka, meskipun apa yang kita lakukan tidak akan pernah sebanding dengan pengorbanan yang telah mereka berikan dalam hidup kita.  

Berbakti ini tidak hanya saat mereka hidup di dunia. Bagi orang tuanya yang sudah meninggal dunia, bukan berarti selesai bakti kita kepada mereka. Ziarahi makamnya. Berdoalah kepada Allah untuk mengampuni segala dosa dan menerima amal ibadahnya. Bukan harta, jabatan, dan materi dunia yang mereka harapkan dari anak-anaknya.  

Namun untaian doa dan kebaikan para penerusnya yang mereka nanti-nantikan di alam kuburnya. Semoga Allah swt menerima amal ibadahnya dan mengampuni dosa-dosanya. Semoga Allah menerima doa-doa kita untuk orang tua kita. Amin.

   اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ  

Ma’asyiral muslimin wal muslimat, jama’ah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah 

Demikianlah Khutbah Idul Fitri kali ini, semoga bisa kita resapi dan kita wujudkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Semoga Allah senantiasa mempertahankan kesucian kita di Hari Raya Idul Fitri seperti bayi yang terlahir kembali. Amin.  

Khutbah II

اللهُ اَكْبَرُ (٣×) اللهُ اَكْبَرُ (٤×) اللهُ اَكْبَرُ كبيرًا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذي وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدْقِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ   أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ   اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ   عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ



Khutbah Idul Fitri 1446 H:

Hidup Sederhana di Tengah Budaya Konsumtif Pasca Lebaran

 

Khutbah I

اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَلِلّٰهِ الحَمْدُ   .اللّٰهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللّٰهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا، لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لَاإِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الكَافِرُوْنَ   اَلحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْعِبَادَةَ زَكَاةً لِلْأَنْفُسِ وَالْأَمْوَالِ، وَجَعَلَ التَّوَاضُعَ سَبَبًا لِلرِّفْعَةِ وَالْكَمَالِ، وَحَذَّرَ مِنَ التَّبْذِيرِ وَالْإِسْرَافِ وَسُوءِ الْأَحْوَالِ، نَحْمَدُهُ حَمْدًا يُؤَدِّي حَقَّ الْإِجْلَالِ، وَنَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، أَغْنَى مَنْ شَكَرَ وَرَزَقَ مَنْ تَوَكَّلَ بِغَيْرِ سُؤَالٍ، وَنَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، دَاعٍ إِلَى القَصْدِ وَالاقْتِصَادِ وَالرِّفْقِ بِالأَعْمَالِ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِينَ لَهُ فِي الإِخْلَاصِ وَالْأَعْمَالِ اَمَّا بَعْدُ فَيَآ أَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللّٰهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ، وَاتَّقُوْا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَاتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا  

Jamaah Shalat Idul Fitri yang dirahmati

Pagi hari yang cerah nan menggembirakan ini, kaum muslimin di berbagai wilayah se-Indonesia Raya secara serempak mengumandangkan takbir, tahmid, tasbih dan tahlil sebagai penanda bahwa kemenangan itu telah tiba. Simbol perayaan atas kesuksesan umat Islam melawan keangkaramurkaan nafsu syahwat yang kerap menggerogoti perilaku luhur manusia.

Idul Fitri bukan sekadar seremonial, waktu berkumpul dengan rangkaian acara penuh lantunan doa atau hanya momen gema takbir yang berkumandang di mana-mana. Akan tetapi, hari ini merupakan simbol penyucian jiwa, tatkala hati kembali bersih, perasaan menjadi senang dan fitrah manusia berubah bagaikan bayi baru lahir dari rahim ibundanya.

اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ  

Jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati oleh Allah

Mayoritas umat Islam mengalami perubahan perilaku setelah hari Idul Fitri, dari semulanya pada bulan suci Ramadhan mampu mengendalikan diri dan paham terhadap kebutuhan menjadi pola hidup yang cenderung konsumtif berlebihan. Banyak orang menganggap bahwa momen lebaran sebagai ajang pamer kekayaan, memperlihatkan status sosial dan menghamburkan harta demi adu gengsi. Sehingga tidak jarang dari mereka rela berhutang demi tujuannnya tercapai.   

Padahal, sifat boros dan menghambur-hamburkan harta tanpa tujuan ini sangat dilarang dalam Islam. Bahkan siapa saja yang memiliki perangai seperti itu, laksana seperti teman setan yang ingkar terhadap tuhannya. Sebagaimana hal ini ditegaskan oleh Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat 26-27:

وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيْرًا اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا  

Artinya: “Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.”  

Al-Qurthubi dalam kitab al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, jilid 10, halaman 247-248 menjelaskan, menghambur-hamburkan secara boros yang disinggung dalam ayat ini maksudnya adalah penggunaan harta yang tidak memiliki tujuan jelas dan sifatnya konsumtif. Namun, hal ini tidak termasuk ketika mengeluarkan harta dengan sebanyak-banyaknya untuk keperluan amal saleh.   

Selanjutnya, Al-Qurthubi menjelaskan bahwa para pemboros harta yang disebutkan sebagai saudara setan dalam ayat tersebut dilandasi dengan tiga keterkaitan di antara keduanya: Pertama, sebab perilaku mereka itu dapat menciptakan kerusakan. Kedua, sebab perilaku mereka itu dapat merugikan diri sendiri. Dan Ketiga, sebab mereka akan dikumpulkan bersama-sama di dalam neraka, akibat dari perbuatan mereka tersebut.

   اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ  

Jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati oleh Allah

Selanjutnya, sikap konsumtif sering kali membuat kaum muslimin melupakan eksistensi dari perayaan hari raya yang cenderung menekankan nilai-nilai tanggung jawab sosial. Apalagi sebagian besar penggunaan harta yang mereka keluarkan dihabiskan untuk membelanjakan keperluan pribadi yang berlebihan.   

Sementara itu, masih banyak orang lain yang belum beruntung dalam segi ekonomi, pencapaian dan lain sebagainya. Sehingga hal ini berpotensi menimbulkan perasaan tidak baik, bahkan bisa menyakitkan hati saudara-saudara kita dan dapat mencoreng hakikat fitrah dalam momen Idul Fitri itu sendiri.  

Rasulullah Saw dalam haditsnya mengingatkan kita, supaya jangan sampai berperilaku hedon dan konsumtif berlebih pada tindakan keseharian kita, terlebih di momen hari raya ini. Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab Sunannya, bersumber dari Amr bin Syu’aib:

   عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ، عَنْ أَبِيْهِ، عَنْ جَدِّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَتَصَدَّقُوْا وَالْبَسُوْا ‌مَا ‌لَمْ ‌يُخَالِطْهُ إِسْرَافٌ أَوْ مَخِيْلَةٌ   Artinya: "Dari Amr bin Syu’aib, dari bapaknya, dari kakeknya, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Makanlah, minumlah, bersedekahlah dan berpakaianlah kalian, selama tidak bercampur dengan perilaku boro atau menjurus kepada perilaku sombong.” (HR. Ibnu Majah)  

Syekh Muhammad al-Amin al-Harari dalam kitab Syarh Sunan Ibnu Majah, jilid 21, halaman 156, menjelaskan, bahwasanya hadits tersebut seakan-akan Rasulullah Saw memberikan keluasan terhadap umatnya untuk makan, minum, bersedekah dan berpakaian dengan sesuka hati, namun tetap memperhatikan batasan-batasan tertentu serta tidak boleh berlebihan.

