Senin, 17 Desember 2012

7 Langkah Mencuci Hati

7 Langkah Mencuci Hati

الحمد لله, الحمد لله الذى أعد للمؤمنين والمؤمنات جنات تجرى من تحتها الانهار أحمده سبحان الله تعالى وأشكره على نعمه الغزار, وأشهد أن لااله الا الله وحده لاشريك له الملك العزيز الغفار, وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدا عبده ورسوله المختار, اللهم صل وسلم وبارك على عبدك ورسولك محمد نور الانوار وسر الاسرار وعلى اله الأبرار واصحابه الاخيار ومن تبعهم باحسان الى يوم القرار. اما بعد.
فيامعاشر المسلمين رحمكم الله أوصيكم ونفسى بتقوى الله وقد فاز المتقون واحثكم على طاعته لعلكم تفلحون.     

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Pada kesempatan kali ini, khatib hendak mengisi khutbah jum’at ini dengan dua buah kisah teladan dari sayyidina Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu dan Hatim al-Asham. Kisah ini semoga dapat menjadi inspirasi kita bersama dalam beramal dan menjalankan ibadah keseharian. Sehingga kita benar-benar menjadi seorang muslim yang sehat lahir dan bathin.
Jama’ah Jum’ah yang Berbahagia
Suatu ketika seorang sufi ahli ibadah bernama Hatim al-Asham (w. 237 M) diminta penjelasan oleh Ashim bin Yusuf setelah pengajian majlis ta’limnya.  Ashim bin Yusuf adalah seorang ahli fiqih yang melihat segalanya dari kacamata syariah. Ashim bertanya kepada Hatim “ya Syaikh bagaimanakah cara kamu melaksanakan shalat?”
Hatim al-Asham sebagai ahli tarekat dan syariat menjawab “ketika masuk waktu shalat aku berwudhu dengan dua wudhu, wudhu lahir dan wudhu bathin. Wudhu lahir itu syariat dan wudhu bathin adalah haqiqat”. Ashim bin Yusuf sebagai santri yang berkonsentrasi pada fiqih agak terkejut. Sebelum memperpanjang keterkejutannya Hatim al-Asham segera menerangkan bahwa “wudhu lahir dilakukan dengan membersihkan anggota badan menggunakan air. Kalau wudhu bathin itu harus mencuci hati (salamatush shadri) dengan tujuh hal. 1) Dicuci dengan rasa penyesalan an-nadamah. Menyesali dari berbagai kesalahan dan menyesali karena meninggalkan kebaikan. Mengenai an-nadamah ini, kisah Sayyidina Umar bin Khattab ra patut didengarkan.
Jama’ah Jum'ah yang Dimuliakan Allah
Sayyidina Umar bin Khattab ra  memiliki kebun kurma di Madinah. Pohon-pohon kurmanya berbuah dengan kwalitas bagus, manis dan legit. Tidak hanya itu saja, bahkan di dalam kebun itu terdapat satu sumber air, padahal sudah maklum sulitnya sumber air di Madinah. Betapa bahagianya hati Sayyidina Umar memiliki kebun tersebut, hingga seringkali beliau berjalan mengelilingi dan memeriksa hasil perkebunannya. Hingga suatu saat sepulang dari kebun itu beliau berjumpa dengan para sahabat yang berjalan bersamaan. Kemudian Sayyidina Umar bertanya “dari manakah gerangan kalian berjalan bersama-sama?” para sahabat menjawab “ini dari pulang berjama’ah ashar” kontan saja sayyidina umar berucap “innalilahi wa inna ilaihi rojiun, jadi ini tadi habis jama’ah ashar? Masyaallah saksikanlah para sahabat, karena aku ketinggalan jama’ah karena kebun kurma ini, maka kebun ini aku wakafkan kepada fakir miskin”
Demikianlah selayaknya contoh yang harus kita teladani dalam hal penyesalan meninggalkan satu ibadah kebaikan. Bacaan taroji’ yang berbunyi innalilahi wa inna ilaihi rojiun, sebenarnya merupakan ungkapan ketika seseorang mendapatkan cobaan dan musibah. Jadi suburnya kebun dan sumber air bagi sayyidina Umar tidak lain hanyalah cobaan yang menimpa dirinya. Dan kalimat innalilahi wa inna ilaihi rojiun menunjukkan betapa penyesalan yang luar bisa dari beliau akibat ketinggalan shalat jama’ah ashar.
Apakah demikian keadaan kita, pernahkan kita berucap innalilahi wa inna ilaihi rojiun ketika ketinggalan satu shalat jama’ah? Ada juga kita innalilahi wa inna ilaihi rojiun ketika gelas ditangan kita terjatuh, ketika makanan tertumpah dari tangan. Bukankah itu sama artinya kita lebih menghargai gelas dan maknan dari pada shalat jama’ah?
Selanjutnya, Jama’ah Jum'ah Rahimakumullah
Yang ke-2, hati harus dicuci dengan taubat. Taubat nashuha sesungguh-sungguhnya. Bertekad tidak akan mengulanginya lagi. Jika perlu taubat itu disertai dengan puasa tiga hari sebagai bukti kesungguhan dan membiasakan shalat di malam hari. Yang ke- 3, hati harus dicuci dengan meninggalkan cinta dunia atau tarku hubbid dunya, mengapa? liannahu ra’su kulli khati’athin. Karena cinta dunia mengakibatkan kesalahan. Mengapa menipu? Karena hubbid dunya, mengapa selingkuh? Karena hubbid dunya, mengapa korupsi? Karena hubbid dunya.  
Yang ke-4 hati dicuci dengan menjauhkan diri dari suka kekuasaan hubbur riyasah sesunggunya kekuasaan sering menyibukkan manusia dan memalingkannya dari Allah Yang Maha Kuasa. yang ke-5, hati harus dicuci dengan meninggalkan suka dipuji hubbul mahmadah.  Pujian seringkali menenggelamkan manusia dalam ke-Aku-annya yang mengakibatkan kesombongan yang luar biasa. Dan ke-6, baiknya hati dicuci dari dendam tarkul hiqdi. Meninggal dan melupaka dendam yang secara otomatis akan membawa seseorang tabah dan sabar menghadapi cobaan dan rasa sakit dari orang lain yang disebut hamlul adza. Dan terakhir, yang ke-7 baiknya hati dicuci dengan Tarkul Hasad, meninggalkan hasud yang sangat berbahaya. Sebagaimana bahayanya api yang dengan cepat membakar kayu.”
Demikian Ma’asyiral Muslimin
Hatim memaknai wudhu secara bathin. Lalu bagaimanakah cara beliau melaksanakan shalat. Kemudian lanjut Hatim al-Asham, “ketika memulai shalat aku merasa ka’bah di depanku, surga di kananku, neraka di kiriku, shirathal mustaqim di telapk kakiku, dan izrail telah menunggu di belakangku yang siap menyabut nyawa”. Inilah praktik Qashrul amal (pendek angan-angannya). yaitu semangat yang mampu mendorong untuk beribadah lebih ditingkatkan. Selalu merasa psimis sehingga menjadikan semangat ibadah yang tinggi.
Jama’ah yang Berbahagia
Demikianlah khutbah jum’ah kali ini yang disampaikan melalui kisah dan cerita. Sesungguhnya dalam kisah itu terdapat hikmah yang dapat dijadikan uswah bagi kita semua. Ya Allah jadikanlah kami semua bagian dari orang-orang yang beruntung yang mampu menjalankan perintahmu secara benar dan meninggalkan laranganmu dengan benar pula, amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ

