Jumat, 12 Agustus 2011

Tanggung Jawab Orang Tua dalam Mencetak Generasi Islami

Tanggung Jawab Orang Tua dalam Mencetak Generasi Islami

اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ نَوَّرَ قُلُوْبَنَا بِاْلهُدَى وَالأَوْلاَدِ وَاَّلذِيْ أَرْحَمَنَا بِاْلمَغْفِرَةِ وَاْلأَبْنَاءِ ، أَشْهَدُ أنْ لاإلهَ إلاّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَسُبْحَانَ الَّذِيْ أَفْضَلَنَا عَلىَ سَائِرِ مَخْلُوْقَاتِهِ ، وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ أُرْسِلَ إلَى جَمِيْعِ أُمَّتِهِ ، أللّهُمَّ صَلِّي وَسَلِّمْ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ النَّبِيِّ اْلأُمِّيِّ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَامُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يَتَمَسَّكُوْنَ بِسُنَّتِهِ وَدِيْنِهِ ، أمَّا بَعْدُ : فَيَا عِبَادَ اللهِ اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. وَاعْلَمُوْا أَنَّ اْلأَوْلاَدَ رَعِيَّةُ كُلِّ اْلأبَاَءِ وَاْلأُمَّهَاتِ وَأَمَانَاتٌ لِكُلِّ اْلمُجْتَمَعِ ، وَأَكْبَرْ اْلأَمَانَاتِ مِنَ اللهِ مَا عِنْدَكُمْ مِنَ الْأوْلاَدِ واْلأحْفَادِ ، فَأََحْسِّنُوْا تَرْبِيَتَهُمْ وَهَذِّبُوْا أخْلَاقَهُمْ وَعَلِّمُوْا بِمَا يَنْفَعُوْنَ بِهِ فِيْ دِيْنِهِمْ وَدُنْيَاهُمْ وَآخِرَتِهِمْ


قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلكَرِيْمِ : ِللهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ ِلمَنْ يَشَاءُ إنَاثاً وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُوْرَ ، أوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيْمًا إنَّهْ عَلِيْمٌ قَدِيْرٌ ، وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهٌ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلىَ اْلفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِ أوْ يُنَصِّرَانِ أوْ يُمَجُّسَانِ ، وَقَالَ أَيْضًا : كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ


Hadirin Sidang Jum’at Rokhimakumullah
Pada Khutbah ini, saya mengingatkan kepada kita sekalian agar senantiasa mempertebal keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Seringkali diulangi bahwa hanya ketaqwaanlah yang dapat menjamin ketentraman hidup kita selama di dunia. Keimanan dan ketaqwaan pula yang menjadikan kita merasa layak berharap rahmat Allah di dunia dan akhirat. Maka marilah kita semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT agar jalan hidup kita senantiasa diberkahi dan diridhoi Allah SWT.
Jika kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan, tentu jalan hidup kita menjadi lebih mudah, lebih nyaman dan lebih teratur dan berkesinambungan. Dalam bermasyarakat, tentu kita menginginkan keteraturan dan kesinambungan dalam berbagai bentuk kebaikan. Nah, salah satu di antara bentuk-bentuk kesinambungan dalam kebaikan dan kataqwaan adalah tumbuhnya generasi-generasi penerus perjuangan dan dakwah islamiyah. Maka dengan demikian, tentu kita menginginkan turut berperan serta dalam melanjutkan estafet perjuangan islam ini dengan melahirkan dan mengasuh anak-anak Muslim yang cerdas, berkarakter dan shaleh.

Rasulullah SAW bersabda,

كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلىَ اْلفِطْرَةِ ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِ أوْ يُنَصِّرَانِ أوْ يُمَجُّسَانِ


Setiap anak dilahirkan dalam fitrahnya. Keduanya orang tuanya yang menjadikannya sebagai Yahudi, Nashrani atau Majusi. (HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya, orang tualah yang memiliki tanggung jawab utama dalam mendidik dan menjadikan seorang anak sebagai pribadi yang sholeh atau sebaliknya.

Hal ini juga sesuai dengan Sabda Rasulullah lainnya,

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ


Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban. (HR. Bukhori-Muslim)

Seorang pemimpin pemerintahan adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang rakyatnya, suami adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang anggota keluarganya, istri adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang rumah tangga suaminya serta anak-anaknya, dan seorang pembantu adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban tentang harta benda majikannya, ingatlah bahwa setiap kalian adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban kelak di hari Kiamat.

Saudara-saudara Sidang Jum’at yang Dirahmati Allah
Anak merupakan harapan setiap orang tua dalam kehidupan rumah tangga mereka. Anak adalah kebanggaan dan dambaan. Namun terkadang anak juga dapat menjadi cobaan yang sangat berat bagi kedua orang tuanya. Karenanya, setiap orang tua mesti mendidik anak-anak mereka sesuai tuntunan agama Islam.

Anak-anak yang dididik dengan Tuntunan Islam diharapkan menjadi anak-anak yang sholeh, berbakti dan berguna bagi bangsa, negara, masyarakat dan agamanya. Tentu saja orang tuanya adalah mereka yang pertama kali memetik buah dari kesalehan anak-anaknya.

Allah SWT berfirman,

وَالَّلذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْناَ لِلُمُتَّقِيْنَ إِمَامًا


Dan orang-orang yang berkata: “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqaan, 25:74)

رَبِّ هَبْ لِيْ مِنَ الصَّالِحِيْنَ


Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang shaleh. (QS. Ash-Shoffaat, 37:100)

Dua Ayat ini meneguhkan kepada kita, bahwa selayaknya sebagai pribadi Muslim yang beriman, tentu kita berharap untuk dikaruniai buah hati yang dapat dibanggakan, shaleh-shalihah, berbakti dan berguna bagi sesamanya.

Namun Allah Subhanahu Wata’ala juga mengingatkan kita, bahwa segala anugerah yang berupa keturunan dan segala milik kebendaan serta lain-lainnya, adalah hanya ditentukan oleh Allah SWT. karenanya, sebagai orang beriman, tentu kita tidak boleh menyalahkan siapa pun jika barangkali kita belum dikaruniai keturunan. Karena Allah-lah yang telah menentukan setiap kelahiran yang telah maupun akan muncul di muka bumi ini.

Firman Allah,

ِللهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ يَهَبُ ِلمَنْ يَشَاءُ إنَاثاً وَيَهَبُ لِمَنْ يَشَاءُ الذُّكُوْرَ ، أوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَإِنَاثًا وَيَجْعَلُ مَنْ يَشَاءُ عَقِيْمًا إنَّهْ عَلِيْمٌ قَدِيْرٌ


Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. asy-Syura, 42:49-50)

Selayaknya kita senantiasa berdoa, semoga Allah mengaruniakan kebahagiaan dunia dan akhirat kepada kita sekalian melalui keturunan-keturunan yang shalih dan shalihah di tengah-tengah masyarakat kita. Agar keturunan-keturunan tersebut dapat melanjutkan estafet dakwah Islam di tengah-tengah kondisi masyarakat yang semakin kompleks ini.

Namun berdoa saja tidaklah cukup. Kita harus mengupayakan sekuat tenaga agar dapat medidik anak-anak kita menjadi generasi yang dapat diandalkan oleh zamannya. Kita harus memperhatikan pendidikan mereka, berusaha menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan positif kejiwaan mereka.

Sebagai orang tua, kita juga harus memperhatikan pergaulan anak-anak kita yang menjadi faktor penentu dalam perkembangan sosial mereka. Kita harus mengajarkan kesederhanaan dalam keseharian mereka. Karena Rasulullah SAW sudah contohkan, bahwa meski hidup dalam kondisi yg sederhana, tapi kebahagiaan selalu Beliau rasakan. Maka demikianlah mestinya kita menciptakan lingkungan sosial dan kekeluargaan bagi anak-anak harapan generasi Islam tersebut.

Di samping itu, hal lain yang harus kita perhatikan dalam mendidik anak adalah memberikan Rejeki yang Halal selama pertumbuhan mereka. Karena rezeki halal dapat mempermudah mereka menjalani kesalehan dan ketaqwaan. Sementara jika kita kurang-hati-hati dan teledor dengan memberikan mereka asupan energi dan suplai pertumbuhan maupun pendidikan dari rezeki halal, maka sama saja dengan menginginkan mereka menjadi lahan empuk bagi tumbuhnya kemungkaran dalam diri anak-anak kita sendiri. Rezeki yang halal akan memudahkan mereka menerima hidayah dan keberkahan dalam menjalani proses pertumbuhan dan pendidikannya.

Hadirin Sidang Jum’at yang dimuliakan oleh Allah
Marilah kita mempertebal keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah dengan mengnalkan jalan dakwah kepada generasi Islam sedini mungkin dengan penuh kebijakan dan keteladanan yang mulia. Bukan zamannya lagi jika kita hanya mendidik tanpa memperhatikan perkembangan psiokologi mereka. Bukan zamannya lagi jika kita hanya mengandalkan kekerasan dalam medidik anak.

Memang benar, bahwa Rasulullah SAW memperbolehkan kita untuk memukul anak-anak jika mereka lalai mengerjakan shalat. Nemun bukan berarti dengan demikian kita dapat memukul mereka dengan seenaknya saja. Karena anak-anak senantiasa membutuhkan kasih sayang yang dapat mereka cerna dan mereka sadari. Anak-anak ingin mengerti bahwa orang tua mereka menyayangi mereka, sehingga mereka dapat membalas kasih saying tersebut dengan kesungguhan belajar dan berusaha menjadi baik bagi lingkungan dan masyarakatnya. Artinya anak-anak akan merasa memiliki tanggung jawab menjadi shaleh dan shalihah jika mereka juga mengerti bahwa kedua orang tuanya mencontohkan kesalehan dan keteladanan yang baik terhadapnya.