مَا لَمْ يُخَالِطْهُ) أَيْ: مَا لَمْ يُخَالِطْ هَذِهِ الْمَذْكُوْرَاتِ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ وَغَيْرِهِمَا (إِسْرَافٌ) أَيْ: مُجَاوَزَةُ الْحَدِّ الْجَائِزِ فِي الإِسْتِعْمَالِ (أَوْ مُخِيْلَةٌ) أَيْ: كِبْرٌ وعُجْبٌ   

Artinya: “(Selama tidak bercampur dengannya) maksudnya: selama hal-hal yang telah disebutkan seperti makan, minum dan selain keduanya itu tidak berkaitan dengan perilaku (boros), yakni melewati batas kebolehan mengkonsumsi, atau (sombong) yakni congkak atau berbangga diri.”

اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ  

Jamaah shalat Idul Fitri yang dirahmati oleh Allah

Berdasarkan penjelasan tersebut, kaum muslimin secara tegas tidak diperbolehkan untuk berlaku konsumtif secara berlebihan dalam aktivitas sehari-hari. Karena sifat tersebut termasuk ke dalam perbuatan tercela yang dekat dengan kelakuan setan dan kesombongan.  

Di momen sakral seperti ini, alangkah baiknya kita berlaku sederhana yang mengedepankan esensi dari perayaan hari raya Idul Fiti. Bermaaf-maafan, menyambung silaturahim dan berbagi rezeki kepada kerabat. Jangan sampai kita berlaku boros dengan menghamburkan harta tanpa tujuan yang jelas. Lebih baik penggunaan harta dialokasikan untuk membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan atau diberikan kepada kerabat yang belum mapan secara ekonomi.   Selain itu, jangan sampai kita menjadikan Idul Fitri ini sebagai ajang untuk pamer harta yang justru menimbulkan kecemburuan sosial di antara teman, saudara, kerabat dan kaum muslimin secara umum. Tetaplah sederhana dan kembali fitrah seperti manusia yang baru lahir ke dunia.  

Selaku khatib di hari raya yang penuh berkah ini, mari kita berdoa, semoga Allah Swt menerima segala amal ibadah kita selama bulan suci Ramadhan dan menjadikan kita sebagai orang-orang yang bertakwa dan meraih kemenangan.

 تَقَبَّلَ اللّٰهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ، اَللّٰهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ عِيْدِنَا، وَأَعِدْهُ عَلَينَا أَعْوَامًا عَدِيْدَةً. بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ  فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ  

Khutbah II

 اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الحَمْدُ   اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلَى إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلَى رِضْوَانِهِ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اٰلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا المُسْلِمُوْنَ اِتَّقُوْا اللّٰهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى   وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللّٰهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَّى بِمَلآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعَالَى إِنَّ اللّٰهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا، اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيَآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلَآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيِّ وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْ التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ   اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلأَحْيَآءِ مِنْهُمْ وَالْاَمْوَاتِ، اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ الْمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَآمَّةً يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَ اِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ   عِبَادَ اللّٰهِ، إِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِيْ الْقُرْبٰى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوْا اللّٰهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللّٰهِ أَكْبَرُ وَ اللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ

Khutbah Idul Fitri 1446 H:

Mengupayakan Stabilitas Perekonomian untuk Bekal Akhirat

Khutbah I

 

اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ

  إنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَصَحْبِهِ خَيْرِ الْوَفَاءِ، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ، فَمَنِ اتَّبَعَ الْهُدَى وَاتَّقَى فَقَدْ أَفْلَحَ وَفَازَ إِنَّ اللهَ لَايُخْلِفُ الْمِيْعَادَ، وَقَالَ تَعَالٰى: وَمَنْ يَتَّقِ اللهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا، وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

   Jamaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah

Sudah sepatutnya segala sanjungan kita kembalikan kepada Allah selaku pemilik aslinya, sebab pada dasarnya setiap sanjungan yang diarahkan kepada kita merupakan pemberian dari-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap istiqamah dihaturkan untuk baginda Nabi Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya.Tidak bosan-bosannya khatib berwasiat untuk meningkatkan kualitas ketakwaan kita setiap harinya.   

Jamaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah

Setelah Ramadhan berlalu sudah seyogyanya kita mengevaluasi diri: apa yang kita peroleh dari Ramadhan tahun ini? Apakah misi pensyariatan puasa Ramadhan sudah berhasil didapatkan? Amalan apa yang masih memungkinkan dilakukan secara rutin?  

Dengan melakukan refleksi semacam itu maka kita akan menyadari tingkatan keimanan dan keislaman kita. Semoga dengan begitu kita bertekad untuk mengarah kepada pribadi yang lebih baik, yang lebih bertakwa dan bersemangat dalam mengerjakan aturan-aturan agama.   Ada sebuah kisah dari sahabat Nabi yang diriwayatkan Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya. Suatu ketika Abu Bakar as-Shiddiq menemui Handzalah dengan menanyakan kabarnya. Handzalah menjawab: Handzalah telah menjadi orang munafik. Mendengar jawaban tersebut Abu Bakar kaget dan heran, kemudian mengklarifikasinya kepada yang bersangkutan.   Hadzalah pun menjelaskannya: 'Bagaimana saya tidak menjadi munafik ketika berkumpul bersama Nabi di majelisnya di hadapan saya hanya terlihat sorga dan neraka, sedangkan ketika pulang ke rumah saya malah asyik bercanda dan bermain dengan istri dan anak-anak saya sehingga seolah-olah saya tidak mengingat sama sekali tentang akhirat.'   Mendengar penjelasan Handzalah tersebut Abu Bakar memberikan respon: 'Demi Allah kami juga merasakan seperti ini.' Kemudian keduanya sama-sama merasa kebingungan, akhirnya memutuskan untuk mencari solusi kepada Nabi.  