Senin, 10 Desember 2012

Bahagiakan Santri

Ustadz menceritakan pengalamannya bertamu kepada seorang kiai. Di tengah kesibukannya menerima tamunya, sang kiai pamit.

"Sebentar, saya pamit keluar dulu ya," ujar sang tuan rumah pada para tamunya. Tentu para tamu mempersilakan tuan rumahnya pergi.

Tetapi, tak sampai tiga menit, sang tuan rumah masuk lagi ke ruang tamu, duduk kembali menghadapi para tamunya.

"Kok sebentar, Kiai? Emang dari mana?" tanya salah seorang tamu yang kaget, tiba-tiba tuan rumah ada di hadapannye kembali.

"Membahagiakan santri?" jawab kiai pendek.

"Bagaimana caranya? Membahagiakan santri kok cuma dua menit?" tanya si tamu penasaran, pikirannya sudah ke mana-mana.

"Saya cuma bilang ke santri, Kang, ngajine libur ya.." jawab kiai enteng. Seisi ruang tamu tertawa. 

Minggu, 09 Desember 2012

KHUTBAH JUM'AT 7 Langkah Mencuci Hati

7 Langkah Mencuci Hati


“ketika memulai shalat aku merasa ka’bah di depanku, surga di kananku, neraka di kiriku, shirathal mustaqim di telapk kakiku, dan izrail telah menunggu di belakangku yang siap menyabut nyawa” 
الحمد لله, الحمد لله الذى أعد للمؤمنين والمؤمنات جنات تجرى من تحتها الانهار أحمده سبحان الله تعالى وأشكره على نعمه الغزار, وأشهد أن لااله الا الله وحده لاشريك له الملك العزيز الغفار, وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدا عبده ورسوله المختار, اللهم صل وسلم وبارك على عبدك ورسولك محمد نور الانوار وسر الاسرار وعلى اله الأبرار واصحابه الاخيار ومن تبعهم باحسان الى يوم القرار. اما بعد.
فيامعاشر المسلمين رحمكم الله أوصيكم ونفسى بتقوى الله وقد فاز المتقون واحثكم على طاعته لعلكم تفلحون.     