Tentang hal ini, Al-Qur’an mengajarkan :

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ


Serulah (manusia) kepada Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. an-Nahl, 16:125)

Artinya, jika kita menginginkan anak-anak kita menjadi generasi yang baik dan santun, tentu kita harus mengajarkan kebaikan dan sopan santun serta etika Islam kepada mereka.

Selain itu, dalam memilihkan atau mengarahkan pendidikan bagi anak-anak, kita dapat memperhatikan bakat dan kecenderungan mereka. Kita dapat menyekolahkan mereka menurut bakat positifnya masing-masing, sehingga ketika telah menjadi dewasa nantinya, mereka tidak memiliki keraguan akan kemampuan dan potensi dirinya.

Hal ini sesuai dengan firman Allah,

وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ


Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran 3: 104)

Ada yang menjadi muballigh, tentara, pedagang, guru atau pun insinyur dan lain-lain sebagainya. Dengan demikian generasi Islam yang kita dambakan bersama dapat segera terwujud menjadi sebuah kenyataan. Dan izzul Islam wal muslimin dapat kita gapai bersama, karena generasi muda saat ini tentu akan menjadi pemimpin Islam di kemudian hari.

Hadirin siding Jum’at yang Dirahmati Allah
Hal terpenting terakhir yang ingin saya sampaikan kepada saudara-saudara sekalian adalah, tentang bekal paling utama kepada generasi muda kita, yakni pendidikan, keteladanan dan ketaqwaan. Sebagaimana perkataan Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu, “Didiklah anakmu karena kamu akan ditanya tentang tanggungjawabmu, apakah sudah kamu ajari anakmu, apakah sudah kamu didik anakmu dan kamu akan ditanya kebaikanmu kepadanya dan ketaatan anakmu kepadamu.”

Saya nyatakan, kita harus memberikan bekal ketaqwaan yang cukup kepada mereka, apapun profesi yang menjadi pilihan mereka kelak. Karena tanpa ketaqwaan, mustahil mereka dapat menjadi generasi Muslim yang dapat diandalkan dan ditunggu peran sertanya dalam pembangunan bangsa dan umat.

Sebagaimana firman Allah,

وَتَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ الَّتقْوَى وَاتَّقُوْنِ يَا أُولِي اْلألْبَابِ


Berbekallah, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal. (QS. al-Baqarah, 2:197)

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبِّلَ الله مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنَِّهُ هُوَاالسَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ لَِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Mencari Ilmu Demi Menggapai Ridho Allah

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أخْرَجَ نَتَائِجَ أفْكاَرِنَا لِإِِبْرَازِ أَيَاتِهِ وَالَّذِيْ أفْضَلَنَا بِالْعِلْمِ وَاْلعَمَلِ عَلَى سَائِرِ مَخْلُوْقَاتِهِ ، وَرَافِعُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَالَّذِيْنَ أُوْتُوْا العِلْمَ دَرَجَاتٍ أَشْهَدُ أنْ لاَ إِلَهَ إلاَّ اللهُ وَأشْهَدُ أنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ الَّذِيْ يُمْلَئُ بِجَمِيْعِ اْلفَضَائِلِ ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ وَعِتْرَتِهِ الطَّاهِرِيْنَ إلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ اْلقُرْآنِ الْعَظِيْمِ : يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوْتُوا اْلعِلْمَ دَرَجَاتٍ ، وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : طَلَبٌ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ ، أَمَّا بَعْدُ: فَيَا أيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إلاَّ وَأنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Ma’aasirol Muslimin Rahimakumullah
Marilah kita senantiasa meningkatkan ketaqwaan kita kepada Allah swt. Tak henti-hentinya para khatib senantiasa menekankan dalam setiap khutbah Jum’at, bahwa sebagai hamba Allah, kita harus senantiasa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. meningkatkan ketaatan dan ibadah kepada Allah agar, kita bertambah dikasihi dan dirahmati Allah SWT.
Adapun untuk meningkatkan ketaqwaan, maka tentu saja kita harus mau belajar, mau mengaji dan mau menimba ilmu. Seluruh ilmu yang dapat menjadikan kita bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah. Baik itu berupa ilmu-ilmu ibadah mahdoh, seperti tata cara sholat, membaca Al-Qur’an, berpuasa dan berhaji. Ataupun ilmu-ilmu pengetahuan dan teknologi lainnya.
Kata “Ilmu” itu berasal dari Bahasa Arab ‘Alima, Ya’lamu, ‘Ilman, yang berarti “Mengerti sesuatu”. Atau juga berasal dari kala ‘allama yang berarti “memberi tanda atau petunjuk” yang berarti pengetahuan.

Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia
Setiap orang muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu, hal ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW :

طَلَبُ اْلعِلْمْ فَرِثْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
”Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim.”
Dengan semakin sering kita menuntut ilmu, maka kita akan lebih banyak tahu tentang banyak hal.
Meski benar bahwa prioritas dalam menuntut ilmu adalah mempelajari ilmu agama, khususnya ilmu iman dan islam serta ilmu mengenal Allah. Namun umat Islam tidaklah boleh begitu saja mengabaikan ilmu-ilmu lainnya. Karena tanpa ilmu, umat Islam hanya akan menjadi terbelakang dibandingkan dengan umat-umat lain di muka bumi ini.
Hadirin Sidang Jum’at yang Dimuliakan Allah
Bahkan dalam hal mencari pemimpin pun kita juga tidak boleh seenaknya saja. Melainkan juga harus memilih pemimpin dengan mempertimbangkan kadar keilmuan sang pemimpin. Hal ini telah disinyalir oleh Allah dalam firman-Nya:

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إنَّ اللهَ قَدْ بَعَثَ لَكُمْ طَالُوْتَ مَلِكًا ، قَالُوْا أنَّى يَكُوْنُ لَهُ اْلمُلْكَ عَلَيْناَ وَنَحْنُ أَحَقُّ بِاْلمُلْكِ مِنْهُ وَلَمْ يُؤْتَ سَعَةً مِنَ اْلمَالِ ، قَالَ إنَّ اللهَ اصْطَفَاهُ عَلَيْكُمْ وَزَادَهُ بَسْطَةً فِيْ العِلْمِ وَاْلجِسْمِ ، وَاللهُ يُؤْتىَ مُلْكَهُ مَنْ يَشَاءُ وَاللهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
Nabi Bani Israil mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah, 2 : 247)
Ayat ini menunjukkan bahwa, bagaimana pun juga kita tidaklah dapat mengunggulkan harta jika sang pemiliknya bodoh. Al-Qur’an telah menceritakan kisah Qorun sebagai contoh bahwa sungguh tidaklah elok, jika manusia hanya mengumpulkan harta tanpa berusaha menambah wawasan-awasan keilmuannya. Sebagaimana firman Allah :

قَالَ إنَّمَا أوْتِيْتُهُ عَلىَ عِلْمٍ عِنْدِيْ ، أَوَلَمْ يَعْلَمْ أنَّ اللهَ قَدْ أهْلَكَ مِنْ قَبْلِهِ مِنَ اْلقُرُوْنِ مَنْ هُوَ أشَدُّ مِنْهُ قُوَّةً وَأكْثَرَ جَمْعًا ، وَلاَ يُسْئَلُ عَنْ ذُنُوْبِهِمُ اْلمُجْرِمُوْنَ
Qorun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku". Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. (QS. ِAl-Qashash, 28:78)
Ayat ini menunjukkan bahwa kita juga mesti mengedepankan untuk memilih pemimpin yang berilmu, bukan hanya yang paling kayaa atau paling kuat saja. Melainkan juga berdasarkan keluasan ilmunya.
Sidang Jum’at yang Dirahmati Allah
Dengan ilmu kita dapat menyingkap tabir kehidupan manusia dan memahami rahasia-rahasia yang diciptakan Allah agar diungkapkan oleh manusia demi kemajuan peradabannya.
Memang benar bahwa mencari ilmu sungguh terasa amat berat. Terutama ilmu-ilmu yang dapat semakin mendekatkan diri kita kepada Allah. Karenanya, tentu menjadi sangat benar, sabda Rasulullah SAW :

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًايَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا,سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الجَنَّةِ . رَوَاهُ مُسْلِم

Barang siapa menempuh satu jalan (cara) untuk mendapatkan ilmu, maka Allah pasti mudahkan baginya jalan menuju surga. (HR Muslim)
Pada hadits ini, ungkapan “salaka (menempuh Jalan)” bukan hanya mencakup arti jalan secara indrawi yaitu jalan yang dilalui kedua kaki, seperti sesorang pergi dari rumahnya menuju tempat untuk menimba ilmu baik berupa masjid, madrasah, ataupun universitas dan lain sebagainya.
Namun termasuk pula mencakup arti jalan secara maknawi. Maksudnya adalah, hal-hal yang memberatkan selama perjalanan tersebut, misalnya biaya dan waktu yang tersita. Misalnya saja seseorang harus menempuh perjalanan jauh dalam rangka mencari ilmu. Perjalanan dari satu kota ke kota lain, dari satu propinsi ke propinsi lain dan dari negerinya ke negeri lain untuk mencari ilmu. Maka ia tidak hanya harus mengeluarkan biaya berupa harta, namun juga harus mengorbankan perasaan untuk meninggalkan keluarga dan sahabat dan kampong halaman yang dicintainya.
Ini semua adalah termasuk hal-hal yang harus bisa diatasi dalam menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu. Namun tentu semuanya akan tergantikan manakala ia telah mendapatkan ilmu yang diinginkannya. Jika seseorang ingin sukses di dunia, ilmu akan membawanya menuju kesuksesan. Dan jika ia ingin beruntung di akhirat kelak, maka ilmu pulalah yang akan mendekatkan keberuntungan dan fadhal Allah tersebut. Sebagaimana hadits riwayat Ibnu ’Asakir :