Setelah Abu Bakar menghaturkan apa yang dipikirkan Handzalah, yang juga sama-sama dialaminya, Nabi kemudian bersabda:

   وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ إِنْ لَوْ تَدُومُونَ عَلَى مَا تَكُونُونَ عِنْدِى وَفِى الذِّكْرِ لَصَافَحَتْكُمُ الْمَلاَئِكَةُ عَلَى فُرُشِكُمْ وَفِى طُرُقِكُمْ وَلَكِنْ يَا حَنْظَلَةُ سَاعَةً وَسَاعَةً. ثَلاَثَ مَرَّاتٍ  

Artinya: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya kalian mau kontinu dalam beramal sebagaimana keadaan kalian ketika berada di sisiku dan kalian terus mengingat-ingatnya, maka niscaya para malaikat akan menjabat tangan kalian di tempat tidur dan di jalan-jalan kalian. Namun Handzalah, sesekali tidak apa-apa.” Beliau mengulanginya sampai tiga kali. (HR. Muslim)  

Jamaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah

Pelajaran yang dapat diambil dari cerita tersebut adalah bagaimana respons Nabi terhadap perbuatan kedua sahabatnya. Nabi tidak menyalahkan, tidak menghardik, apalagi mencela. Nabi justru memaklumi dan mempersilakan mengingat urusan dunia asalkan tidak berlebihan.  

Selama ini, kita terlalu sering diultimatum tentang bahaya dunia dan disuruh fokus ibadah karena kehidupan umat Islam yang hakiki adalah akhirat. Pandangan ini disebarkan secara masif dengan segudang dalil sebagai penguatnya sehingga membuat umat malas berkontribusi untuk dunia.   

Coba kita perhatikan diri kita saja, misalnya, kira-kira apa yang telah kita berikan untuk membangun peradaban manusia? Sebesar apa manfaat dan nilai yang kita miliki untuk dunia? Bukankah sebaik-baiknya manusia adalah yang paling banyak memberikan manfaat?   

Inilah akibat dari informasi agama yang disampaikan tidak seimbang sehingga kebanyakan kita tidak minat untuk menggeluti hal-hal yang berkaitan dengan duniawi. Akibatnya, umat Islam tertinggal jauh dari umat lain dalam banyak aspek, termasuk aspek ekonomi.   

Mirisnya lagi, tidak sedikit dari kita mempunyai mental tukang minta-minta, dalam banyak kegiatan Islami ke mana-mana membawa proposal mencari sumbangan. Sembari membawa dalil-dalil keutamaan sedekah dan sejenisnya seolah-olah perbuatan tersebut terpuji karena memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengamalkan dalil-dalil tadi.  

Jamaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah Selain hadits di awal tadi, ada juga ayat al-Quran yang dengan lantang memperbolehkan kita mencari dunia. Ayat tersebut berbunyi:

   وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا  

Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, serta janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.” (QS. al-Qashash: 77)  

Selama ini dunia diidentikkan dengan materi, dan kita memang tidak bisa melepas diri dari materi itu. Bahkan orang zuhud sekalipun pada sejatinya bukan berarti tidak butuh pada dunia (materi) melainkan zuhud itu tidak menggantungkan dirinya terhadap dunia. Maka ketika dunianya hilang tidak akan sedih berlarut-larut, apalagi sampai stres.  

Hal ini didasari pada pola pikir bahwa dunia atau materi itu hanya media untuk beribadah. Jadi tujuan utamanya adalah mendapatkan ridha Allah di akhirat nanti. Oleh karenanya, Imam Thabari di dalam kitabnya, Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Quran juz 19 halaman 524 ketika menafsirkan ayat tadi mengatakan bahwa mencari dunia sebagai bekal agar selamat dari siksaan Allah kelak di akhirat.  

Dengan demikian, mencari dunia bukan perkara yang dilarang agama. Kita bekerja dan mengoptimalkan potensi sesuai bidang masing-masing kemudian mendapatkan dunia yang melimpah, maka niatkanlah itu semua untuk mengumpulkan pundi-pundi pahala yang akan dibawa ke akhirat nanti.   Dunia tetap dijadikan perantara dan akhirat sebagai tujuannya. Ketika ini dijadikan prinsip dalam hidup maka sebanyak apa pun dunia yang dimiliki tidak akan menyilaukannya. Akhirat akan selalu terngiang-terngiang sehingga setiap dunia yang diperolehnya akan diniatkan untuk akhirat. Ketika makan, misalnya, niatnya bukan hanya untuk menghilangkan lapar tapi agar kuat mencari nafkah dan beribadah lainnya.  

Jamaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah

Sudah saatnya kita selaku umat yang cukup banyak pengikutnya mengambil peran di kehidupan dunia ini. Dalam arti, kita tekadkan tidak lagi hanya menjadi konsumen dan penikmat, sehingga dari segi ekonomi akan selalu kalah dengan produsen dan pembuat. Karena ekonominya pas-pasan apalagi terbatas, dampaknya kalau mau membeli barang masih banyak pertimbangan.  

Termasuk berita tentang lemahnya daya beli masyarakat menjelang lebaran tentu saja masyarakat yang dimaksud di sini adalah umat Islam, karena lebaran merupakan hari rayanya umat Islam. Dan sejauh ini kebanyakan umat Islam masih pada level konsumen atau pekerja dengan finansial yang ala kadarnya. Sangat sedikit kiranya yang menduduki kursi-kursi penting dengan gaji yang fantastis.  

Padahal kalau dari segi kecerdasan dan kemampuan kita tidak kekurangan orang. Hanya saja, karena pandangan umat Islam tidak perlu muluk untuk kehidupan dunia terlalu mendominasi, akibatnya orang-orang kita yang mempunyai potensi luar biasa dibiarkan dan tidak diasah. Di benaknya hanya terbersit: “cuma urusan dunia biarkan saja, yang penting di akhirat nanti masuk sorga.”  

Maka dari itu, di momen Idul Fitri ini marilah kita bulatkan tekad dan semangat untuk mengembangkan potensi yang dianugerahi Allah demi dapat memberikan manfaat terhadap orang banyak. Semakin banyak manfaatnya semakin banyak pula pahala kita. Inilah yang sebenarnya dicita-citakan Islam dengan istilah: bahagia di dunia dan akhirat.   

Di dunia kita tenang dengan tanpa merasa kekurangan, baik harta karena sudah stabil, maupun ibadah karena kita tidak hanya melakukan ibadah wajib tapi juga bisa memaksimalkan berbagai ibadah sunnah. Di akhirat juga kita sah-sah saja merasa optimis mengingat amal perbuatan kita selama di dunia sudah lebih dari cukup.  

Jamaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah Mudah-mudahan kita semua selalu diberi kekuatan dan kemudahan untuk selalu menyeimbangkan antara urusan dunia dan akhirat. Kita harus menyadari bahwa dunia bukanlah tujuan utama, melainkan sarana untuk mencapai kebahagiaan abadi di akhirat.

   بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَالغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ  

Khutbah II

   اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ    اَللهُ أكْبَرُ مَا ذَكَرَهُ الذَّاكِرُوْنَ، اَللهُ أكْبَرُ مَا حَمِدَهُ الْحَامِدُوْنَ، اَللهُ أكْبَرُ مَا تَقَلَّبَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ،اَللهُ أكْبَرُ فِي كُلِّ حَالٍ وَفِي سَائِرِ الظُّرُوْفِ وَالْأَحْوَالِ، اَللهُ أكْبَرُ مَا أَقْبَلَ التَّائِبُوْنَ إِلَى رَبِّهِمْ مُسْتَغْفِرِيْنَ، اَللهُ أكْبَرُ مَا تَجَلَّى اللهُ عَلَى عِبَادِهِ فِي هَذَا الشَّهْرِ الْمُبَارَكِ وَفِي سَائِرِ الشُّهُوْرِ وَالْأَيَّامِ بِالرَّحْمَةِ وَالْغُفْرَانِ   الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي أَمَرَنَا بِإِفْشَاءِ السَّلَامِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ الْمَبْعُوثِ إِلَى سَائِرِ الْأُمَمِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الْمُتَمَسِّكِيْنَ بِدِيْنِ الْإِسْلَامِ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا عِبَادَ اللهِ، اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ، قَالَ اللّٰهُ تَعَالَى فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ: إِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا   اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَتَجَاوَزْ عَنْهُمُ السَّيِّئَاتِ، وَارْفَعْ لَهُمُ الدَّرَجَاتِ، اللَّهُمَّ أَصْلِحْنَا وَأَصْلِحْ أَحْوَالَنَا، وَأَصْلِحْ مَنْ فِي صَلَاحِهِمْ صَلَاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهْلِكْ مَنْ فِي هَلَاكِهِمْ صَلَاحُنَا وَصَلَاحُ الْمُسْلِمِيْنَ، اللَّهُمَّ وَحِّدْ صُفُوْفَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَارْزُقْنَا وَإِيَّاهُمْ زِيَادَةَ التَّقْوَى وَالْإِيْمَانِ، اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا حُبَّكَ وَحُبَّ نَبِيِّكَ، وَحُبَّ مَنْ أَحَبَّكَ وَأَحَبَّ نَبِيَّكَ، اللَّهُمَّ ارْزُقْنَا مُتَابَعَةَ نَبِيِّكَ وَالتَّمَسُّكَ بِكِتَابِكَ وَبِسُنَّةِ نَبِيِّكَ، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِي دِيْنِنَا، وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَاجْعَلِ الجَنَّةَ هِيَ دَارُنَا وَقَرَارُنَا، وَلَا إِلَى النَّارِ مَصِيْرُنَا،    عِبَادَ اللهِ إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهىَ عَنِ اْلفَحْشَاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

Khutbah Idul Fitri 1446 H:

Pentingnya Menjaga Lisan saat Silaturahim Lebaran

 

Khutbah I

 

   اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ    أَللهُ أَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً، لَاإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ   الْحَمْدُ للهِ، الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ حَمْدًا يُوَافِيْ نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ، يَا رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ كَمَا يَنْبَغِيْ لِجَلَالِ وَجْهِكَ وَلِعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ لَا أُحْصِيْ ثَنَاءَكَ عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَصَفِيُّهُ وَخَلِيْلُهُ، خَيْرُ نَبِيٍّ أَرْسَلَهُ اللهُ إِلَى الْعَالَمِ كُلِّهِ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَاةً وَسَلَامًا مُتَلَازِمَيْنِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ أَمَّا بَعْدُ, فَيَاأَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ   قَالَ اللهُ تَعَالَى فِي الْقُرْاٰنِ الْعَظِيْمِ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم

 يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءًۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا  

Jamaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah,

Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan kita berbagai macam kenikmatan, di antaranya nikmat Iman, Islam serta sehat wal ‘afiyat sehingga kita dapat berkumpul pada pagi hari ini untuk menunaikan shalat Idul Fitri. Shalawat beserta salam, mari kita haturkan bersama kepada Nabi Muhammad saw, juga kepada para keluarganya, sahabatnya, dan semoga melimpah kepada kita semua selaku umatnya.   

Di pagi hari raya Idul Fitri yang penuh berkah ini pula, marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah swt dengan selalu menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Karena hanya dengan ketakwaanlah kita dapat selamat menuju keharibaan-Nya di kemudian hari dengan berbahagia mendapatkan surga-Nya.

   أَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ  

Jamaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah, 

Fenomena mudik dan berkumpul bersama keluarga di hari raya Idul Fitri menjadi salah satu momen tahunan bagi masyarakat Indonesia. Tujuannya tak lain ialah menyambung dan mempererat tali silaturahim dengan sanak saudara. Sebagaimana diketahui, menyambung tali silaturahim merupakan amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam.   

Allah swt berfirman dalam surat An-Nisa ayat 1:

   وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا  

Artinya: “Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu”. (Qs. An-Nisa: 1)  

Dalam praktik silaturahim, terkadang ada dari kalangan umat Islam justru tidak serta menjaga perasaan kerabat satu sama lain dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat personal dan dapat menyinggung perasaan. Misalnya melontarkan pertanyaan kepada mereka yang masih jomblo: kapan nikah? Kepada yang sudah berkeluarga namun belum punya keturunan; kapan punya anak?

   أَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ  

Jamaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah,

Pertanyaan-pertanyaan demikian dapat menyakiti perasaan orang lain dan tentu saja hal ini sangat dilarang dalam Islam karena. Islam sendiri menganjurkan lebih baik diam daripada berucap tapi menyakiti orang lain. Nabi Muhammad saw bersabda:

   مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ  

Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaknya ia tidak menyakiti tetangganya, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaknya ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaknya ia berbicara baik atau diam”. (HR. Bukhari Muslim).  

Hadits di atas dengan tegas memerintahkan umat Islam untuk menjaga diri dari menyakiti orang lain termasuk perasaan mereka. Bahkan dalam hadits di atas Nabi Muhammad saw lebih menganjurkan diam daripada berucap dengan kata-kata yang tidak baik.

   أَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ  

Jamaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah,

Dalam usaha menjaga lisan, hendaknya kita memperhatikan dan menyaring setiap kata yang hendak di ucapkan kepada orang lain, dengan cara menimbang dan memikirikan apakah ucapan itu baik dan bermanfaat atau justru buruk dan dapat melukai perasaan orang lain.  

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin juz V, hal 392 membagi ucapan menjadi 4 bagian: murni buruk, murni manfaat, ucapan yang tercampur keburukan dan kemanfaatan dan ucapan yang tidak ada keburukan dan kemanfaatan di dalamnya.