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Pada kesempatan kali ini, khatib hendak mengisi khutbah jum’at ini dengan dua buah kisah teladan dari sayyidina Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu dan Hatim al-Asham. Kisah ini semoga dapat menjadi inspirasi kita bersama dalam beramal dan menjalankan ibadah keseharian. Sehingga kita benar-benar menjadi seorang muslim yang sehat lahir dan bathin.
Jama’ah Jum’ah yang Berbahagia
Suatu ketika seorang sufi ahli ibadah bernama Hatim al-Asham (w. 237 M) diminta penjelasan oleh Ashim bin Yusuf setelah pengajian majlis ta’limnya.  Ashim bin Yusuf adalah seorang ahli fiqih yang melihat segalanya dari kacamata syariah. Ashim bertanya kepada Hatim “ya Syaikh bagaimanakah cara kamu melaksanakan shalat?”
Hatim al-Asham sebagai ahli tarekat dan syariat menjawab “ketika masuk waktu shalat aku berwudhu dengan dua wudhu, wudhu lahir dan wudhu bathin. Wudhu lahir itu syariat dan wudhu bathin adalah haqiqat”. Ashim bin Yusuf sebagai santri yang berkonsentrasi pada fiqih agak terkejut. Sebelum memperpanjang keterkejutannya Hatim al-Asham segera menerangkan bahwa “wudhu lahir dilakukan dengan membersihkan anggota badan menggunakan air. Kalau wudhu bathin itu harus mencuci hati (salamatush shadri) dengan tujuh hal. 1) Dicuci dengan rasa penyesalan an-nadamah. Menyesali dari berbagai kesalahan dan menyesali karena meninggalkan kebaikan. Mengenai an-nadamah ini, kisah Sayyidina Umar bin Khattab ra patut didengarkan.
Jama’ah Jum'ah yang Dimuliakan Allah
Sayyidina Umar bin Khattab ra  memiliki kebun kurma di Madinah. Pohon-pohon kurmanya berbuah dengan kwalitas bagus, manis dan legit. Tidak hanya itu saja, bahkan di dalam kebun itu terdapat satu sumber air, padahal sudah maklum sulitnya sumber air di Madinah. Betapa bahagianya hati Sayyidina Umar memiliki kebun tersebut, hingga seringkali beliau berjalan mengelilingi dan memeriksa hasil perkebunannya. Hingga suatu saat sepulang dari kebun itu beliau berjumpa dengan para sahabat yang berjalan bersamaan. Kemudian Sayyidina Umar bertanya “dari manakah gerangan kalian berjalan bersama-sama?” para sahabat menjawab “ini dari pulang berjama’ah ashar” kontan saja sayyidina umar berucap “innalilahi wa inna ilaihi rojiun, jadi ini tadi habis jama’ah ashar? Masyaallah saksikanlah para sahabat, karena aku ketinggalan jama’ah karena kebun kurma ini, maka kebun ini aku wakafkan kepada fakir miskin”
Demikianlah selayaknya contoh yang harus kita teladani dalam hal penyesalan meninggalkan satu ibadah kebaikan. Bacaan taroji’ yang berbunyi innalilahi wa inna ilaihi rojiun, sebenarnya merupakan ungkapan ketika seseorang mendapatkan cobaan dan musibah. Jadi suburnya kebun dan sumber air bagi sayyidina Umar tidak lain hanyalah cobaan yang menimpa dirinya. Dan kalimat innalilahi wa inna ilaihi rojiun menunjukkan betapa penyesalan yang luar bisa dari beliau akibat ketinggalan shalat jama’ah ashar.
Apakah demikian keadaan kita, pernahkan kita berucap innalilahi wa inna ilaihi rojiun ketika ketinggalan satu shalat jama’ah? Ada juga kita innalilahi wa inna ilaihi rojiun ketika gelas ditangan kita terjatuh, ketika makanan tertumpah dari tangan. Bukankah itu sama artinya kita lebih menghargai gelas dan maknan dari pada shalat jama’ah?
Selanjutnya, Jama’ah Jum'ah Rahimakumullah
Yang ke-2, hati harus dicuci dengan taubat. Taubat nashuha sesungguh-sungguhnya. Bertekad tidak akan mengulanginya lagi. Jika perlu taubat itu disertai dengan puasa tiga hari sebagai bukti kesungguhan dan membiasakan shalat di malam hari. Yang ke- 3, hati harus dicuci dengan meninggalkan cinta dunia atau tarku hubbid dunya, mengapa? liannahu ra’su kulli khati’athin. Karena cinta dunia mengakibatkan kesalahan. Mengapa menipu? Karena hubbid dunya, mengapa selingkuh? Karena hubbid dunya, mengapa korupsi? Karena hubbid dunya.  
Yang ke-4 hati dicuci dengan menjauhkan diri dari suka kekuasaan hubbur riyasah sesunggunya kekuasaan sering menyibukkan manusia dan memalingkannya dari Allah Yang Maha Kuasa. yang ke-5, hati harus dicuci dengan meninggalkan suka dipuji hubbul mahmadah.  Pujian seringkali menenggelamkan manusia dalam ke-Aku-annya yang mengakibatkan kesombongan yang luar biasa. Dan ke-6, baiknya hati dicuci dari dendam tarkul hiqdi. Meninggal dan melupaka dendam yang secara otomatis akan membawa seseorang tabah dan sabar menghadapi cobaan dan rasa sakit dari orang lain yang disebut hamlul adza. Dan terakhir, yang ke-7 baiknya hati dicuci dengan Tarkul Hasad, meninggalkan hasud yang sangat berbahaya. Sebagaimana bahayanya api yang dengan cepat membakar kayu.”
Demikian Ma’asyiral Muslimin
Hatim memaknai wudhu secara bathin. Lalu bagaimanakah cara beliau melaksanakan shalat. Kemudian lanjut Hatim al-Asham, “ketika memulai shalat aku merasa ka’bah di depanku, surga di kananku, neraka di kiriku, shirathal mustaqim di telapk kakiku, dan izrail telah menunggu di belakangku yang siap menyabut nyawa”. Inilah praktik Qashrul amal (pendek angan-angannya). yaitu semangat yang mampu mendorong untuk beribadah lebih ditingkatkan. Selalu merasa psimis sehingga menjadikan semangat ibadah yang tinggi.
Jama’ah yang Berbahagia
Demikianlah khutbah jum’ah kali ini yang disampaikan melalui kisah dan cerita. Sesungguhnya dalam kisah itu terdapat hikmah yang dapat dijadikan uswah bagi kita semua. Ya Allah jadikanlah kami semua bagian dari orang-orang yang beruntung yang mampu menjalankan perintahmu secara benar dan meninggalkan laranganmu dengan benar pula, amin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ

KHUTBAH JUM'AT Tiga Makna Hijrah

Tiga Makna Hijrah


Ada tiga makna utama dari momentrum hijrah Rasulullah saw yang dapat diterapkan dalam kehidupan masa kini. Pertama, memaknai hijrah Rasulullah sebagai Hijrah Insaniyyah, Hijrah Tsaqafiyyah, dan Hijrah Islamiyyah.
الحمد لله على نعمه فى أول الشهر من السنة الهجرة التامة, الذى جعل هذا اليوم من أعظم الأيام الرحمة, أحمده حمد الحامدين, واستعينه أنه خيرالمعين, وأتوكل عليه انه ثقة المتوكلين أشهد أن لااله الا الله وحده لاشريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله المجتبى وسيد الورى رحمة للعالمين. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين وسلم تسليما كثيرا...اما بعد.
Marilah pada jum’at kedua bulan Muharram ini kita lebih memanfaatkan berbagai keutamaan yang disediakan oleh Allah guna meningkatkan ketaqwaan kita kepada-Nya. Karena sesungguhnya Muharram adalah salah satu bulan yang istimewa dan dimuliakan.
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Bulan Muharram dalam tradisi Islam memiliki keistimewaan dan sisi kesejarahan yang panjang. Diantara kelebihan bulam Muharram terletak pada hari ‘asyura atau hari kesepuluh pada bulan Muharram. Karena pada hari ‘asyura’ itulah (seperti yang termaktub dalam I’anatut Thalibin) Allah untuk pertama kali menciptakan dunia, dan pada hari yang sama pula Allah akan mengakhiri kehidupan di dunia (qiyamat). Pada hari ‘asyura’ pula Allah mencipta Lauh Mahfudh dan Qalam, menurunkan hujan untuk pertama kalinya, menurunkan rahmat di atas bumi. Dan pada hari ‘asyura’ itu Allah mengangkat Nabi Isa as. ke atas langit. Dan pada hari ‘asyura’ itulah Nabi Nuh as. turun dari kapal setelah berlayar karena banjir bandang. Sesampainya di daratan Nabi Nuh as. bertanya kepada pada umatnya “masihkah ada bekal pelayaran yang tersisa untuk dimakan?” kemudian mereka menjawab “masih ya Nabi” Kemudian Nabi Nuh memerintahkan untuk mengaduk sisa-sisa makanan itu menjadi adonan bubur, dan disedekahkan ke semua orang. Karena itulah kita mengenal bubur suro. Yaitu bubur yang dibikin untuk menghormati hari ‘asyuro’.
Bubur suro merupakan pengejawentahan rasa syukur manusia atas keselamatan yang Selma ini diberikan oleh Allah swt. Namun dibalik itu bubur suro (jawa) selain simbol dari keselamatan juga pengabadian atas kemenangan Nabi Musa as, dan hancurnya bala Fir’aun. Oleh karena itu barang siapa berpuasa dihari ‘asyura’ seperti berpuasa selama satu tahun penuh, karena puasa di hari ‘asyura’ seperti puasanya para Nabi. Intinya hari ‘syura’ adalah hari istimewa. Banyak keistimewaan yang diberikan oleh Allah pada hari ini diantaranya adalah pelipat gandaan pahala bagi yang melaksanakan ibadah pada hari itu. Hari ini adalah hari kasih sayang, dianjurkan oleh semua muslim untuk melaksanakan kebaikan, menambah pundi-pundi pahala dengan bersilaturrahim, beribadah, dan banyak sedekah terutama bersedekah kepada anak yatim-piatu.
Jama’ah Jum’ah yang dimuliakan Allah
Semua itu adalah sejarah. Masalalu yang tersisa ceritanya untuk kita di masa kini. Sejarah memang perlu diingat dan dipelajari demi kemaslahatan masa depan. Dalam rangka menjaga ingatan yang telah melewati bentangan waktu yang bergitu panjang. Manusia membutuhkan tradisi. Yaitu segala macam tata nilai yang masih tersisa hingga kini dari masa lalu. Merawat tradisi sama artinya dengan usaha menghadirkan masa lalu dalam kerangka kehidupan masa kini. Oleh karena itu kita sering merasakan kehadiran tradisi di tengah-tengah kita sebagai sesuatu yang aneh dan lain. Maklum saja karena tradisi merupakan potongan masa lalu yang dihadirkan kembali di masa kini.
Maka menjadi wajar jika orang masa kini terheran-heran melihat munculnya tradisi yang nampak arkaik dan kuno. Banyak sekali orang masa kini yang mengacuhkan dan menyepelekan tradisi, karena dianggap sebagai sesuatu yang mubadzir atau tidak rasional. Perayaan haul, maulidan, baca diba’, dan shalawat lengkap dengan hadrohnya juga syuro-an dianggap sebagai bid’ah dan khurafat. Hal ini sesungguhnya menunjukkan betapa kesedaran orang tersebut akan sejarah sangat dangkal. Mereka tidak mau mengerti dan memahami masa lalunya.
Namun, di sisi lain, tidak baik juga apabila manusia selalu menjunjung dan terlalu silau dengan zaman keemasan masa lalu. Karena sesungguhnya kita hidup pada masa kini. Oleh karena itu manusia masa kini harus mampu menempatkan tradisi agar tidak menggunakannya hanya sebagai asesoris kehidupan. Maka menjadi perlu bagi kita orang muslim merawat tradisi dan juga memaknainya kembali untuk kontekstual masa kini. Begitu pula pentingnya memaknai momentum hijrah Rasulullah saw yang dijadikan pedoman penghitungan masa dalam Islam.
Jama’ah yang berbahagia
Ada tiga makna utama dari momentrum hijrah Rasulullah saw yang dapat diterapkan dalam kehidupan masa kini. Pertama, memaknai hijrah Rasulullah sebagai Hijrah Insaniyyah. Sebagai transformasi nilai-nilai kemanusiaa. Perubahan paradigma masyarakat Arab setelah kedatangan Islam dan pola pikir mereka menunjukkan betapa sisi-sisi kemanusiaan dijadikan materi utama dakwah Rasulullah saw. bahwa semua manusia memiliki derajat yang sama, hanya Allahlah satu-satunya Zat yang memiliki perbedaan dengan manusia. Itulah inti kalimat Syahadat أشهد أن لا اله الا الله  bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah.
Pernyataan syahadat ini secara langsung mengeliminir segala macam perbudakan dan penguasaan atas seseorang. Dan inilah yang paling ditakutkan oleh para bangsawan Makkah semacam Abu Jahal pada waktu itu. Karena misi kemanusiaan ini dapat merobohkan dominasi mereka atas para budak belian. Dengan demikian, sungguh Islam telah meletakkan sebuah pondasi tata nilai kemanusiaan. Sebagaimana dengan tegas disampaikan Rasulullah saw dalam khutbahnya ketika haji wada’
إن دمائكم وأموالكم وأعراضكم عليكم حرام  "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu haram atas kamu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah
Kemudian kita harus memaknai momentum hijrah ini sebagai Hijrah Tsaqafiyyah, yaitu hijrah kebudayaan. Hijrah dari kebudayaan jahiliyyah menuju kebudayaan madaniyah. Kebudayaan yang sarat dengan makna dan kemuliaan sebagaimana diperlihatkan oleh Rasulullah dalam tata krama keseharian. Dalam pergaulannya, beliau menghargai dan menggauli semua orang dengan cara yang sama tanpa ada perbedaan. Bahkan lebih dari itu, beliau selalu bertindak sopan dan ramah kepada semua orang tidak pernah pandang bulu. Sebagaimana sabda beliau إنما البعثت لأتمم مكارم الأخلاق  Bahwasannya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq.
Inilah sejatinya fondasi kebudayaan dalam kacamata Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemuliaan. Termasuk di dalamnya adalah kebersamaan, gotong royong dan kesetia kawanan. Inilah nilai-nilai yang kini mulai lenyap dari kehidupan kita digantikan dengan individualism dan kapitalime.