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ وَمَنْ أرَادَ اْلأخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ وَمَنْ أرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ
Siapapun yang menghendaki (keberhasilan ) dunia maka ia harus berilmu, Siapapun yang menghendaki (keberuntungan) akhirat, ia pun harus berilmu, dan siapapun yang menghendaki keduanya, tentu ia harus berilmu.
Hadirin Sekalian yang Berbahagia
Mestinya kita merenungkan kembali pernyataan sahabat Mu’adh bin Jabal RA. sebagaimana dikutip dalam kitab Hilyat'ul Awliya Wa Tabaqat'ul Asfiya, bahwa meraih ilmu pengetahuan adalah demi ridho Allah. Karena pengetahuan melahirkan kesalehan, mengagungkan Ilahi dan takut akan dosa. Mencari ilmu demi ridho Allah adalah ibadah, belajar adalah sikap mengingat kebesaran Allah (Zikir).
Sahabat Mu’adh juga menyatakan, mencari ilmu adalah perjuangan yang pahalanya seperti pahala berjihad (berperang). Mengajarkannya ilmu kepada mereka yang menganggapnya berharga adalah sedekah, dan mengamalkannya pada rumah seseorang memperkuat tali silahturahmi di antara keluarga.
Ilmu adalah sahabat penyejuk ketika dalam kesendirian. Ilmu adalah sahabat terbaik bagi para pengelana. Ilmu adalah sahabat terdekatmu yang menyampaikan rahasianya kepadamu. Ilmu adalah pedangmu yang paling ampuh untuk lawanmu, dan terakhir, ilmu adalah pakaian yang akan menaikkan derajatmu dalam jamaah persaudaraanmu.
Telah jelas dalam firman Allah SWT :

قُلْ هَلْ يَسْتَوِى اَّلذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيَْن لاَ يَعْلَمُوْنَ
Adakah sama, antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui (QS. Az-Zumar, 39 : 9).
Tentu kita semua bisa menjawabnya dengan mudah. Karena ilmu jelas-jelas membedakan antara mereka yang memilikinya dan mereka yang tidak memilikinya.
Maka sebagai akhir khutbah ini, saya ingin berpesan, marilah kita semua tiada henti menuntut ilmu, hingga akhir hayat. Di mana pun dan kapan pun. Tak terbatas hanya di lembaga-lembaga pendidikan formal maupun di pengajian-pengajian saja. Namuan juga dalam setiap hal dan kesempatan yang diberikan oleh kehidupan kita.
Karena ilmu pengetahuan adalah puncak segala kebahagiaan, sebagaimana kebodohan adalah titik awal dari segala keburukan. Keselamatan datang dari ilmu, kehancuran datang dari kebodohan.

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

MENYONGSONG RAMADHAN Hormati Ramadhan Sebagaimana Menghormati Tamu

الحَمْدُ لِلّهِ الَّذِى جَعَلَ التَّقْوَى خَيْرَ زَادٍ وَاَنْعَمَ عَلَيْنَا بِشَهْرِ رَمَضَانَ وَجَعَلَهُ اَحَدَ اَرْكَانِ الاِسْلاَمِ . اَشْهَدُ اَنْ لاَاِلَه اِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَه وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اَلْمَوْصُوْفُ بِالْخُلُقِ الْعَظِيْمِ . اَللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّد وَ عَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَهْلِ التَّقْوَى وَالْمَعْرِفَة وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْن قَالَ الله ُتَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلكَرِيْمِ : شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْ أُنْزِلَ فِيْهِ اْلقُرْآنُ هُدًا لِلنَّاسِ وَبَيِّنَتٍ مِنَ اْلهُدَى وَالْفُرْقَانِ ، فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَاْليَصُمْهُ ، وَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا أوْ عَلىَ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أيَّامِ أُخَرَ ، اَمَّا بَعْدُ : اِتَّقُوا الله فِى جَمِيْعِ اَوْقَاتِكُمْ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُونْ

Hadharatal Muhtaromin, Sidang Jum’ah yang Dimuliakan Allah

Alhamdulillah dengan tidak terasa pada hari ini telah muncul kembali di hadapan kita, Bulan Ramadhan yang dipenuhi dengan berbagai macam berkah dan keutamaan. Marilah kita sambut kedatangannya, menghormatinya sebagai mana menghormati tamu. Sebab sabda Rasulullah SAW, ”Jika ummatku mengetahui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, pasti mereka berkeinginan supaya semua bulan dalam setahun terdiri dari Bulan Ramadhan seluruhnya.

Dari sini, marilah kita selalu menambah tingkatan nilai ketaqwaan terhadap Allah dalam situasi dan kondisi yang bagaimana pun juga.

Secara psikologis, apabila Bulan Ramadhan tiba, maka sikap kaum muslimin terbagi menjadi dua macam, yaitu:

1). Kelompok yang bergembira, mereka sangat bersyukur dan bergembira lantaran masih ditakdirkan panjang umur oleh Allah, sehingga masih memiliki kesempatan bisa bertemu lagi dengan bulan suci, bulan agung yang penuh barokah, yakni Ramadhan.

2). Kelompok yang menggerutu. Mereka mengeluh dan sinis karena merasa tidak leluasa lagi seperti hari-hari biasanya. Tidak dapat makan-minum di siang hari, sehingga lapar dan haus, lemah dan sebagainya. Hal ini biasanya dialami oleh mereka yang imannya masih lemah.

Hadirin Jama'ah Jum'ah yang Berbahagia

Mengenai keutamaan Bulan Ramadhan, Rasulullah SAW bersabda:

قَدْجَاءَكُمْ شَهْرٌ مُبَارَكٌ اِفْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيْهِ اَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَتُغْلَقُ فِيْهِ اَبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلُّ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ اَلْفِ شَهْرٍ . رواه احمد والنسائى والبيهقى

“Sesungguhnya telah datang kepadamu bulan yang penuh berkah, di mana Allah mewajibkan kamu berpuasa, ditutup pintu-pintu neraka dan dibelenggu setan-setan. Padanya ada suatu malam yang nilainya lebih berharga datri seribu malam. (HR Ahmad, Nasa'iy dan Baihaqiy).

Dalam Hadits lain dijelaskan bahwa:

“Siapa saja yang melakukan amalan sunnah akan dilipatgandakan pahalanya, bagaikan melakukan kewajiban, yang melakukan amalan wajib pahalanya dilipatgandakan 70 (tujuh puluh) kali jika dibanding dengan amalan di luar Bulan Ramadhan, bahkan diamnya orang yang berpuasa pun, mendapatkan suatu pahala, sedang berdzikir dan beribadah akan lebih besar lagi pahalanya.

Dari kedua hadis tersebut, dapat diambil pemahaman bahwa:

- Orang yang berpuasa memiliki peluang yang sangat besar untuk mendapatkan Surga, lantaran pintu-pintunya telah terbuka lebar, akan tetapi sebaliknya kemungkinan sangat kecil masuk neraka lantaran pintu-pintunya telah tertutup rapat-rapat, bahkan tangan-tangan setan yang biasa menggoda manusia sudah dibelenggu.

- Dalam Bulan Ramadhan, ditemukan adanya malam qodr (Lailatul Qodar) yang nilainya lebih berharga dibanding dengan seribu bulan. Sehingga Rasulullah SAW sendiri mencontohkan beribadah semalam suntut dengan beri'tikaf di masjid, solat sunah lebih banyak, berdzikir dan berdo'a, membaca Al-Qur'an dan membaca berbagai ilmu keagamaan.

Saudara-saudara Sekalian

Jika dihitung, 1000 bulan itu, ternyata ada 84 tahun. Karenanya, siapa saja yang beibadah di malam Ramadhan dan kebetulan bersamaan dengan Lailatul Qodar, maka dia mendapatkan pahala bagaikan beribadah 84 tahun.

Alangkah banyaknya pahala itu, sehingga beliau SAW menyatakan dalam Haditsnya, "Intai-intailah di malam ganjil pada sepertiga terakhir Ramadhan".

Pada Bulan Ramadhan yang suci dan agung ini, kita semua diperintahkan oleh Allah SWT. supaya menjalankan kewajiban Puasa sebulan penuh dengan cara menahan dahaga dan lapar, menahan nafsu dan menjauhi semua ucapan kotor. Selain itu kita juga dianjurkan untuk selalu memperbanyak membaca ayat-ayat Al-Qur’an dan mendirikan shalat sunnah malam.

Sebab di dalam keadaan lapar dan dahaga, shalat malam dan membaca Al-Qur’an itu, bermanfaat sekali untuk menanamkan rasa kesadaran bahwa orang yang berpuasa itu tidak hanya merasakan lapar saja, tetapi untuk membina ummat supaya jiwanya subur, bersih dan sehat.

Rasulullah SAW :

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ اِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Siapa saja yang telah melakukan kewajiban puasa dengan keimanan yang mantab dan penuh perhitungan, maka diampunilah dosa-dosa yang telah dikerjakan sebelumnya.”

Sekalipun demikian yang perlu diketahui bersama adalah, bahwa dalam menghadapi puasa ini, orang-orang islam terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

1). Puasa karena iman dan taqwa hanya kepada Allah, seakan-akan apa yang sedang dan akan ia kerjakan, Allah selalu mengetahuinya, sebagaimana sabda Nabi SAW:

اَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَاَنَّكَ تَرَاهُ فَاِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَاِنَّهُ يَرَاكَ

“Ia beribadah hanya kepada Allah seakan-akan ia melihat-Nya dan jika tidak, maka Allah pasti melihatnya.”

2). Puasa karena malu pada orang yang disegani, sehingga yang didapat kelompok ini hanyalah lapar yang tidak dapat mempengaruhi prilaku perbuatan sehari-harinya, akibatnya ia tertipu oleh diri sendiri, sebagaimana firman Allah :

يُخَادِعُوْنَ اللهَ وَالَّذِيْنَ آمَنُوْا وَمَايَخْدَعُوْنَ اِلاَّ اَنْفُسَهُمْ وَمَايَشْعُرُونَ

3). Kelompok Puasa orang yang tidak malu untuk tidak berpuasa, sehingga hal ini seperti apa yang disabdakan oleh Nabi SAW :

اِذَالَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ

“Jika tidak malu, maka berbuatlah sekehendakmu.”