   أَنَّ الْكَلَامَ أَرْبَعَةُ أَقْسَامٍ قِسْمٌ هُوَ ضَرَرٌ مَحْضٌ وَقِسْمٌ هُوَ نَفْعٌ مَحْضٌ وَقِسْمٌ فِيْهِ ضَرَرٌ وَمَنْفَعَةٌ وَقِسْمٌ لَيْسَ فِيْهِ ضَرَرٌ وَلَا مَنْفَعَةٌ. أَمَّا الَّذِيْ هُوَ ضَرَرٌ مَحْضٌ فَلَا بُدَّ مِنَ السُّكُوْتِ عَنْهُ وَكَذَلِكَ مَا فِيْهِ ضَرَرٌ وَمَنْفَعَةٌ لَا تَفِيْ بِالضَّرَرِ   وَأَمَّا مَا لَا مَنْفَعَةَ فِيْهِ وَلَا ضَرَرَ فَهُوَ فُضُوْلٌ وَالْاِشْتِغَالُ بِهِ تَضْيِيْعُ زَمَانٍ وَهُوَ عَيْنُ الْخُسْرَانِ فَلَا يَبْقَى إِلَّا الْقِسْمُ الرَّابِعُ فَقَدْ سَقَطَ ثَلَاثَةُ أَرْبَاعِ الْكَلَامِ وَبَقِيَ رُبُعٌ وَهَذَا الرُّبُعُ فِيْهِ خَطَرٌ إِذْ يَمْتَزِجُ بِمَا فِيْهِ إِثْمٌ مِنْ دَقَائِقِ الرِّيَاءِ وَالتَّصَنُّعِ وَالْغِيْبَةِ وَتَزْكِيَةِ النَّفْسِ وَفُضُوْلِ الْكَلَامِ اِمْتِزَاجًا يَخْفَى دَرْكُهُ فَيَكُوْنُ الْإِنْسَانُ بِهِ مُخَاطِرًا  

Artinya: “Ucapan terbagi menjadi 4 macam: Murni buruk, murni manfaat, ucapan yang tercampur keburukan dan kemanfaatan, serta ucapan yang tidak ada keburukan dan kemanfaatan di dalamnya. Ucapan yang berisi keburukan murni maka diharuskan lebih baik diam, begitu pula ucapan yang di dalamnya terdapat keburukan dan kemanfaatan, sebab kemanfaatannya tidak akan membandingi keburukannya.  

Adapun ucapan yang tidak ada kemanfaatan dan keburukan di dalamnya termasuk ucapan sia-sia dan menyibukkan diri dengannya menyia-nyiakan waktu, hal itu termasuk kerugian yang nyata. Maka, yang tersisa ialah bagian yang keempat, sebab tigaperempatnya telah gugur. Bagian keempat ini memiliki potensi berbahaya sebab dapat tercampur secara samar dengan dosa seperti riya, gibah, pembersihan diri, dan ucapan yang sia-sia, hingga orang yang melakukannya jatuh dalam bahaya”.   

Jamaah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah, Dari beberapa penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan tentang pentingnya menjaga lisan saat bertemu sanak keluarga di momen silaturahim lebaran. Semoga kita menjadi bagian umat Islam yang tidak hanya mendapatkan lapar dan dahaga saat di bulan Ramadhan melainkan mendapatkan pelajaran dan pelatihan berharga dengan menjaga lisan dari berkata buruk yang dapat menyakiti perasaan orang lain.

   جَعَلَنَا الله وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالفَآئِزِيْنَ وَأَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِيْ زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُتَّقِيْنَ. بَارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِيْ القُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنيِ وَاِيّاَكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ   

Khutbah II

   اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اْلحَمْدُ   اَلحَمْدُ لِلّٰهِ الْمَلِكِ الدَّيَّانِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى مُحَمَّدٍ سَيِّدِ وَلَدِ عَدْنَانَ، وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَتَابِعِيْهِ عَلَى مَمَرِّ الزَّمَانِ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ الْمُنَـزَّهُ عَنِ الْجِسْمِيَّةِ وَالْجِهَةِ وَالزَّمَانِ وَالْمَكَانِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ    أَمَّا بَعْدُ، فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللّٰهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاتَّقُوا اللهَ تَعَالَى فِي هَذَا الْيَوْمِ الْعَظِيمِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللّٰهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا وَنَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِيْنَ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ، أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ الصَّالحينَ    اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيعٌ قَرِيبٌ مُجِيبُ الدَّعَوَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلْ عِيدَنَا هَذَا سَعَادَةً وَتَلاَحُمًا، وَمَسَرَّةً وَتَرَاحُمًا، وَزِدْنَا فِيهِ طُمَأْنِينَةً وَأُلْفَةً، وَهَنَاءً وَمَحَبَّةً، وَأَعِدْهُ عَلَيْنَا بِالْخَيْرِ وَالرَّحَمَاتِ، وَالْيُمْنِ وَالْبَرَكَاتِ، اللّٰهُمَّ اجْعَلِ الْمَوَدَّةَ شِيمَتَنَا، وَبَذْلَ الْخَيْرِ لِلنَّاسِ دَأْبَنَا،    اللّٰهُمَّ أَدِمِ السَّعَادَةَ عَلَى وَطَنِنَا، وَانْشُرِ الْبَهْجَةَ فِي بُيُوتِنَا، وَاحْفَظْنَا فِي أَهْلِينَا وَأَرْحَامِنَا، وَأَكْرِمْنَا بِكَرَمِكَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، وَأَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْأَبْرَارِ، يَا عَزِيزُ يَا غَفَّارُ    عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ، وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ، عِيْدٌ سَعِيْدٌ وَكُلُّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ  

 

Khutbah Idul Fitri 1446 H: Meraih Kesempurnaan Iman di Hari Kemenangan

Khutbah I

 أَللهُ أَكْبَرُ (3x)، أَللهُ أَكْبَرُ (3x)، أَللهُ أَكْبَرُ (3x) وَلِلهِ الْحَمْدُ. أَللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا، لَا إِلٰهَ إلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لَا إِلٰهَ إلَّا اللّٰهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي سَهَّلَ لِعِبَادِهِ الصِّيَامَ وَالْقِيَامَ وَيَسَّرَ، نَحْمَدُهُ عَلىَ نِعَمِهِ الَّتِى لاَتُحْصَى وَلاَ تُحْصَرُ، وَنَشْكُرُهُ عَلىَ فَضْلِهِ وَإِحْسَانِهِ وَحَقٌّ لَهُ أَنْ يُشْكَرَ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ الْبَرُّ الرَّحِيمُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الْمَبْعُوثُ بِالدَّيْنِ الْقَوِيمِ، الْمَنْعُوتُ بِالْخُلُقِ الْعَظِيمِ. صَلَّى اللَّهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلَ الصَّلَاةِ وَالتَّسْلِيمِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ، اتَّقُوْا اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالىَ، وَعَظِّمُوْا أَمْرَهُ وَاجْتَنِبُوْا نَهْيَهُ، ثُمَّ اعْلَمُوْا أَنَّ هَذَا الْيَوْمَ يَوْمٌ عَظِيْمٌ وَعِيْدٌ جَلِيْلٌ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ  

Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat idul Fitri yang dirahmati Allah

Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepada kita semua semua kesempatan untuk merasakan kebahagiaan di hari yang penuh kemuliaan ini. Setelah satu bulan penuh menjalani ibadah Ramadan, kini tibalah pada hari di mana kita tidak hanya kembali kepada kesucian diri, tetapi juga memperbaiki hubungan dengan sesama. Idul Fitri adalah momen untuk meraih kesempurnaan iman dan ketakwaan.  