Yang ketiga, Jama’ah Jum’ah yang Dimuliakan Allah
Adalah memaknai hijrah sebagai Hijrah Islamiyyah, yaitu peralihan kepeasrahan kepada Allah secara total. Momentum hijrah ini harus kita maknai sebagai upaya peralihan diri menuju kepasrahan total kepada Allah Yang Maha Kuasa. Artinya setelah modernism menggiring kita kepada rasionalisme yang tinggi, hingga menyandarkan kehidupan kepada teknologi. Dan mengandalkan struktur sebuah system. Maka kini saatnya kita berbalik kepada Allah Yang Maha Pencipta. Sadarlah bahwasannya berbagai pertunjukan modernisme semata merupakan hasil kreatifitas manusia belaka.
Oleh karenanya, marilah di awal tahun baru ini kita memulai hidup baru dengan paradigma yang baru sesuai dengan makna hijrah tersebut.
اللهم ربنا اصرف عنا عذاب جهنم إن عذابها كان غراما, إنها سائت مستقرومقاما, ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما, بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ

KHUTBAH JUM'AT Tujuh Orang yang Dilindungi Allah di Hari Akhir

Tujuh Orang yang Dilindungi Allah di Hari Akhir


Marilah kita semua meningkatkan kwalitas ketaqaan kita dengan semakin merasa takut melanggar segala larangan-Nya dan menta’ati berbagai perintah-NYa. Hanya taqwalah yang mampu menghantarkan kita kepada kesuksesan mengarungi kehidupan dunia dan akhirat. Bahkan di hari kiamat nanti ada 7 golongan yang diamankan Allah dari penderitaan. Ketujuh golongan itu mensyaratkan ketaqwaan, itulah yang akan kita bahas dalam khotbah kali ini. 

الحمد لله, الحمد لله الذى شرع علينا الجهاد, وحرم علينا الفساد,  وأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ شهادَةَ أدخرها ليوم المعاد, وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الداعى بقوله وفعله إلى الرشاد. اللهمّ صَلّ وسّلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدِ وعَلى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ فى انحاء البلاد. أمَّا بعْدُ, فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهِ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ ...

Ma’syiral Muslimin Rahimakumullah

Marilah kita semua meningkatkan kwalitas ketaqaan kita dengan semakin merasa takut melanggar segala larangan-Nya dan menta’ati berbagai perintah-NYa. Hanya taqwalah yang mampu menghantarkan kita kepada kesuksesan mengarungi kehidupan dunia dan akhirat. Bahkan di hari kiamat nanti ada 7 golongan yang diamankan Allah dari penderitaan. Ketujuh golongan itu mensyaratkan ketaqwaan, itulah yang akan kita bahas dalam khotbah kali ini.  سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ

Maa’syiral Muslim Rahimakumullah

Pertama, dari ketujuh golongan itu adalah امام عادل   imamun adilun.  Pemimpin yang adil. Pemimpin memiliki pengaruh yang besar. Keputusannya mempengaruhi kehidupan masyarakat dan negaranya. Kesalahan dalam pengambilan keputusan akan membawa musibah dan kebenarannya akan membawa rahmah. Keadilan bukanlah perkara yang susah karena sesungguhnya keadilan selalu hadir di dalam hati yang paling kecil, hanya saja manusia sering mengabaikannya. Pura-pura tidak mendengarkan bila si hati kecil berbicara. Keadila semakin mudah terlaksana apabila ditemani dengan ke‘sederhana’an.