Hadirin Sidang Jum’ah Rahimakumullah

Karena sebab-sebab itulah, Bulan Ramadhan sering disebut sebagai “bulan pembakaran dosa, bulan pelebur dosa atau bulan pemutihan.” Orang yang dengan sempurna menyelesaikan puasanya di bulan Ramadlan akan suci dan bersih dirinya dari dosa dan noda. Kaum Muslimin diperintahkan agar melipatgandakan amaliyah kebajikan dan menghentikan segala bentuk tindakan yang berbau keburukan. Sehingga setelah Ramadhan berlalu nantinya, seorang Mukmin menjadi bagaikan bayi yang baru saja lahir dari kandungan ibunya, putih suci kembali tanpa dosa.

Karenanya, marilah kita memperbanyak membaca ayat-ayat Al-Qur'an, baik dalam sistem tadarrus bersama di Masjid-masjid dan Musholla maupun di rumah masing-masing. Begitu juga mengikuti pengajian-pengajian yang biasa dilakukan para ulama di berbagai tempat, baik menjelang berbuka maupun setelah jama'ah sholat shubuh dan sebagainya.

Saudara Hadirin yang Dirahmati Allah,

Menurut imam al-Ghozali, kualitas berpuasa itu ternyata terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:

Pertama: puasa yang sekedar mempuasakan tenggorokan dan perut, tanpa mempuasakan pancaindra lain. Mulut masih saja berbicara kotor, bohong, adu domba dan fitnah, mata masih saja dipakai melihat sesuatu yang tidak senonoh, bahkan tangan masih saja dipakai untuk mengambil hak orang lain, baik dengan cara memanipulasi data dalam wujud korupsi maupun bentuk lainnya yang sangat variatif. Begitu juga telinga yang masih banyak dipakai untuk mendengarkan hal-hal yang terlarang,

Rasulullah SAW mensinyalir kondisi demikian dalam sabdanya :

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ اِلاَّ الْجُوْع وَالْعَطَشُ

Betapa banyak orang yang berpuasa, namun tidak mendapatkan pahala apa pun kecuali hanya lapar dan haus.

Kedua: Puasa khusus, yakni selain menahan lapar dan haus, orang tersebut juga mempuasakan pancaindranya, dengan tidak mau melakukan perbuatan yang menyeleweng atau menjauhkan dirinya dari rahmat Allah.

Ketiga: Puasa yang paling istimewa, yaitu di samping tidak makan-minum dan mempuasakan pancaindera, ia juga mempuasakan hati nuraninya dari semua bentuk gerakan batin yang tercela. Dan seperti inilah yang akhirnya kita pilih, dan dengan bersungguh-sungguh akan berusaha kita capai.

Karena para hamba Allah yang menunaikan ibadah puasa dalam Bulan Ramadhan dan memperbanyak ibadah-ibadah yang lain, ia akan mendapatkan kebahagiaan, baik dunia maupun akhirat. Semoga dengan kedatangan bulan Ramadhan cinta kita kepada Allah akan semakin bertambah serta kita dikaruniai keikhlasan dalam menjalankan semua bentuk perintah dan menjahui segala larangan Allah. Semoga Allah selalu memberikan kemudahan-kemudahan urusan dan berkah kepada kita. Amin yaa robbal 'alamin

اِنَّ اَحْسَنَ الْكَلاَمِ وَاَبْيَنَ النِّظَامِ كَلاَمُ اللهِ الْمَلِكِ الْعَلاَّمِ وَالله تعالَى يَقُوْلُ وَ بِقَوْلِهِ يَهْتَدِى الْمُهْتَدُوْن اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم تَنَزَّلُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبَّهِمْ مِنْ كُلِّ اَمْرٍ سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَع الْفَجْرِ

بَارَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الايَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتقَبَّلَ مِنِّى وَاِيَّاكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْم اَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْم لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Umat Islam Diundang Menjadi Tamu Allah di Bulan Ramadhan


ألحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ فَضَّلَ أَوْقَاتَ رَمَضَانَ عَلىَ غَيْرِهِ مِنَ اْلأزْمَانِ ، وَأنْزَلَ فِيْهِ القُرْآنَ هُدًى وَبَيِّنَاتٍ مِنَ اْلهُدَى وَاْلفُرْقَانِ ، نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَنَشْكُرُهُ وَأشْهَدُ أنْ لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأشْهَدُ أنَّ نَبِيِّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ يَخُصُّ رَمَضَانَ بِمَا لَمْ يَخُصُّ بِهِ غَيْرَهُ ، مِنْ صَلاَةٍ وَتِلاَوَةٍ وَصَدَقَةٍ وَبِرٍّ وَإحْسَانٍ ، أللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِه ِوَأصْحَابِهِ الطَّاهِرِيْنَ الَّذِيْنَ آثَرُوْا ِرضَا اللهِ عَلىَ شَهَوَاتِ نُفُوْسِهِمْ فَخَرَجُوْا مِنَ الدُّنْيَا مَأْجُوْرِيْنَ وَعَلىَ سَعْيِهِمْ مَشْكُوِْرْينَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًاً كَثِيْرًاً إلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلكَرِيْمِ : شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْ أنْزَلَ فِيْهِ القُرْآنَ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ اْلهُدَى وَاْلفُرْقَانِ
أمَّا بَعْدُ : فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِ;ْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِّ وَاْلعَلَنِ فَهِيَ جَمْعُ الْخَيْرِ كُلِّهِ فَاجْعَلُوْا بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ عَذَابَ اللهِ وِقَايَةٌ بِفِعْلِ اْلأَوَامِرِ وَتَرْكِ النَّوَاهِيْ ، فَاللهُ أَكْبَرُ مَا أعْظَمَ هَذاَ الشَّهْرَ وَمَا أعْظَمَ مِنَّةََ اللهِ عَلَيْنَا بِهِ

Hadharatal Muhtaromin Rohimakumullah
Tanpa terasa, dalam hitungan hari, kini kita akan kembali memasuki bulan Ramadhan, bulan Allah yang penuh berkah dan kerahmatan. Di bulan Ramadhan inilah waktu yang paling mendukung bagi seluruh umat Islam untuk meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah. Bulan Ramadahan adalah bulan yang paling Indah bagi seluruh umat Muslim untuk berpacu dalam kekhusyukan demi menggapai ridho dan ampunan Allah SWT.
Di bulan Ramadhan inilah, umat Islam diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan dengan berbagai kemurahan Allah SWT. Di bulan ini nafas-nafas hamba menjadi tasbih mereka, tidur para hamba Allah pun menjadi ibadah. Berbagai amal kebajikan dilipatgandakan pahalanya. Sedangkan doa-doa lebih diijabahi. Karenanya, marilah kita memohon kepada Allah dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbing kita dalam menjalani kewajiban ibadah dan sunnah-sunnahnya.
Sidang Jum’ah yang Dimuliakan Allah
Semasa hidupnya, Rasulullah SAW selalu memberikan beberapa nasehat dan pesan-pesan, ketika umat Islam sedang menyambut kedatangan bulan teragung ini. Imam Ibnu Huzaimah meriwayatkan hadits yang panjang yang berisi pesan-pesan Rasulullah ini.
“Wahai manusia! Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama.”
Maka celakalah mereka yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini.
Di bulan Ramadhan ini, Rasulullah SAW juga berpesan kepada umatnya agar memuliakan orang tuanya, menyayangi mereka yang muda, menyambungkan tali persaudaraan (silaturrahim), menjaga lidah, menahan pandangan dan pendengaran dari yang tidak halal.
Masih dari hadits Imam Ibnu Huzaimah, Rasulullah SAW bersabda, ”Kasihilah anak-anak yatim, bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu dan angkatlah tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu, maka Allah pasti menjawab dan mengabulkan doa-doamu serta menyambutmu ketika engkau memanggil-Nya.
Hadirin Sidang Jum’ah yang Berbahagia
Tentang bulan Ramadhan ini, Allah SWT berfirman :

يَا أيُّهَا اَّلذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلىَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan bagimu berpuasa, sebagaimana diwajibkan bagi umat-umat sebelum kamu agar engkau bertaqwa.” (QS. Al-Baqoroh, 2:183)
Maka marilah kita semua patuhi perintah Allah ini, sebagai kecintaan terhadap Allah SWT dengan penuh keikhlasan. Dengan penuh kesadaran untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam puasa yang bukan sekedar menahan lapar dan haus.
Namun, marilah kita wujudkan kegembiraan pada kedatangan bulan Ramadhan ini dengan menahan diri dari berbuat kesia-siaan, dan perdebatan-perdebatan yang bukan pada tempatnya. Menghindari kebohongan-kebohongan atau membuat tuduhan-tuduhan tanpa dasar, apalagi gosip-gosip murahan.
Menghentikan kenikmatan-kenikmatan pandangan dan pendengaran yang bukan pada tempatnya. Menjaga lidah dan telinga dari segala keharaman. Menjaga kedua tangannya dari amarah dan menyakiti orang lain, menjaga kedua kakinya untuk tidak mendatangi tempat-tempat kemaksiatan. Serta menjaga hatinya dari kebencian dan kedengkian. Karena hakikat dari puasa adalah ketakwaan kepada Allah secara paripurna.