Shalawat serta salam kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, allahumma shalli wa sallim ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala alih wa sahbih, manusia sempurna dan teladan terbaik sepanjang zaman yang senantiasa membimbing umatnya menuju kesempurnaan iman.  Semoga kita semua yang hadir pada pelaksanaan shalat sunnah Idul Fitri ini diakui sebagai umatnya dan mendapatkan syafaat darinya kelak di hari kiamat. Amin ya rabbal alamin.  

Selanjutnya, dari mimbar yang mulia ini, khatib mengajak diri sendiri dan seluruh jamaah untuk meraih kesempurnaan iman di hari kemenangan ini, dengan terus meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Idul Fitri merupakan momen untuk memperkokoh keimanan dengan menjaga hati tetap bersih, memperbanyak amal saleh, dan menanamkan keikhlasan dalam setiap beramal. Mari jadikan hari yang penuh berkah ini sebagai titik awal untuk terus istiqamah dalam kebaikan dan semakin mendekatkan diri kepada Allah.

Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat idul Fitri yang dirahmati Allah Kita baru saja melewati bulan Ramadhan, hari di mana kita berlatih menahan diri, memperbanyak ibadah, dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Setelah sebulan penuh menempa jiwa dan raga, kini kita telah sampai pada hari kemenangan. Kemenangan ini tidak hanya sekadar perayaan berakhirnya puasa, tetapi juga menjadi kesempatan untuk melangkah lebih jauh dalam menyempurnakan iman.   

Ketakwaan yang telah kita bangun selama Ramadhan perlu dijaga, amal saleh yang telah kita lakukan perlu terus dilanjutkan, dan hati yang telah dibersihkan perlu tetap kita jaga. Inilah saatnya untuk semakin menguatkan hubungan dengan Allah dan menjalani hidup dengan keimanan yang lebih kokoh. Salah satunya adalah dengan memperbanyak membaca takbir dan menyucikan Allah di hari yang mulia ini.   Memperbanyak membaca takbir di hari kemenangan selain menjadi salah satu simbol bahwa kemenangan itu benar-benar kita raih bersama juga untuk mengikuti perintah yang telah Allah perintahkan kepada kita semua, sebagaimana Allah tegaskan dalam Al-Qur’an, Dia berfirman:

   وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ  

Artinya, “Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur,” (QS Al-Baqarah [2]: 185).

   Syekh Muhammad Mutawalli asy-Syarawi dalam Tafsir wa Khawathirul Qur’an, jilid I, halaman 475 menjelaskan bahwa ayat ini mengandung tiga pesan utama. Pertama, perintah untuk menjalankan puasa selama bulan Ramadan. Kedua, membaca takbir sebagai bentuk pengagungan kepada Allah setelah menuntaskan puasa sebulan penuh. Ketiga, menumbuhkan rasa syukur atas segala nikmat yang Allah anugerahkan.  

Ketika seorang hamba berhasil menjalankan puasa sebulan penuh, ia diperintahkan untuk bertakbir. Hal ini karena Allah mengetahui bahwa kepatuhan terhadap hukum dan perintah-Nya, meskipun terasa berat seperti berpuasa, justru akan menghadirkan cahaya keimanan dalam diri seorang hamba. Cahaya inilah yang membuatnya pantas untuk bersyukur dengan mengagungkan asma Allah. Syekh Mutawalli menjelaskan:

   مَعْنَى: وَلِتُكَبِّرُواْ الله، أَنْ تَقُوْلَ: اللهُ أَكْبَرُ، وَأَنْ تَشْكُرَهُ عَلىَ الْعِبَادَةِ الَّتِي كُنْتَ تَعْتَقِدُ أَنَّهَا تُضْنِيْكَ، لَكِنَّكَ وَجَدْتَ فِيهَا تَجَلِّيَاتٍ وَإِشْرَاقَاتٍ، فَتَقُولُ: اللهُ أَكْبَرُ مِنْ كُلِّ ذَلِكَ  

Artinya, “Makna firman Allah ‘Dan hendaklah kalian mengagungkan Allah’ adalah bahwa engkau mengucapkan Allahu Akbar dan bersyukur kepada-Nya atas ibadah yang (sebelumnya) engkau kira akan melelahkanmu. Namun, ternyata dalam ibadah tersebut engkau menemukan berbagai manifestasi spiritual dan pancaran cahaya keimanan. Maka, engkau pun berkata, Allahu Akbar min kulli zalik, Allah lebih besar dari semua itu.”  

Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat idul Fitri yang dirahmati Allah Selain memperbanyak membaca takbir, salah satu ciri khas dari orang-orang yang beriman adalah saling memaafkan kesalahan. Hal ini sebagaimana Allah tegaskan dalam Al-Qur’an, bahwa setidaknya kita sebagai orang yang beriman bisa memaafkan dengan ikhlas tanpa menyimpan dendam ketika orang lain berbuat salah. Allah berfirman:

   الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ  

Artinya, “(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan,” (QS. Ali ‘Imran, [3]: 134).  

Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir Al-Qur’anil, jilid II, halaman 122 mengatakan bahwa ayat di atas menggambarkan salah satu sifat mulia yang dimiliki oleh orang-orang beriman. Mereka tidak hanya menahan diri dari membalas keburukan dengan keburukan, tetapi juga memilih untuk memaafkan orang yang telah berbuat zalim kepadanya. Tidak ada lagi dendam atau kebencian yang tersisa di hati mereka terhadap siapa pun,

   قَالَ تَعَالىَ: وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ. أَيْ: مَعَ كَفِّ الشَّرِّ يَعْفُوْنَ عَمَّنْ ظَلَمَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ، فَلاَ يَبْقَى فِي أَنْفُسِهِمْ مَوْجِدَةٌ عَلىَ أَحَدٍ، وَهَذَا أَكْمَلُ الْأَحْوَالِ، وَلِهَذَا قَالَ: وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ، فَهَذَا مِنْ مَقَامَاتِ الْإِحْسَانِ  

Artinya, “Firman Allah Ta’ala: ‘Dan orang-orang yang memaafkan manusia.’ Maksudnya, selain menahan keburukan, mereka juga memaafkan orang yang telah berbuat zalim kepada mereka dalam urusan diri mereka sendiri. Sehingga tidak ada lagi perasaan dendam kepada siapa pun. Inilah keadaan yang paling sempurna. Karena itu, Allah berfirman: ‘Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat ihsan.’ Maka sikap ini merupakan salah satu tingkatan ihsan.”  