Kisah sahabat Umar bin Abdul Aziz ketika menerima tamu di rumahnya menjadi sebuah pelajaran yang berharga. Tidak hanya bagi pemimpin formal tetapi bagi semua manusia. Suatu malam ketika Umar sedang sibuk bekerja diruangannya, datanglah teman lama sebagai tamu. Umarpun menyapa dan menanya. “Engkau kesini mau berbicara urusan apa, soal pribadi atau soal Negara?” Tamu itu menjawab. “Soal pribadi”. Umarpun beranjak untuk mematikan lampu penerang ruangan. Tamu itu agak bingung, ia pun bertanya “tuanku mengapa engkau padamkan lampu, bukankah kita ingin berbincang” Umar menjawab “ sedari tadi aku berkeja diruangan ini untuk Negara, karena itu aku gunakan lampu sebagai penerangnya, nah sekarang kita berbincang soal pribadi, maka aku padamkan lampu itu, karena lampu itu dibelanjakan dengan uang rakyat, sedangkan perbincangan kita kali ini bersifat pribadi”.

Namun perlu diwaspadai bahwa pemimpin itu banyak godaan dan cobaan. Terutama rayuan akan gemerlap harta dan dunia. Maka dari itu kesuksesan seseorang menjadi pemimpin yang adil adalah garansi keamanan dari Allah swt di hari kiamat kelak. Sebagaimana hadits Rasulullah saw

Dari Abi Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang berbuat adil di sisi Allah (balasan) adalah mereka berada di atas mimbar dari cahaya di sisi kanan Allah yang Maha Al-Rahman dan kedua tanganNya adalah kanan, yaitu orang-orang yang berlaku adil di dalam menghukumi dan adil terhadap keluarga mereka serta adil terhadap apa yang menjadi tanggung  jawab mereka".

Namun juga sebaliknya, bila kepemimpinan itu tersia-siakan maka Allah akan membalasnya. Demikian keterangan yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari dan juga dalam Shahih Muslim hadist dari Ma'qil bin Yasar ra berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:  Tidaklah seorang hamba diberikan oleh Allah untuk mengurusi perkara rakyat kemudian dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya  kecuali Allah akan mengharamkan surga atas dirinya".

Jama’ah Jum’ah yang Berbahagia

Kedua, الشاب نشاء فى عبادة الله  Syab Nasya’a fi ibadatillah, anak muda yang tekun beribadah kepada Allah. pemuda adalah harapan dari segala-gala. Harapan agama dan Negara. Perjuangan bangsa ini dimasa penjajahan dipenuhi dengan pemuda. Pemuda Diponegoro, pemuda Imam Bonjol, pemuda  Pattimura dan lain sebagainya. Begitu juga kemerdekaan bangsa ini, pun juga terlahir dari pemuda Sukarno, pemuda hatta, pemuda Wahid hasyim dan teman-temannya. Sampai era reformasi juga bersinar dengan pemuda Ansor, Pemuda PMII, pemuda HMI, pemuda Mعhammadiyah dan kawan-kawannya.  Sungguh beban pemuda sangatlah berat. Bukan itu saja, perlu difahami pula bahwa masa depan Islam di Indonesia juga tergantung di tangan pemuda. Jika pemuda hari ini tidak memahami Islam dengan baik dan benar, maka tidak hayal Islam bisa menjadi sekedar nama di Indonesia.

Pemuda menjadi penting karena pemuda adalah penguasa masa depan. Syubbanul yaum Rijalul Ghad. Pemuda saat ini adalah tokoh masa depan. Bahkan Ketergantungan Islam di Indonesia kepada pemuda.

إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آَمَنُوا بِرَبِّهِمْ. وَزِدْنَاهُمْ هُدًى

Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.

Ketiga , Ma’asyiral Muslimin adalah   رجل معلق قلبه فى المساجد Rajulun qalbuhu muallaqun fil masajid. Lelaki yang hetinya selalu berhubungan dengan masjid. Masjid sebagai rumah Allah harus menjadi sumber inspirasi. Inspirasi yang untuk memajukan ummat baik maju jiwanya, maupun maju ekonominya. Karena kesehatan ekonomi menjadi pilar dari kesehatan jiwa. Dan kesehatan jiwa sangt berpengaruh pada kondisi agama.

Jadikanlah masjid sebagai tempat mencari persamaan bukan memperbesar perbedaan. Orang yang selalu memikirkan masjid berarti mereka juga memikirkan masyarakat masjid, masyarakat muslim yang selalu menjalankan perintah Allah lima kali setiap hari. Orang yang demikian akan mendapatkan perlindungan dari Allah swt kelak di hari akhir.  Masjid menjadi pelajaran demokrasi yang berharga. Bahwa siapapun dan apapun pangkatnya seseorang masuk masjid harus epas sepatu. Tidak peduli mentri, jendral ataupun bangsawan. Siapapun orangnya yang datang diakhir akan mendapatkan tempat di belakang dan yang dapatng dipermulaan akan mendapatkan shaf awal. Tanpa ada pengecualian.

Masjid dan umat bisa diibartakan bagaikan ikan dan air yang tak terpisahkan. Umat yang menjauhi masjid seperti Ikan yang menjauhi air, akan segera mati. Maka siapapun yang berusaha mengairi ikan bearti ia telah memberi kehidupan pada air itu, dan siapapun yang menghidupkan masjid maka Allah akan menghidupinya.