قَالَ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : إذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعَكَ وَبَصَرَكَ وَلِسَانَكَ عَنِ اْلكَذِبِ وَاْلمَحَارِمِ وَدَعْ أذىَ اْلجَارِ وَلْيَكُنْ عَلَيْكَ سَكِيْنَةٌ وَوِقَارٌ وَلاَ تَجْعَلْ يَوْمَ صَوْمِكَ وَيَوْمَ فَطْرِْكََ سَوَاءٌ

Sahabat Jabir RA berpesan: Jika kamu berpuasa, maka puasakanlah pendengaran, penglihatan, dan lidahmu dari kebohongan. Tinggalkanlah menyakiti tetangga, buatlah mereka tenang dan tenteram. Dan janganlah engkau menjadikan hari-harimu sama, antara ketika berpuasa maupun tidak.
Pernyataan sahabat Jabir ini merupakan penjelas dari sabda Rasulullah SAW:

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إلاَّ اْلجُوْعُ وَاْلعَطَسُ
“Banyak sekali orang-orang yang berpuasa, namun mereka tidak mendapatkan apa pun selain daripada lapar dan haus saja.”
Hadaratal Muhtaromin Rahimakumullah
Dalam khutbah yang panjang Rasululah SAW berpesan kepada umatnya tentang keutamaan bulan Ramadhan :
“Wahai manusia! Siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini ia akan berhasil melewati sirothol mustaqim pada hari ketika kaki-kaki tergelincir. Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, Allah akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari kiamat. Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakanya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahmi) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.”
Khutbah Rasulullah SAW ini menegaskan kepada kita bahwa, Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan kebersamaan, bulan yang penuh dengan keharmonisan rumah tangga, kehangatan kekerabatan dan kekuatan persaudaraan dan ketentraman masyarakat. Adalah salah jika Ramadhan justru digunakan sebagai kesempatan untuk bemegah-megahan dan saling menyombongkan diri masing-masing dihadapan orang lain.
Imam Syafi’i Rahimahullah, menghatam al-Qur’an sebanyak 60 (enam puluh) kali tiap-tiap bulan Ramadhan.
Dulu bahkan Pangeran Diponegoro pun, menghentikan konfrontasi untuk sementara dengan bangsa penjajah Belanda ketika bulan Ramadhan tiba. Pangeran Diponegoro mengirim surat kepada musuh-musuhnya, menawarkan gencatan senjata selama bulan Ramadhan. Pangeran Diponegoro yang sedemikian membenci penjajahan dan sangat gigih berjuang untuk membebaskan bangsanya dari ketertindasan, rela menyarungkan kerisnya selama bulan Ramadhan. Pasukannya pun mengistirahatkan senapan dan meriam, tanpa meletuskan satu peluru pun selama Ramadhan, demi menjaga ketentraman masyarakat dan kekhusyukan ibadah seluruh umat dan rakyatnya.
Karenanya, sebagai warga masyarakat yang baik dan sebagai warga negara yang patuh pada hukum pemerintahan, marilah kita bersama-sama dengan aparatur negara, saling bahu membahu untuk menciptakan suasana Ramadhan yang teduh dan penuh kedamaian. Sehingga Islam yang kita anut benar-benar dapat mewujud sebagai rahmatan lil’alamin (rahmat bagi seluruh semesta).
Agar Ramadhan bukan justru menjadi alat dan kesempatan bagi orang lain untuk mengkritik dan menghujat orang Islam. Alangkah berbahagianya jika Ramadhan dapat mendekatkan pribadi-pribadi hamba yang shaleh kepada Tuhannya, dan menumbuhkan rasa saling cinta dan menghargai di antara para anggota masyarakat dan bangsa.
Maka marilah kita berdoa, semoga Allah membukakan pintu-pintu surga bagi kita, menutup pintu-pintu neraka bagi kita dan membelenggu setan-setan agar ia tak lagi pernah menguasai nafsu kita. Semoga Allah memberikan kesabaran kepada kita, karena Ramadhan adalah bulan kesabaran sabar, sedangkan pahala kesabaran adalah surga.

بَارَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الايَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتقَبَّلَ مِنِّى وَاِيَّاكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْم اَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْم لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

*** *** ***

Khutbah Kedua

أَلْحَمْدُ ِللهِ اَّلذِيْ أَرْحَمَنَا بِرَمَضَانَ الَّذِيْ أُنْزِلَ فِيْهِ اْلقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ اْلهُدَى وَاْلفُرْقَانِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ نَبِيِّهِ الَّذِيْ أُرْسِلَ إلَيْنَا بِأَخْلاَقِهِ الإحْسَانِ وَعَلىَ ألِهِ وَأصْحَابِهِ ذِي الكَرَامَةِ وَالأمَانِ ، أشْهَدُ أنْ لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأشْهَدُ أنَّ نَبِيِّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ خَطَبَ إلْينَا بِاسْتِقْبَالِ رَمَضَانَ بِتَهَيَّئَةِ اْلقُلًوْبِ وَتَصْفِيَةِ النُّفُوْسِ وَتَطْهِيْرِ اْلأمْوَالِ وَاجْتِنَابِ اْلغِيْبَةِ وَالنَّمِيْمَةِ وَالتَّيْهَانِ
فَيَا أيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقًاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إلاَّ وَأنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ ، وَاعْلَمُوْا أنَّ الشَّهْرَ سَيِّدُ الشُّهُوْرِ وَأفْضَلَهَا عَلىَ الدَّوَامِ، إنَّهُ شَهْرُ اْلقُرْآنِ وَالصِّيَامِ وَاْلقِيَامِ، شَهْرٌ جَعَلَ اللهُ صِيَامَهُ فَرِيْضَةً، وَقِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا وَفَضِيْلَةً ، شَهْرٌ تُفْتَحُ فِيْهِ أبْوَابُ اْلجِنَانِ ، وتُغْلَقُ فِيْهِ أبْوَابُ النِّيَرانِ ، وتُصَفَّدُ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ وَمَرَدَّةُ الجَانِّ .
وَهَذَا شَهْرُ اْلمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ وَاْلعِتْقِ مِنَ النَّارِ، شَهْرُ الصَّبْرِ وَاْلمُوَاسَاةِ ، شَهْرُ التَّكَافُلِ وَالتَّرَاحُمِ، شَهْرُ التَّنَاصُرِ وَالتَّعَاوُنِ وَاْلمُسَاوَاةِ ، شَهْرُ اْلفُتُوْحَاتِ وَالإنْتِصَارَاتِ ، شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيْهِ الدَّرَجَاتِ ، وتُضَاعَفُ فِيْهِ اْلحَسَنَاتِ ، وتُكَفِّرُ فِيْهِ السَّيِّئَاتِ ، شَهْرٌ فِيْهِ لَيْلَةٌ وَاحِدَةٌ هِيَ خَيْرٌ مِنْ ألْفِ شَهْرٍ ، مَنْ حُرِّمَ خَيْرَهَا فَهُوَ اْلمَحْرُوْمُ.
فَهُنَيِّئاً لَكُمْ أيُّهَا المُسْلِمُوْنَ بِرَمَضَانَ ، وَالسَّعْدَ كُلَّ السَّعْدِ لَكُمْ بِشَهْرِ الصِّيَامِ وَاْلقِيَامِ، وَيَا بُشْرَى لِمَنْ تَعَرَّضَ فِيْهِ لِنَفَحَاتِ اللهِ ، وَجَاهَدَ نَفْسَهُ فِيْ طَاعَةِ اللهِ ، وَلَقَدْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ –صلى الله عليه وسلم– يُبَشِّرُ أصْحَابَهُ بِقُدُوْمِ هَذَا الشَّهْرِ اْْلمُبَارَكِ ، وَيُبَيِّنُ لَهُمْ فَضَائِلَهُ، حَتىَّ يَتَهَيَّؤُوْا لَهُ وَيَغْتَنِمُوْهُ
وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ وَمَلاَئَكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ أَجْمَعِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Umat Islam Diundang Menjadi Tamu Allah di Bulan Ramadhan


ألحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ فَضَّلَ أَوْقَاتَ رَمَضَانَ عَلىَ غَيْرِهِ مِنَ اْلأزْمَانِ ، وَأنْزَلَ فِيْهِ القُرْآنَ هُدًى وَبَيِّنَاتٍ مِنَ اْلهُدَى وَاْلفُرْقَانِ ، نَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ وَنَشْكُرُهُ وَأشْهَدُ أنْ لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأشْهَدُ أنَّ نَبِيِّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ كَانَ يَخُصُّ رَمَضَانَ بِمَا لَمْ يَخُصُّ بِهِ غَيْرَهُ ، مِنْ صَلاَةٍ وَتِلاَوَةٍ وَصَدَقَةٍ وَبِرٍّ وَإحْسَانٍ ، أللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِه ِوَأصْحَابِهِ الطَّاهِرِيْنَ الَّذِيْنَ آثَرُوْا ِرضَا اللهِ عَلىَ شَهَوَاتِ نُفُوْسِهِمْ فَخَرَجُوْا مِنَ الدُّنْيَا مَأْجُوْرِيْنَ وَعَلىَ سَعْيِهِمْ مَشْكُوِْرْينَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًاً كَثِيْرًاً إلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ ، قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ اْلكَرِيْمِ : شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْ أنْزَلَ فِيْهِ القُرْآنَ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ اْلهُدَى وَاْلفُرْقَانِ
أمَّا بَعْدُ : فَيَا عِبَادَ اللهِ أُوْصِ;ْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِّ وَاْلعَلَنِ فَهِيَ جَمْعُ الْخَيْرِ كُلِّهِ فَاجْعَلُوْا بَيْنَكُمْ وَبَيْنَ عَذَابَ اللهِ وِقَايَةٌ بِفِعْلِ اْلأَوَامِرِ وَتَرْكِ النَّوَاهِيْ ، فَاللهُ أَكْبَرُ مَا أعْظَمَ هَذاَ الشَّهْرَ وَمَا أعْظَمَ مِنَّةََ اللهِ عَلَيْنَا بِهِ