Karenanya, mari kita sama-sama jadikan hari kemenangan ini sebagai momen untuk menghapus segala kesalahan dengan saling bermaaf-maafan. Bermaaf-maafan tidak hanya sekadar tradisi, namun juga wujud nyata dari kembalinya kita kepada fitrah sebagai manusia yang suci dari dendam dan prasangka buruk.  

Ma’asyiral Muslimin jamaah shalat idul Fitri yang dirahmati Allah

Demikian khutbah hari raya Idul Fitri tentang meraih kesempurnaan iman di hari kemenangan ini. Semoga bermanfaat dan membawa keberkahan kepada kita semua, serta menjadi penyebab diterimanya semua amal ibadah yang kita lakukan selama bulan Ramadhan.

   جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ كُلَّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ. بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ، وَنَفَعَنِيْ وَاِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ جَمِيْعَ أَعْمَالِنَا إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيْمُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ  

Khutbah II

 اَللهُ أَكْبَرُ (3x)، اَللهُ أَكْبَرُ (3x)، اَللهُ أَكْبَرُ (3x) وَلِلهِ الْحَمْدُ. اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا، وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا. أَشْهَدُ أَنْ لَااِلَهَ اِلَّا الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، اِلَهٌ لَمْ يَزَلْ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيْلًا. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَحَبِيْبُهُ وَخَلِيْلُهُ، أَكْرَمُ الْأَوَّلِيْنَ وَالْأَخِرِيْنَ، اَلْمَبْعُوْثُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ كَانَ لَهُمْ مِنَ التَّابِعِيْنَ، صَلَاةً دَائِمَةً بِدَوَامِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَذَرُوْا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ. وَحَافِظُوْا عَلَى الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ وَالصَّوْمِ وَجَمِيْعِ الْمَأْمُوْرَاتِ وَالْوَاجِبَاتِ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ بِنَفْسِهِ. وَثَنَى بِمَلَائِكَةِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ. إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيْمَ فِيْ العَالَمِيْنَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وِالْأَمْوَاتِ. اَللّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَةً، اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاءِ ذِيْ الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوْا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرُكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

 

Khutbah Idul Fitri: Lebaran, Mudik, dan Orang Tua

Khutbah I

 اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً، لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وَلِلّٰهِ اَلْحَمْدُ الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ حَرَّمَ الصِّياَمَ أَيّاَمَ الأَعْياَدِ ضِيَافَةً لِعِباَدِهِ الصَّالِحِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لاَإِلٰهَ إِلاَّاللهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ الَّذِيْ جَعَلَ الجَّنَّةَ لِلْمُتَّقِيْنَ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَناَ وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِيْ إِلىَ الصِّرَاطِ المُسْتَقِيْمِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَباَرِكْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّـدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحاَبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنَ. أَمَّا بَعْدُ .فَيَآأَيُّهَاالمُؤْمِنُوْنَ وَالمُؤْمِناَتِ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ. وَاتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقاَتِهِ وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ . قَالَ اللهُ تَعَالَى:  وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ

Maasyiral Muslimin wal Muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,

Tiada kalimat lain yang paling layak kita ungkapkan pada kesempatan yang mulia ini, selain kalimat Alhamdulillahirabbil alamin, puja dan puji syukur kepada Allah swt Tuhan semesta alam yang telah menganugerahkan nikmat yang tidak bisa kita hitung satu persatu. Di antara nikmat agung itu adalah masih diberinya kita kemampuan untuk menghirup udara dunia sekaligus anugerah umur panjang sehingga kita masih bisa beribadah kepada-Nya serta masih berkesempatan untuk berkumpul bersama orang-orang yang kita cintai di sekeliling kita.  

Semua ini adalah nikmat yang agung. Terlebih pada momentum Hari Raya Idul Fitri yang menjadi perayaan kemenangan dan kebahagiaan. Sebuah hari raya di mana takbir, tahmid, dan tahlil berkumandang di berbagai penjuru dunia menandai kembalinya fitrah umat Islam seperti bayi yang terlahir kembali ke dunia ini.

Maasyiral Muslimin wal Muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,

Dalam catatan sejarah, awal mula dilaksanakannya hari raya Idul Fitri adalah pada tahun ke-2 Hijriah. Saat itu kaum Muslimin mendapatkan kemenangan besar dalam perang Badar. Perayaan kemenangan yang diraih umat Islam pada waktu itu, secara tidak langsung merayakan dua kemenangan yakni kemenangan atas telah paripurnanya menjalankan kewajiban puasa di bulan Ramadhan dan kemenangan dalam perang badar. Dalam tradisi bangsa Indonesia, Hari Raya Idul Fitri terkenal dengan nama Lebaran. Para ahli  bahasa menyebut bahwa kata Lebaran salah satunya berasal dari bahasa Jawa yakni ‘lebar’ yang memiliki arti 'selesai'.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri, kata Lebaran dimaknai sebagai hari raya umat Islam yang jatuh pada 1 syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan. Makna ini selaras dengan kenyataan, bahwa pada hari Lebaran, kita sudah selesai menjalankan kewajiban berpuasa dan mewujudkannya dalam bentuk perayaan kebahagiaan sebagai wujud syukur kepada Allah swt.

Pada hari ini kita berbahagia bersama dan saling menyampaikan doa dengan berbagai bentuk redaksi seperti: ‘taqabbalallahu minnaa wa minkum’ yang artinya “semoga Allah menerima (amal ibadah Ramadlan) kita”. Dan juga doa “wa ja’alanallaahu wa iyyaakum minal ‘aaidin wal faaiziin’ yang artinya ‘Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang kembali dan orang-orang yang beruntung atau menang.’

Sebuah doa yang berisi harapan mendalam agar setelah melaksanakan rangkaian ibadah di bulan Ramadhan ini kita akan benar-benar kembali suci dan beruntung mencapai kemenangan dengan predikat sebagai orang-orang yang bertakwa. Hal ini telah Allah sebutkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 183:

 يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ

Maasyiral Muslimin wal Muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,  

Kebahagiaan yang kita rasakan ini tentu sangat kurang lengkap jika dirayakan sendiri. Kebahagiaan akan terasa lebih nikmat jika bisa dirayakan dengan berkumpul bersama orang-orang yang kita cintai. Hal inilah yang memunculkan sebuah tradisi ritual di negara kita yakni Mudik. Sebuah tradisi berisikan kerinduan di tanah rantau untuk pulang melihat kembali tanah kelahiran. Sebuah tradisi luhur untuk kembali lagi berkumpul dengan keluarga, mengingat kembali masa kecil sekaligus bersimpuh sungkem dalam pelukan kedua orang tua. Mudik juga tidak hanya memiliki dimensi makna sekedar pulang kampung saja. Di dalamnya terkandung dimensi spiritual yang nilainya tidak bisa diukur dengan materi dunia. Jarak jauh melintasi laut dan sungai, medan terjal dan jalan berliku, ditambah waktu, tenaga, serta biaya yang harus dikeluarkan untuk mudik,  tidak bisa menghalangi rasa kangen yang membuncah kepada tanah kelahiran. Teknologi canggih seperti telepon, media sosial, maupun video call juga tidak akan bisa menggantikan kualitas pertemuan langsung dengan sanak kerabat kita di kampung halaman. Kemewahan perkotaan tak kan bisa menggantikan manisnya kenangan kesederhanaan bersama teman masa kecil yang selalu terbayang jelang lebaran. Berbagai fasilitas di tanah rantau tidak bisa menghalangi pulang kampung menuju ibu pertiwi walau berada di tengah hutan dan pucuk gunung yang tinggi sekalipun. Kerinduan kepada tanah kelahiran seperti ini juga pernah dirasakan oleh Nabi Muhammad saw seperti yang tersebut dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.

 قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لِمَكَّةَ : ” مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلَدٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ ، وَلَوْلا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ

Artinya: “Berkata Rasulullah saw, “Alangkah indahnya dirimu (Makkah). Engkaulah yang paling ku cintai. Seandainya saja dulu penduduk Mekah tidak mengusirku, pasti aku masih tinggal di sini” (HR al-Tirmidzi).

 اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ

Maasyiral Muslimin wal Muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,

Jika kita renungkan lebih mendalam, hakikat mudik adalah kembali ke pangkuan orang tua. Sosok paling berjasa yang telah melahirkan kita ke dunia ini, sosok yang telah menjadi pahlawan kesuksesan kehidupan kita. Janganlah sombong dengan keberhasilan dan apapun yang telah  kita raih dalam kehidupan ini. Semua itu tidak akan bisa lepas dari jasa dan doa kedua orang kita. Bagaimana pun kondisi orang tua kita, mereka adalah sosok yang harus kita cintai, hormati, dan patuhi. Mereka adalah jimat kita yang sakral di dunia ini. Karena keridhaan dan keikhlasan orang tua akan menjadi sumber kesuksesan kehidupan kita di dunia. Sebaliknya kemarahan mereka adalah merupakan sebuah kemurkaan dan bencana dalam kehidupan kita. Rasulullah bersabda:

 رِضَى اللهِ فىِ رِضَى الْوَالِدَيْنِ وَسُخْطُ اللهِ فِى سُخْطِ الْوَالِدَيْنِ

Artinya: "Keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan orang tua dan kemarahan Allah tergantung kemarahan orang tua" Allah swt pun telah mengingatkan kita untuk senantiasa berbuat baik kepada orang tua. Jangan membentaknya, jangan pernah sekali-kali berkata kasar kepada mereka. Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 23:

 وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا

Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik”.

Sehingga hadirin rahimakumullah.... Mudik lebaran kali ini bisa menjadi momentum tepat untuk bersimpuh kepada kedua orang tua kita atas segala khilaf dan kesalahan yang selama ini telah diperbuat kepada mereka. Mari kita tancapkan dalam hati kita untuk jangan lagi menyakiti hati dan fisik mereka. Kita perlu sadar bahwa jasa dan perjuangan mereka tidak akan bisa kita balas dan bayar lunas. Demi Allah... demi Rasulullah...  sebanyak apapun yang pernah kita berikan, apa pun yang pernah kita serahkan kepada orang tua kita, tidak akan pernah setimpal dengan perjuangan dan pengorbanan mereka membesarkan kita. “Ya Allah, ya Tuhan kami. Anugerahkanlah kasih sayang-Mu pada kedua orang tua kami. Keruniakanlah keberkahan, kesehatan, dan umur panjang kepadanya. Kuatkanlah iman dan Islam mereka serta kekuatan untuk terus membimbing kami. Maafkanlah atas segala kesalahan yang telah kami perbuat kepada mereka. Jadikanlah mereka nantinya ahli surga bersama orang-orang yang Engkau cintai.

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ

Maasyiral Muslimin wal Muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,  

Di mudik lebaran kali ini mari kita raih kedua tangannya. Peluk tubuh mereka yang dulu kekar merawat kita namun sekarang sudah mulai lemah termakan usia. Mintalah keridhaan dan keikhlasan dari mereka berdua untuk bekal hidup kita. Bagi kita yang orang tuanya sudah dipanggil Allah swt, mari kita ziarahi makam mereka. Kunjungi dan bersihkan pusaranya. Kita perlu sadari, bahwa mereka di sana menunggu panjatan doa dari kita. Mereka pasti akan tersenyum melihat kehadiran dan doa yang kita panjatkan. Dan sebaliknya, mereka pasti akan sangat bersedih ketika kita tidak mendoakannya karena hanya itulah yang mereka harapkan di alam sana.

Ma’asyiral muslimin wal muslimat jamaah shalat Idul Fitri rahimakumullah,

Selain kepada orang tua, mari juga saling memaafkan dosa dan kesalahan dengan orang-orang yang ada dalam kehidupan kita. Tidak ada manusia yang sempurna. Semua pasti memiliki dosa dan kesalahan kepada sesama. Sehingga lebaran menjadi salah satu momentum tepat untuk saling memaafkan. Semoga lah semua dosa kita kepada Allah, orang tua dan kepada sesama akan diampuni sehingga kita akan menjadi insan yang kembali suci mendapatkan kemenangan. Amin

 جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ اْلعَائِدِيْنَ وَاْلفَائِزِيْنَ وَاْلمَقْبُوْلِيْنَ، وَاَدْخَلَنَا وَاِيَّاكُمْ فِى زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ، اَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ الله لِى وَلَكُمْ، وَلِوَالِدَيْنَا وَلِسَائِرِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، فَاسْتَغْفِرهُ اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah II

 اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ اللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً، لاَاِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ، اللهُ اَكْبَرُ وَلِلَّهِ اَلْحَمْدُ. اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيِنَ، أَشْهَدُ أَنْ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ألِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. اَمَّا بَعْدَ : يَا أَيُّهَا النَّاسُ ا اتَّقُوا الله. قال الله تعالى: أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ . وَقَالَ تَعَالَى: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى اَنْبِيَائِكَ وَرَسُلِكَ وَمَلاَئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ، وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ: اَبِى بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِى، وَ عَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وتَابِعِى التَّابِعِيْنَ، لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، اَلاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالاَمْوَاتِ. اللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا الْبَلاَءَ وَالْوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَالْمِحَنَ وَسُوْءَ الْفِتَنَ وَالْمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيسِيَّا هَذَا خَاصَّةً، وَسَائِرِ الْبُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، يَارَبَّ الْعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الاَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ . تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ، وَجَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ الْفَائِزِيْنَ، كُلُّ عَامٍ وَاَنتُمْ بِخَيْرٍ. وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيِنَ عِبَادَ اللهِ، اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِالْعَدْلِ وَالاِحْسَانِ، وَاِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَذْكُرْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ. وَاللهُ يَعْلَمُ ماَ تَصْنَعُوْنَ