إنما يعمر مساجد الله من آمن بالله واليوم الآخر وأقام الصلاة وآتى الزكاة ولم يخش إلا الله فعسى أولئك أن يكونوا من المهتدين

Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, memnunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun)  selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. QS. At Taubah 18

Demikianlah jaminan yang diberikan Allah kepada mereka yang selalu memikirkan masjid sebagaimana keterangan sebuah hadits Dari Abi Darda' ra dia berkata: Rasulullah saw bersabda: Mesjid adalah rumah untuk setiap orang yang bertaqwa. Allah akan  memberikan jaminan bagi orang yang menjadikan mesjid sebagai rumahnya  dengan ruh, rahmat dan bisa melewati sirath dengan selamat menuju ridha Allah yang menyampaikannya ke dalam surga".
Keempat, وَرَجُلَانِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ  Dua orang lelaki yang saling mencintai karena Allah di mana dia berkumpul dan berpisah kerena Allah. Sebab ikatan keimanan yang paling kuat adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لائِمٍ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ 

Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.

Kelima, وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ . Seorang lelaki yang diajak oleh seorang wanita untuk berbuat mesum dengan dirinya, dia bukanlah wanita biasa, namun dia adalah wanita yang memiliki kedudukan dan jabatan yang tinggi, dan Allah memberinya kecantikan yang membuat dorongan fitnah semakin besar, dan ketertarikan hati semakin kuat, kemudian lelaki itu berkata “sungguh aku takut kepada Allah”

Begitu juga sebشliknya, jika terjadi pada diri seorang perempuan hal serupa dan dia berani menolaknya, sungguh Allah mengamankan di di hari kamat. Dan terdapat dalam riwayat yang shahih ketika seorang wanita shalihah akan berangkat ke sebuah tempat yang jauh bersama kafilah, maka seorang lelaki mengikutinya karena dia menyukai wanita itu, beberapa lama kemudian semua orang mulai tidur, namun wanita itu masih duduk dan belum tidur, kemudian lelaki itu mendekat kepadanya dan mengajaknya untuk berbuat keji karena semua orang telah tidur, maka wanita itu berkata: “apakah engkau yakin semua orang sudah tidur dan tidak ada yang akan melihat kita?”, maka lelaki itu pun kembali meyakinkan bahwa semua orang telah tidur,dan berkata kepada wanita itu : “betul semua orang telah tidur”, maka wanita itu berkata : “apakah Allah tidur dan tidak melihat kita?”, mendengar ucapan wanita itu maka lelaki itu tertunduk malu dan berkata : “iya betul Allah melihat kita”, wanita itu berkata lagi : “jika Allah melihat kita apakah engkau tidak malu kepada Allah, hingga engkau mengikutiku dari tempat yang jauh untuk berbuat hal itu kepadaku, dan jika engkau meninggal saat ini apa yang akan engkau jawab dihadapan Allah”, maka lelaki itu menutup mukanya karena malu dan kemudian pergi, setahun kemudian terdengar kabar bahwa telah wafat seorang wali Allah dan puluhan ribu orang yang mengantar jenazahnya ke pemakaman, dan setelah ditanya siapakah wali Allah yang telah wafat tersebut, ternyata dia adalah lelaki yang telah bertaubat di tangan wanita itu yang kemudian Allah mengangkat derajatnya hingga ia menjadi wali Allah subhanahu wata’ala.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Keenam , وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ أَخْفَى حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ. Lelaki yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan tangan kanannya. Itulah yang dimaksud dengan ikhlas. Mengerjakan sesuatu tanpa ada embel-embelnya.

إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاء فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّئَاتِكُمْ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خبير

Jika kamu menampakkan sedekah(mu) Maka itu adalah baik sekali. dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, Maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan

Megenai keikhlasan Imam Ibnu Rusyd berkata: ما كان لله يتم ماكان لغير الله ينهدم bahwa sesuatu yang dilakukan karena Allah maka akan sangat semprna dan barang siapa melakukan sesuatu karena yang lain maka akab binasa. Artinya binasa adalah sia-sia amalnya.

Ketujuh, رجل ذكر الله خاليا ففاضت عينه Rajulun dzakarallaha khaliyan fa fadhat ainahu. Maknanya adalah lelaki yang hatinya selalu ingat ekpada-Nya dan mengagungkan-Nya. dia selalu menyendiri dalam zikir kepada Allah, dapat ia merenungkan keagungan dan kebesaran-Nya, sehingga air matanya berlinang karena rindu kepada Allah. Allah mengaprsiasi orang seperti ini

نَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آياتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan Hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal

Demikianlah, khutbah kali ini semoga benar-benar menjadi pelajaran bagi kita semua.

باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْمٌ.