Hadharatal Muhtaromin Rohimakumullah
Tanpa terasa, dalam hitungan hari, kini kita akan kembali memasuki bulan Ramadhan, bulan Allah yang penuh berkah dan kerahmatan. Di bulan Ramadhan inilah waktu yang paling mendukung bagi seluruh umat Islam untuk meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah. Bulan Ramadahan adalah bulan yang paling Indah bagi seluruh umat Muslim untuk berpacu dalam kekhusyukan demi menggapai ridho dan ampunan Allah SWT.
Di bulan Ramadhan inilah, umat Islam diundang menjadi tamu Allah dan dimuliakan dengan berbagai kemurahan Allah SWT. Di bulan ini nafas-nafas hamba menjadi tasbih mereka, tidur para hamba Allah pun menjadi ibadah. Berbagai amal kebajikan dilipatgandakan pahalanya. Sedangkan doa-doa lebih diijabahi. Karenanya, marilah kita memohon kepada Allah dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbing kita dalam menjalani kewajiban ibadah dan sunnah-sunnahnya.
Sidang Jum’ah yang Dimuliakan Allah
Semasa hidupnya, Rasulullah SAW selalu memberikan beberapa nasehat dan pesan-pesan, ketika umat Islam sedang menyambut kedatangan bulan teragung ini. Imam Ibnu Huzaimah meriwayatkan hadits yang panjang yang berisi pesan-pesan Rasulullah ini.
“Wahai manusia! Sungguh telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah rahmat dan maghfirah. Bulan yang paling mulia disisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari yang paling utama. Malam-malamnya adalah malam-malam yang paling utama. Jam demi jamnya adalah jam-jam yang paling utama.”
Maka celakalah mereka yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini.
Di bulan Ramadhan ini, Rasulullah SAW juga berpesan kepada umatnya agar memuliakan orang tuanya, menyayangi mereka yang muda, menyambungkan tali persaudaraan (silaturrahim), menjaga lidah, menahan pandangan dan pendengaran dari yang tidak halal.
Masih dari hadits Imam Ibnu Huzaimah, Rasulullah SAW bersabda, ”Kasihilah anak-anak yatim, bertaubatlah kepada Allah dari dosa-dosamu dan angkatlah tanganmu untuk berdoa pada waktu shalatmu, maka Allah pasti menjawab dan mengabulkan doa-doamu serta menyambutmu ketika engkau memanggil-Nya.
Hadirin Sidang Jum’ah yang Berbahagia
Tentang bulan Ramadhan ini, Allah SWT berfirman :

يَا أيُّهَا اَّلذِيْنَ آمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلىَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman telah diwajibkan bagimu berpuasa, sebagaimana diwajibkan bagi umat-umat sebelum kamu agar engkau bertaqwa.” (QS. Al-Baqoroh, 2:183)
Maka marilah kita semua patuhi perintah Allah ini, sebagai kecintaan terhadap Allah SWT dengan penuh keikhlasan. Dengan penuh kesadaran untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dalam puasa yang bukan sekedar menahan lapar dan haus.
Namun, marilah kita wujudkan kegembiraan pada kedatangan bulan Ramadhan ini dengan menahan diri dari berbuat kesia-siaan, dan perdebatan-perdebatan yang bukan pada tempatnya. Menghindari kebohongan-kebohongan atau membuat tuduhan-tuduhan tanpa dasar, apalagi gosip-gosip murahan.
Menghentikan kenikmatan-kenikmatan pandangan dan pendengaran yang bukan pada tempatnya. Menjaga lidah dan telinga dari segala keharaman. Menjaga kedua tangannya dari amarah dan menyakiti orang lain, menjaga kedua kakinya untuk tidak mendatangi tempat-tempat kemaksiatan. Serta menjaga hatinya dari kebencian dan kedengkian. Karena hakikat dari puasa adalah ketakwaan kepada Allah secara paripurna.

قَالَ جَابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : إذَا صُمْتَ فَلْيَصُمْ سَمْعَكَ وَبَصَرَكَ وَلِسَانَكَ عَنِ اْلكَذِبِ وَاْلمَحَارِمِ وَدَعْ أذىَ اْلجَارِ وَلْيَكُنْ عَلَيْكَ سَكِيْنَةٌ وَوِقَارٌ وَلاَ تَجْعَلْ يَوْمَ صَوْمِكَ وَيَوْمَ فَطْرِْكََ سَوَاءٌ

Sahabat Jabir RA berpesan: Jika kamu berpuasa, maka puasakanlah pendengaran, penglihatan, dan lidahmu dari kebohongan. Tinggalkanlah menyakiti tetangga, buatlah mereka tenang dan tenteram. Dan janganlah engkau menjadikan hari-harimu sama, antara ketika berpuasa maupun tidak.
Pernyataan sahabat Jabir ini merupakan penjelas dari sabda Rasulullah SAW:

كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إلاَّ اْلجُوْعُ وَاْلعَطَسُ
“Banyak sekali orang-orang yang berpuasa, namun mereka tidak mendapatkan apa pun selain daripada lapar dan haus saja.”
Hadaratal Muhtaromin Rahimakumullah
Dalam khutbah yang panjang Rasululah SAW berpesan kepada umatnya tentang keutamaan bulan Ramadhan :
“Wahai manusia! Siapa yang membaguskan akhlaknya di bulan ini ia akan berhasil melewati sirothol mustaqim pada hari ketika kaki-kaki tergelincir. Siapa yang meringankan pekerjaan orang-orang yang dimiliki tangan kanannya (pegawai atau pembantu) di bulan ini, Allah akan meringankan pemeriksaan-Nya di hari kiamat. Barangsiapa menahan kejelekannya di bulan ini, Allah akan menahan murka-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memuliakan anak yatim di bulan ini, Allah akan memuliakanya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa menyambungkan tali persaudaraan (silaturahmi) di bulan ini, Allah akan menghubungkan dia dengan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya. Barang siapa memutuskan kekeluargaan di bulan ini, Allah akan memutuskan rahmat-Nya pada hari ia berjumpa dengan-Nya.”
Khutbah Rasulullah SAW ini menegaskan kepada kita bahwa, Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan kebersamaan, bulan yang penuh dengan keharmonisan rumah tangga, kehangatan kekerabatan dan kekuatan persaudaraan dan ketentraman masyarakat. Adalah salah jika Ramadhan justru digunakan sebagai kesempatan untuk bemegah-megahan dan saling menyombongkan diri masing-masing dihadapan orang lain.
Imam Syafi’i Rahimahullah, menghatam al-Qur’an sebanyak 60 (enam puluh) kali tiap-tiap bulan Ramadhan.
Dulu bahkan Pangeran Diponegoro pun, menghentikan konfrontasi untuk sementara dengan bangsa penjajah Belanda ketika bulan Ramadhan tiba. Pangeran Diponegoro mengirim surat kepada musuh-musuhnya, menawarkan gencatan senjata selama bulan Ramadhan. Pangeran Diponegoro yang sedemikian membenci penjajahan dan sangat gigih berjuang untuk membebaskan bangsanya dari ketertindasan, rela menyarungkan kerisnya selama bulan Ramadhan. Pasukannya pun mengistirahatkan senapan dan meriam, tanpa meletuskan satu peluru pun selama Ramadhan, demi menjaga ketentraman masyarakat dan kekhusyukan ibadah seluruh umat dan rakyatnya.
Karenanya, sebagai warga masyarakat yang baik dan sebagai warga negara yang patuh pada hukum pemerintahan, marilah kita bersama-sama dengan aparatur negara, saling bahu membahu untuk menciptakan suasana Ramadhan yang teduh dan penuh kedamaian. Sehingga Islam yang kita anut benar-benar dapat mewujud sebagai rahmatan lil’alamin (rahmat bagi seluruh semesta).
Agar Ramadhan bukan justru menjadi alat dan kesempatan bagi orang lain untuk mengkritik dan menghujat orang Islam. Alangkah berbahagianya jika Ramadhan dapat mendekatkan pribadi-pribadi hamba yang shaleh kepada Tuhannya, dan menumbuhkan rasa saling cinta dan menghargai di antara para anggota masyarakat dan bangsa.
Maka marilah kita berdoa, semoga Allah membukakan pintu-pintu surga bagi kita, menutup pintu-pintu neraka bagi kita dan membelenggu setan-setan agar ia tak lagi pernah menguasai nafsu kita. Semoga Allah memberikan kesabaran kepada kita, karena Ramadhan adalah bulan kesabaran sabar, sedangkan pahala kesabaran adalah surga.

بَارَكَ اللهُ لِى وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الايَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَتقَبَّلَ مِنِّى وَاِيَّاكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْم اَقُوْلُ قَوْلِى هَذَا وَاسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْم لِى وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

*** *** ***

Khutbah Kedua

أَلْحَمْدُ ِللهِ اَّلذِيْ أَرْحَمَنَا بِرَمَضَانَ الَّذِيْ أُنْزِلَ فِيْهِ اْلقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ اْلهُدَى وَاْلفُرْقَانِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ نَبِيِّهِ الَّذِيْ أُرْسِلَ إلَيْنَا بِأَخْلاَقِهِ الإحْسَانِ وَعَلىَ ألِهِ وَأصْحَابِهِ ذِي الكَرَامَةِ وَالأمَانِ ، أشْهَدُ أنْ لاَ إلَهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأشْهَدُ أنَّ نَبِيِّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ خَطَبَ إلْينَا بِاسْتِقْبَالِ رَمَضَانَ بِتَهَيَّئَةِ اْلقُلًوْبِ وَتَصْفِيَةِ النُّفُوْسِ وَتَطْهِيْرِ اْلأمْوَالِ وَاجْتِنَابِ اْلغِيْبَةِ وَالنَّمِيْمَةِ وَالتَّيْهَانِ
فَيَا أيُّهَا المُؤْمِنُوْنَ اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقًاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إلاَّ وَأنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ ، وَاعْلَمُوْا أنَّ الشَّهْرَ سَيِّدُ الشُّهُوْرِ وَأفْضَلَهَا عَلىَ الدَّوَامِ، إنَّهُ شَهْرُ اْلقُرْآنِ وَالصِّيَامِ وَاْلقِيَامِ، شَهْرٌ جَعَلَ اللهُ صِيَامَهُ فَرِيْضَةً، وَقِيَامَ لَيْلِهِ تَطَوُّعًا وَفَضِيْلَةً ، شَهْرٌ تُفْتَحُ فِيْهِ أبْوَابُ اْلجِنَانِ ، وتُغْلَقُ فِيْهِ أبْوَابُ النِّيَرانِ ، وتُصَفَّدُ فِيْهِ الشَّيَاطِيْنُ وَمَرَدَّةُ الجَانِّ .
وَهَذَا شَهْرُ اْلمَغْفِرَةِ وَالرَّحْمَةِ وَاْلعِتْقِ مِنَ النَّارِ، شَهْرُ الصَّبْرِ وَاْلمُوَاسَاةِ ، شَهْرُ التَّكَافُلِ وَالتَّرَاحُمِ، شَهْرُ التَّنَاصُرِ وَالتَّعَاوُنِ وَاْلمُسَاوَاةِ ، شَهْرُ اْلفُتُوْحَاتِ وَالإنْتِصَارَاتِ ، شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيْهِ الدَّرَجَاتِ ، وتُضَاعَفُ فِيْهِ اْلحَسَنَاتِ ، وتُكَفِّرُ فِيْهِ السَّيِّئَاتِ ، شَهْرٌ فِيْهِ لَيْلَةٌ وَاحِدَةٌ هِيَ خَيْرٌ مِنْ ألْفِ شَهْرٍ ، مَنْ حُرِّمَ خَيْرَهَا فَهُوَ اْلمَحْرُوْمُ.
فَهُنَيِّئاً لَكُمْ أيُّهَا المُسْلِمُوْنَ بِرَمَضَانَ ، وَالسَّعْدَ كُلَّ السَّعْدِ لَكُمْ بِشَهْرِ الصِّيَامِ وَاْلقِيَامِ، وَيَا بُشْرَى لِمَنْ تَعَرَّضَ فِيْهِ لِنَفَحَاتِ اللهِ ، وَجَاهَدَ نَفْسَهُ فِيْ طَاعَةِ اللهِ ، وَلَقَدْ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ –صلى الله عليه وسلم– يُبَشِّرُ أصْحَابَهُ بِقُدُوْمِ هَذَا الشَّهْرِ اْْلمُبَارَكِ ، وَيُبَيِّنُ لَهُمْ فَضَائِلَهُ، حَتىَّ يَتَهَيَّؤُوْا لَهُ وَيَغْتَنِمُوْهُ
وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ وَمَلاَئَكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ أَجْمَعِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Sabar Kunci Kesuksesan

الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على امورالدنيا والدي;. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد
فياعباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون, وقال الله تعالى فى القرأن العظيم وَالْعَصْرِ إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ الله العلي العظيم

Kaum Muslimin Rahimakumullah
Dalam kesempatan khutbah ini, mari kita merenungkan kembali hal yang mungkin sudah sering kita dengar dan kita alami, tetapi dapat kita perdalam dengan lebih baik. Kita akan melihat bagaimana korelasi antara sikap sabar dengan kesuksesan hidup. Orang-orang yang sukses di dunia ini senantiasa menyisakan cerita unik tentang dinamika dan pasang surut perjuangan, jatuh bangun dan pantang menyerah dalam menghadapi berbagai tantangan. Tanpa jiwa yang kuat dan sabar maka tidaklah mungkin seseorang akan mencapai kesuksesan hidup.
Sabar merupakan harta mati bagi sebuah kesuksesan. Hampir tidak ada kesuksesan tanpa didahului perjuangan dan kesabaran, penuh disiplin, dan tidak mudah putus asa. Inilah hikmah dari petikan cerita surah al-Baqarah ayat 249 tentang Nabi Daud:

فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ بِالْجُنُودِ قَالَ إِنَّ اللَّـهَ مُبْتَلِيكُم بِنَهَرٍ فَمَن شَرِبَ مِنْهُ فَلَيْسَ مِنِّي وَمَن لَّمْ يَطْعَمْهُ فَإِنَّهُ مِنِّي إِلَّا مَنِ اغْتَرَفَ غُرْفَةً بِيَدِهِ ۚ فَشَرِبُوا مِنْهُ إِلَّا قَلِيلًا مِّنْهُمْ ۚ فَلَمَّا جَاوَزَهُ هُوَ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ قَالُوا لَا طَاقَةَ لَنَا الْيَوْمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِ ۚ قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَاقُو اللَّـهِ كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ مَعَ الصَّابِرِينَ

Artinya: Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku." Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang

sabar.
Ayat tersebut terkait dengan pengalaman Nabi Daud saw ketika memimpin pasukan kecilnya melawan tentara Jalut yang jumlahnya jauh lebih besar. Dan Nabi Daud berhasil memenangkan peperangan ini karena kesabaran, keuletan dan kedisiplinan.
Kaum Muslimin Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Dalam deretan Asmaul Husna, As-Shabur (Yang Maha Penyabar) adalah salah satu nama dari asma-Nya. Menurut Imam al-Ghazali, nama Tuhan ini mengandung pengertian bahwa Allah tidak tergesa-gesa menghukum para pelaku dosa. Kesabaran-Nya terhadap para pelaku perbuatan dosa dengan tujuan memberikan waktu agar insyaf, dan kembali menemukan jalan yang diridhai-Nya.
Dengan kata lain, sabar merupakan sifat Allah subhanahu wa ta’ala. Sabar mencerminkan sifat ke-Tuhanan-an yang sangat mulia. Bahkan dalam tingkatan tindakan keimanan sabar menempati posisi paling tinggi, tentunya dengan pahala yang tak terhingga. Seperti yang tercantum dalam surat az-Zumar ayat 10:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

Artinya: Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.

Jama’ah Jum’at yang di rahimati Allah...
Sabar selalu diidentikkan dengan musibah. Artinya sabar seolah hanya ada ketika manusia dihadapkan dengan musibah. Padahal tidak begitu adanya. Karena sesungguhnya bersabar jauh lebih berat ketika diterapkan dalam kondisi kehidupan yang normal dan bahagia. Memang berat seorang yang hidup miskin untuk bersabar dengan kondisi yang dialaminya dan tetap ingat dan berterimakasih dengan rahmat-Nya. Akan tetapi lebih berat lagi ketika seorang yang berkedudukan, seorang pejabat, harus bersabar tetap berada dalam jalan yang diridhai-Nya, sedangkan disekililingnya bergelimangan harta dan kekuasaan yang tak putus-putusnya mengajak menuju kebejatan dan kesesatan.
Bersabar memang pahit awalnya, akan tetapi manis akhirnya. Allah swt memerintahkan sabar dalam menghadapi sesuatu yang tidak disenangi maupun yang disenangi. Begitu mulianya sebuah kesabaran sehingga Allah swt menghimbau kepada orang beriman agar menjadikan kesabaran sebagai pegangan, sebagai penolong seperti yang dituntunkan dalam al-qur’an surat al-Baqarah ayat 153;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّـهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

Artinya: hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.

Jama’ah Jum’at rahimakumullah...
Bila dicermati dengan seksama maka ayat di atas, bila dilihat cara penyebutan kata sabar mendahului kata sholat, menggambarkan bahwa kedudukan sabar tidaklah kalah penting dengan sholat. Ini dikarenakan segala sesuatu memang memerlukan kesabaran. Hingga masalah yang paling pentingpun yaitu sholat tidak ketinggalan.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa sabar bukanlah berserah diri. Pasif menerima apa adanya. Namun, sabar harus disertai dengan usaha menuju kepada yang lebih baik.
Sebagai penutup, marilah kita saling berwasiat akan pentingnya kesabaran sebagai kunci menuju sukses. Kesabaran yang aktif dan dinamis, bukan kesabaran yang pasif dan stagnan.

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

KHUTBAH JUM'AT : (JUJUR TIDAK MESTI HANCUR)

Jujur Tidak Mesti Hancur
الحمد لله رب العالمين وبه نستعين على امورالدنيا والدين. أ&a
mp;#1588;هد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله. اللهم صل على سيدنا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين. اما بعد
فياعباد الله أوصيكم وإياي بتقوى الله فقد فاز المتقون, وقال الله تعالى "ياأيهاالذين أمنوا اتقوالله حق تقاته ولاتموتن إلا وأنتم مسلمون" وقال النبي صلى الله عليه وسلم: اتق الله حيثما كنت واتبع السيئة الحسنة تمحوها وخالق الناس بخلق حسن. صدق الله العلي العظيم وصدق رسوله النبي الحبيب الكريم, والحمد لله رب العالمين

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah...

Marilah dalam khutbah kali ini kita bersama-sama memwasiatkan diri kita masing-masing untuk meningkatkan ketakwaan kita. Banyak jalan untuk meraih ketaqwaan. Tidak harus jalan yang berliku dan terjal, tapi pilihlah jalan yang landai menuju taqwa. Jalan menuju taqwa tidak hanya dengan berdzikir sepanjang malam, berpuasa sepanjang hari, ataupun bersedekah dengan harta yang berlimpah. Pilihlah jalan yang mudah menuju taqwa salah satunya dengan berlaku jujur. Insyaallah kita akan menemukan ketaqwaan didalamnya.

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah...

Dalam Islam, jujur atau kejujuran adalah sebuah amanat yang mesti dipenuhi dalam menjalani kehidupan manusia di dunia. Kejujuran adalah sebuah pilihan. Karena kejujuran adalah satu sisi mata uang dengan ketidak jujuran. Ketika kita memilih untuk bertindak jujur berarti kita berhasilkan mengalahkan ketidak jujuran. Dan sebaliknya kekitka kita tidak jujur berarti kita membelakangi kejujuran.