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ

Puasa Hari Asyuro' dan Amalan Lainnya

Puasa Hari Asyuro' dan Amalan Lainnya


Dalam kitab Nihayatuz Zain, Syaikh Nawawi al-Bantani menerangkan hari-hari tertentu yang disunnahkan berpuasa. Pertama puasa hari arafah, yaitu puasa pada tanggal sembialn Dzulhijjah bagi yang tidak berhaji.
Kedua puasa tanggal sepuluh Muharram yang dikenal dengan hari asyuro'. Ketiga puasa tanggal Sembilan Muharram atau disebut dengan hari tasu'a. Keempat puasa enam hari di bulan Syawwal. Kelima puasa tanggal tiga belas pada tiap bulannya. Keenam puasa hari senin dan kamis.
Demikian diterangkan dengan kalimat
يسن صوم عرفة وعاشوراء وتاسوعاء وستة من شوال وأيام البيض والاثنين والخميس  
Tanggal sepuluh Muharram yang dalam bahasa arab disebut asyuro' adalah hari istimewa. Nabi pernah ditanya mengenai keistimewaan tanggal tersebut. Beliau menjawab bahwa puasa tanggal 10 Muharram yakaffirus sannah al-madhiyyah .
Artinya puasa tanggal 10 Muharram dapat menebus dosa satu tahun yang lalu. Sedangkan puasa hari ‘Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah dapat menebus dosa dua tahun yang lalu. Hal ini dikarenakan hari ‘Arafah adalah hari khususnya manusia termulia di maya pada ini, yaitu Rasulullah saw. Sedangkan 10 Muharram adalah harinya para Nabi lainnya.
Selanjutnya diterangkan pula bahwa 10 Muharram adalah hari yang penuh dengan kesejarahan. Tercatat beberapa kejadian penting yang berlangsung pada hari 10 Muharram, tentunya dengan tahun yang berbeda-beda. Pertama, 10 Muharram adalah hari diciptakannya Nabi Adam as. di dalam surga.
Kedua, hari dimana Nabi Nuh berhenti berlayar dalam banjir bandangnya. Ketiga, Allah menjadikan lautan bagaikan daratan sebagai ruang pelarian Nabi Musa sekaligus kuburan bagi Fir’aun. Keempat, hari keluarnya Nabi Yunus dari perut ikan Hut.
Kelima, hari dilahirkannya Khalilullah Nabi Ibrahim as dan juga hari diselamatkannya Nabi Ibrahim as dari kobaran api. Keenam, hari kelahiran Nabi Isa as dan hari dimana Allah swt. menyelamtkan Nabi Isa as dari kejaran umatnya dengan mengangkatnya ke atas.
Sedangkan puasa tanggal Sembilan Muharram disunnahkan berdasarkan pada hadits rasulullah saw:
لئن عشت الى قابل لأصوم من التاسع والعاشر
Andaikan aku ada umur panjang, aku akan puasa tanggal 9 dan 10 Muharram”
Dalam kesempatan lain Imam  Ajhuri mengatakan bahwa barang siapa mengucapkan hasbunallah wani’mal wakil ni’mal maula wa ni’man nashir  tujuh puluh kali di malam 10 Muharram, insyaallah Allah akan mencukupi kehidupannya tahun pada tahun tersebut.

Bepergian di Hari Jum’at

Bepergian di Hari Jum’at
 
Sebagaimana telah ditetapkan oleh Islam bahwa hari Jum’at adalah hari yang paling istimewa (Sayyidul Ayam) dari pada hari-hari yang lain. Hari itu adalah hari berkumpulnya umat Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam dalam masjid-masjid mereka untuk menjalankan shalat jum’at dan sebelumnya mendengarkan dua khutbah yang berisi wasiat taqwa kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan nasehat-nasehat serta doa.
قال تعالى : [ يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاَةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ]
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat dihari Jum’at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.
Pada ayat ini Allah telah mengingatkan kita untuk menghormati hari Jum’at dengan meninggalkan jual beli ketika telah mendengar seruan untuk melaksanakan shalat Jum’at. Barulah setelah selesai menjalankan shalat Jum’at kita kembali beraktivitas seperti biasanya.
Lalu bagaimanakah kejelasan tentang bepergian di hari Jum’at?
Imam Al-Mawardi dalam kitabnya Al-Hawi Al-Kabir menjelaskan empat ketentuan-ketentuan bepergian dihari Jum’at. Dua diantaranya memperbolehkan bepergian dihari Jum’at, satu diantaranya tidak diperbolehkannya berpergian dan yang terakhir terdapat perbedaan antara boleh dan tidaknya bepergian.
Bagi seseorang yang ingin bepergian dihari Jum’at dianjurkan bepergian sebelum terbitnya fajar, karena dianggap belum masuk hari Jum’at (masuk hari sebelumnya). Atau hendaknya bepergian setelah shalat Jum’at.
جَازَ السَّفَرُ قَبْلَ طُلُوْعِ الفَجْرِ، لِأَنَّهُ لَيْسَ مِنَ الْيَوْمِ.  وبعد صلاة الجمعة ليقضى الفرض، فإذا بدأ بإنشاء السفر في هاتين الحالتين جاز.
Boleh bepergian sebelum terbitnya fajar, karena bukan termasuk hari Jum’at dan boleh bepergian  setelah shalat Jum’at, maka dalam dua waktu ini Imam Al-Mawardi memperbolehkannya.
Selanjutnya adalah waktu yang tidak diperbolehkannya bepergian adalah mulai tergelincirnya matahari (sesudah tengah hari) dimana menunjukkan telah masuknya waktu shalat Jum’at sampai habisnya waktu shalat Jum’at. Sedangkan dia tahu bahwa shalat Jum’at adalah fardlu dan memungkinkan untuk mengerjakannya karena tidak ada udzur syar’i yang membuatnya boleh meninggalkan shalat Jum’at.
وأما الحال التي لا يجوز له إنشاء السفر فيها: فهي من وقت زوال الشمس إلى أن يفوت إدراك الجمعة، لتعين فرضها وإمكان فعلها.
Waktu yang tidak diperbolehkan bepergian adalah mulai tergelincirnya matahari sampai habisnya waktu shalat Jum’at, karena hukumnya wajib dan tidak berhalangan.
Sedangkan yang terakhir adalah ketentuan yang masih diperdebatkan oleh kalangan ulama’, maka cukuplah kita mengetahui waktu yang diperbolehkan dan waktu yang tidak diperbolehkan untuk bepergian.
Namun demikian perkembangan zaman dan teknologi seolah telah menghanyutkan sekat ruang dan waktu. Sekarang masjid dan shalat Jum’atan terlaksana di setiap desa bahkan di kota-kota besar masjid terletak saling berdekatan. Jika demikian apakah pelarangan bepergian di hari jum’at masih relevan? Jika yang dikhawatirkan adalah tertinggalnya shalat jum’at tentu tidak lagi, tetapi jika alasannya adalah untuk menghormati hari jum’at itu adalah dua hal yang berbeda.