Kejujuran yang kita andaikan berada di jalur ”kanan lurus” memiliki banyak sekali lawan kata (antonim) di jalur ”kiri menyimpang”, seperti (ber)bohong , (ber)hianat, (men)tipu, curang, alias ”tidak jujur” yang dapat hinggap di setiap aspek/dimensi manusia. Orang dapat berkata bohong, artinya tidak jujur; berbuat hianat, artinya tidak setia atau tidak menepati kesepakatan; bertindak menipu, artinya ingin mengelabui sejak semula; dan berlaku curang, artinya tidak menepati peraturan atau ketentuan. Artinya jujur dapat berlaku pada ucapan, perbuatan maupun sikap.

Jujur secara baku dapat diartikan sebagai ”mengakui, berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran”. Dalam praktek dan penerapannya, secara hukum tingkat kejujuran seseorang biasanya dinilai dari ketepatan pengakuan atau apa yang dibicarakan seseorang dengan kebenaran dan kenyataan yang terjadi. Bila berpatokan pada arti kata yang baku dan harafiah maka jika seseorang berkata tidak sesuai dengan kebenaran dan kenyataan atau tidak mengakui suatu hal sesuai yang sebenarnya, maka orang tersebut sudah dapat dianggap atau dinilai tidak jujur, menipu, mungkir, berbohong, munafik atau lainnya. Bahkan Allah swt. melalui kisah Rasulullah saw menggambarkan betapa pentingnya kejujuran dan betapa pedihnya siksa yang dijanjikan-Nya, apa lagi jika itu berhubungan dengan kepentingan umat:

وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّ وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ

Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.

Nah... sekarang para Jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah...

Bagaimanakah kalau pengetahuan yang dijadikan landasan ucapan dan perbuatannya ternyata tidak sesuai dengan kenyataan, artinya pengetahuannya salah? Di sinilah fungsi agama berlaku. Contoh sederhana saja, misalnya seseorang mengira dan mengatakan bahwa ia memiliki sepuluh pasang sepatu dirumahnya, ternyata ketika dicek dan dihitung, sepatu yang menjadi miliknya di rumahnya berjumlah dua belas, apakah orang ini berbohong?

Maka Islam sebagai agama yang memiliki pijakan dasar pada kemanusiaan, terlebih dahulu menggarisbawahi kasus semacam ini pada ungkapan:

وما شهدنا إلا بما علمنا

(kita tidak akan bersaksi kecuali terhadap sesuatu yang telah kita ketahui). Sampai di sini, jika kita tidak mengerti terhadap sesuatu dan ditanyai oleh orang lain, maka garis yang harus diikuti adalah mengakui ketidaktahuan atau ”diam”, dalam arti tidak ikut berpolemik yang justru akan menjadikan segalanya semakin keruh. Dalam hal ini berlaku kaidah

السكوت سلامة

(diam adalah keselamatan). Karena jika kita memakasakan diri untuk iikut berpendapat, padahal kita tidak mengerti, maka ketidajujuran akan terjadi. Akibatnya dapat berupa fitnah (mencelakai) terhadap orang lain atau bentuk-bentuk yang lain seperti kerugian pada masyarakat dan menguntungkan para penjahat. bahkan justru dapat menjadi bumerang yang mencelakai diri sendiri.

Namun biasanya persoalan bukan terjadi dalam kondisi semacam ini, melainkan kondisi-kondisi yang sebaliknyalah yang menjadikan kejujuran kita benar-benar diuji. Yakni jika kita mengetahui, menyaksikan dan mengalami atau melakukan sendiri ketidakjujuran, kecurangan-kecurangan atau penipuan-penipuan, beranikah kita menyatakannya secara jujur? Sementara secara normal dalam kondisi ini, jujur akan berakibat ”negatif” secara duniawi bagi diri, keluarga, dan kelompok kita sendiri. Terutama akhir-akhir ini.

Contoh fenomenal yang paling ”gress” adalah sebuah ungkapan kejujuran yang harus dibayar mahal oleh para guru di dunia pendidikan Indonesia saat ini. Bagaimana nasib para guru yang berani membongkar kejahatan UN di sekolahnya masing-masing? Bagaimana nasib guru yang berani membongkar kejahatan di IPDN? Dan bagaimana nasib para guru yang membela sekolahnya dari penggusuran oleh unsur-unsur komersial? Serta bagaimana nasib para pegawai yang berusaha jujur untuk sekedar tidak mau diajak bersama-sama menikmati hasil-hasil korupsi? Seakan dalam kondisi-kondisi semacam ini, kejujuran justru berkorelasi (akrab/biasanya berakhir) dengan kerugian, kehancuran atau ketidaknyamanan diri sendiri.

Guru-guru dituntut sebagai pencemar nama baik sekolah mereka sendiri dan diberhentikan karena berbicara dengan jujur tentang hal-hal yang bertentangan dengan nurani mereka. Padahal yang mereka ungkapkan sebanarnya sudah bukan lagi rahasia, bahwa terjadi kecurangan di mana-mana, terutama dalam masalah UN, kalaupun rahasia, paling banter adalah rahasia umum. Hampir semua pelaku (praktisi) di dunia pendidikan mengetahui kenyataan ini, namun hanya beberapa gelintir dari mereka yang menyuarakannya. Seakan mereka membuta tuli dan sekalian membisu terhadap segala yang terjadi di lingkungan mereka.

Tentu saja, alasan yang paling mendasari sikap mereka ini adalah : kalau bukan mereka terlibat atau mendukung, biasanya ya, itu tadi, lebih dikarenakan memprotek diri sendiri, melindungi diri, atau memilih aman dengan berdiam diri dan membiarkan segalanya terjadi sebagai sebuah kelumrahan. Dari sinilah, kejujuran menjadi sesuatu yang sangat mahal dan beresiko tinggi. Banyak anggapan yang berkembang menjadi sebuah adagium (ungkapan) ”kejujuran sama dengan kehancuran”. Maka agar selamat, orang-orang bersepakat untuk tidak perlu lagi jujur, atau harus menanggung resiko buruk.

Saudara sekalian Jama’ah Jum’ah yang dirahamti Allah...

Benarkah kondisi semacam ini? Jawabnya adalah benar. Yah, benar-benar memprihatinkan. Sekali lagi benar-benar memprihatinkan. Bahwa kejujuran merupakan pintu menuju kehancuran. Setidaknya di Indonesia yang merupakan negara besar, berpenduduk lebih dari 200 juta jiwa. Selain itu Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Seolah negara ini merupakan negara yang sempurna untuk ditinggali dan tidak akan habis kekayaannya. Meskipun, penduduknya hidup dalam lingkungan yang dipenuhi oleh ketidakjujuran; dalam segala bentuk, dalam segala aspek dan dalam segala lintas ruang dan waktu.

Benarkah demikian? Tentu saja tidak. Padahal tidak demikian sebenarnya. Meskipun Indonesia kaya secara fisik, namun Indonesia sangat miskin dalam hal mental (moral). Baik di tingkal bawah, seperti para pekerja, kuli, buruh, dan pegawai bawahan; di tingkat menengah seperti para pengusaha, pedagang, pebisnis dan intelektual; maupun di tingkat elit bangsa seperti para anggota DPR/D maupun elit eksekutif. Selalu ada pejabat yang melakukan praktek korupsi. Mereka kebanyakan melakukannya dengan dalih pembangunan negara. Padahal dana yang digunakan kebanyakan diselewengkan oleh pejabat yang bertugas di dalamnya. Mereka mampu mengais keuntungan dibalik kesengsaraan rakyatnya. Di saat semua orang menangis melihat rumahnya tenggelam oleh luapan lumpur, banjir, gagal panen atau melambungnya harga-harga kebutuhan pokok, terutama pendidikan. Para pejabat tertawa dengan santainya sembari mengayunkan uang yang berhasil mereka raup hasil dari kebohongan yang mereka buat.

Maka jika kondisi telah sedemikian mengenaskan, saudara-daudara...tiada apapun yang dapat memperbaiki keadaan selain masyarakat itu sendiri. Dari mana? Saya lebih sepakat dari dalam, yah, dari dalam diri masyarakat itu sendiri. Lalu apakah, yang ada dalam diri masyarakat Indonesia? Saya sepakat bahwa yang terdalam pada diri masyarakat Indonesia adalah moral (baca: agama). Mengapa?

Karena agama telah menjadi darah daging sejak permulaan kelahiran masyarakat Indonesia, sejak sebelum bernama Indonesia, bahkan sejak sebelum mereka mengenal nama-nama agama. Selalu ada kesadaran untuk mempercayai ”kekuatan lain” yang lebih berkuasa atas segala kejadian di dunia. Maka setelah, kini bangsa Indonesia hidup di alam agama, di mana agama terbesar adalah Islam, maka agama Islam harus dapat ditempatkan kembali di jantung setiap diri bangsa Indonesia. Dalam hal ini adalah spirit kejujuran. Masyarakat harus kembali meyakini kejujuran sebagai amanah agama yang dapat membawa kebahagiaan bukan hanya di dunia, melainkan juga di akhirat kelak.

Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat hampir-hampir tidak lagi mem-percayai pengadilan dunia yang terlalu mudah dibeli. Sementara Pengadilan Allah tidak mungkin diselesaikan dengan tanpa ”kejujuran” (perhitungan tepat). Siapa yang bersalah, dialah yang akan dihukum, siapa yang berbuat saleh dialah yang akan menerima penghargaan Allah. Tidak akan meleset.

Para hadirin Jama’ah Jum’ah yang Mulia

Marilah kita akhiri khutbah ini dengan bersama-sama merenungkan sabda Rasulullah saw. , ”Hendaklah kalian senantiasa berpegang pada kejujuran, karena kejujuran menuntun pada kebaikan yang berujung di Surga (kebahagiaan). Dan janganlah sekali-kali kalian menghamba pada kebohongan, karena kebohongan menuntun kita pada keburukan yang berujung di neraka (kesengsaraan)” (HR. Bukhari Muslim).

بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم


وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَن يَغُلَّ وَمَن يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ

Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.